25 radar bogor

Prof Elvis Warsono

Saya baru selesai senam Minggu pagi 1,5 jam saat menerima berita duka itu. Ketika tiba di rumah, saya sudah menerima foto-foto itu: ambulans yang membawa jenazahnya berhenti di halaman RS Darmo. Terlihat di foto itu sejumlah orang salat jenazah di halaman dan di teras rumah sakit –menghadap ke ambulans.

Itulah ambulans yang membawa Prof Budi ke pemakaman khusus Covid-19 di Keputih Surabaya Timur.

Ambulans itu tidak mampir ke aula Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Inilah guru besar kedua, dalam sebulan ini, yang jenazahnya tidak disemayamkan di Fakultas Kedokteran. Yang pertama adalah Prof Yogiantoro yang juga terkena Covid-19.

“Sedih sekali. Dua-duanya guru kami yang sangat menyenangkan,” ujar dr Brahmana, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya.

Prof Budi Warsono masuk Fakultas Kedokteran Unair tahun 1964. “Tapi karena penggabungan mahasiswa akhirnya menjadi satu angkatan dengan saya,” ujar Prof. Dr. Suhartono, ahli kandungan, yang masuk Unair tahun 1965.

Prof Suhartono adalah yang melahirkan anak saya, Isna Iskan, dan yang melahirkan anaknyi Isna.

Dua guru besar itu sama-sama jago menyanyi dan jago melucu. Kalau ceramah kocaknya bukan main. Prof Suhartono juaranya dan Prof Budi runner-up-nya.