25 radar bogor

Rencana Kenaikan Tarif Cukai Harga Tembakau, Pemkab Bogor: Semoga Sudah Diperhitungkan dan Diantisipasi Dampaknya di Daerah

Ilustrasi Tembakau
Ilustrasi Tembakau

CIBINONG-RADAR BOGOR, Pemerintah Kabupaten Bogor angkat bicara terkait rencana Pemerintah Pusat menaikkan tarif cukai hasil tembakau pada tahun anggaran 2022.

Baca Juga : Dukung Kompetisi DBL Luar Jawa-Bali, Airlangga: Olahraga Bangkit, Ekonomi Pulih, Covid-19 Terkendali

Kepala Bagian Sumber Daya Alam (SDA) Setda Kabupaten Bogor Budi CW mengatakan, hal itu akan berdampak negatif pada industri hasil tembakau dan penjualan di daerah. Kondisi ini bisa memicu penjualan tembakau ilegal meningkat.

“Semoga hal tersebut sudah diperhitungkan dan diantisipasi oleh pemerintah pusat, karena sekarang kondisi peredaran rokok dan cukai ilegal cukup merambah ke berbagai desa dan kecamatan,” kata Budi CW kepada wartawan, Selasa (30/11).

Ia menjelaskan, dalam kondisi perekonomian masyarakat yang sedang melemah karena pandemi Covid-19 tentu semakin dicari tanpa melihat legalitas barangnya.

“Rokok serta tembakau dengan cukai ilegal dan harga murah bisa makin dicari oleh masyarakat berpenghasilan rendah,” jelasnya.

Ia menambahkan, jangan sampai rokok dan tembakau yang ilegal itu malah jadi seperti solusi harga terjangkau.

“Bagi mereka dimasa pandemi ini sangat dicari tapi dampaknya jelas terasa. Artinya rencana pemerintah pusat kenaikan tarif cukai ada pengaruh ke daerah,” tambahnya.

Senada dikatakan, Anggota DPR Komisi XI, Willy Aditya mengatakan, rencana ini sudah banyak keluhan dan penolakan dari para pekerja dan para petani atas kelangsungan hidup mereka.

“Para petani juga sudah bergerak untuk mengirimkan surat secara langsung kepada Presiden Jokowi. Jangan sampai kita harus menanggung konsekuensi atas semakin banyaknya petani dan pekerja SKT yang terdampak di masa sulit ini,” katanya.

Sementara, Direktur Industri Minuman, Industri Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Edy Sutopo mengakui jika tarif harus naik, pihaknya akan memberikan masukan agar tarifnya tidak naik terlalu tinggi.

“Kami kurang sepakat jika cukai dinaikkan terlalu tinggi. Harus hati-hati tentang kenaikan tarif CHT ini, karena Indonesia masih membutuhkan industri IHT. Kalau industri ini mampu bertahan, bukan tidak mungkin industri ini akan memberikan dampak positif terhadap penerimaan negara,” katanya.

Ia mengungkapkan, data Kementerian Perindustrian menyatakan, sepanjang tahun 2020 lalu setidaknya 4.500 tenaga kerja di sektor Industri harga tembakau (IHT) yang di-PHK.

Dan data tersebut, bisa saja lebih besar karena banyak pabrik dengan pertimbangannya yang kurang disiplin dalam pelaporannya.

“Pertimbangan yang harus dipikirkan dalam kebijakan CHT memang banyak dan tidak mudah karena bersentuhan dengan banyak orang dan multisektor,” kata Edy.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengungkapkan, kenaikan eksesif tarif CHT di saat seperti ini kurang tepat.

Sebab, meskipun penularan COVID-19 bisa terkendali, masa pemulihan akibat dampak masif yang ditimbulkan selama dua tahun terakhir membutuhkan periode multiyears.

“Rokok adalah produk konsumsi nomor dua, yang amat penting untuk menyokong ekonomi negara. Dan di sisi lain merupakan industri padat karya yang melibatkan jutaan orang,” kata Ahmad. (Abi)