25 radar bogor

Susun Kebijakan Pertembakauan, Pemerintah Diharapkan untuk Fair

Ilustrasi Tembakau
Ilustrasi Tembakau

RADAR BOGOR – Campur tangan dan desakan kepentingan antitembakau asing dalam penyusunan kebijakan pertembakauan nasional, dinilai membuat ekosistem industri hasil tembakau (IHT) terus terpuruk. Petani tembakau dan legislator meminta pemerintah mengedepankan kepentingan nasional guna melindungi ekosistem pertembakauan.

Ketua Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo menjelaskan, sejumlah regulasi yang mengatur ekosistem pertembakauan di Indonesia sejatinya sudah mencerminkan poin-poin yang diatur dalam kerangka pengendalian tembakau global. Salah satunya, Framework Convention of Tobacco Control (FCTC).

Baca juga: Rencana Kenaikan Tarif Cukai Harga Tembakau, Pemkab Bogor: Semoga Sudah Diperhitungkan dan Diantisipasi Dampaknya di Daerah

Menurutnya, PP 109/2012 itu adalah representasi FCTC, karena banyak pedoman-pedomannya yang diadopsi. PP 109/2012 yang berlaku saat ini pun, lanjut Budidoyo, sudah cukup dalam mengendalikan ekosistem pertembakauan.

“Dengan adanya rencana revisi untuk regulasi pengendalian yang semakin ketat lagi, pasti akan mengancam keberlangsungan seluruh ekosistem tembakau,” ungkapnya, Senin (25/7).

Oleh karenanya, AMTI memohon kepada pemerintah untuk menjamin dan melindungi ekosistem IHT melalui penyusunan kebijakan yang transparan dan partisipatif. Mereka juga meminta pemerintah menghentikan proses revisi PP 109/2012 karena hanya akan menjadi ancaman besar bagi keberlangsungan hidup ekosistem IHT.

AMTI juga mendesak pemerintah untuk bersikap independen dari pihak-pihak yang mendiskreditkan IHT. Melihat fakta hari ini, proses revisi masih berlangsung secara tertutup.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno mengatakan, kebijakan-kebijakan pertembakauan yang terbit karena tekanan kelompok antitembakau seringkali bersifat sangat eksesif. Antara lain kenaikan cukai yang sangat tinggi dan tidak terprediksi, yang dapat melemahkan seluruh segmen dalam ekosistem IHT.

Baca juga: Misbakhun Minta KPK dan Kejagung Cermati Permainan Cukai Rokok

Berbagai kebijakan tersebut berdampak juga ke hulu mata rantai, serapan panen berkurang, serta penurunan produktivitas. “Regulasi pertembakauan yang ditetapkan sangat eksesif, dan petani menjadi sasaran yang selalu dirugikan,” katanya.

“Oleh karenanya, kami akan terus menolak FCTC dan segala bentuk kepentingan-kepentingan dari luar yang ingin mengendalikan IHT di dalam negeri,” lanjut Soeseno.

Saat ini, pengaruh dan tekanan kelompok antitembakau asing juga mulai merembet ke sejumlah LSM lokal yang menjadi perpanjangan tangan kepentingan-kepentingan tersebut. Dalam kesempatan serupa, anggota Komisi IX DPR RI Yahya Zaini menjelaskan, jejaring kelompok antitembakau ini tak hanya mengintervensi kebijakan makro.

Mereka juga melakukan kampanye-kampanye hitam terhadap ekosistem IHT untuk mendorong kebijakan antitembakau di tingkat daerah. “LSM-LSM di lokal ini juga misalnya mendorong penerapan Perda KTR (Kawasan Tanpa Rokok). Saat ini yang paling berat ada pada dorongan penerapan Perda KTR DKI Jakarta,” ucapnya.

Baca juga: Lebih Hemat Mana, Rokok Tembakau atau Rokok Elektrik?

Yahya juga mendorong para pelaku dalam ekosistem IHT untuk aktif berjuang dan kritis, baik dari aspek politik, hukum, dan sosial. Ini dibutuhkan untuk menangkal tekanan-tekanan kelompok antitembakau asing. (jpg)

Editor: Yosep/Zulfa-KKL