25 radar bogor

Pilpres Ulang Sulit Terwujud, Ini Faktor Penghalangnya

mihradi
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Pakuan, R. Muhammad Mihradi

BOGOR-RADAR BOGOR, Pemilu 2024 usai sudah. Namun tidak untuk permasalahannya. Salah satu diantaranya muncul gugatan dari para kontestan, khususnya Pilpres yang tak puas dengan tahapan pesta demokrasi lima tahunan itu.

Seperti yang dilakukan Tim Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN). Melalui kuasa hukum, pasangan calon (paslon) nomor urut 01 ini resmi mendaftarkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, Kamis (21/3), atau sehari pasca penetapan pemenang Pemilu 2024 di gedung KPU RI, Jakarta, Rabu (20/3) malam.

Kemudian Tim Hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD akan mendaftarkan gugatannya ke MK pada Sabtu (23/3) hari ini.


Mengomentari hal ini, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Pakuan (Unpak), R. Muhammad Mihradi menilai itu hal biasa dalam demokrasi. Dilihat dari konstitusi dan Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, MK hanya fokus kepada sengketa selisih suara saja. “Harus membuktikan apakah selisih suaranya signifikan untuk dilakukan penghitungan ulang. Dalam arti bisa merubah posisi penggugat. Namun jika tak memiliki dampak luar biasa, MK memiliki kewenangan menolak gugatan,” jelasnya saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (22/3).

Redi-sapaan karibnya-melanjutkan jika sejarah MK dalam konteks Pemilu bersifat agak rigid atau kaku. Sebab hanya fokus pada perolehan hasil suara saja. Sedangkan mengenai kecurangan diserahkan pada Bawaslu. “Penyelesaian sengketa Pemilu memiliki batas waktu yang sangat ketat. Melakukan pembuktian (kecurangan) di ranah MK amat sulit,” imbuhnya.

Baca Juga : Program Makan Siang dan Susu Gratis Prioritas Utama di Kota Bogor, Aji Jaya Bintara Beri Alasan Ini

Kecuali, sambung Mihradi, jika MK membuat terobosan yang tentu bisa menimbulkan perdebatan. Apalagi dalam UUD 1945 dan UU Pemilu kewenangan MK sangat stick to the point dalam menyelesaikan sengketa perselisihan suara.

Mihradi juga menyoroti salah satu isi gugatan tim hukum AMIN yang ingin diadakan Pilpres ulang tanpa kehadiran Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres Prabowo Subianto. Alasannya untuk menghindari cawe-cawe Presiden Joko Widodo seperti dugaan banyak pihak selama ini.

Mihradi beralasan kalau Pilpres diulang kembali, tentu akan mendatangkan kerugian. Yang pertama ada pada ketersediaan anggaran. “Pemerintah tidak memikirkan untuk ada Pemilu ulang.”

“Kedua, bakal timbul aksi saling gugat. Hal ini memakan waktu yang tidak sedikit. Di satu sisi, pihak pemenang merasa rekapitulasi suara yang dilakukan KPU sudah benar. Sementara bagi pihak yang kalah merasa ada kecurangan.”

“Ketiga, adalah akan timbul konflik horizontal di masyarakat. Hal ini yang dikhawatirkan,” jelas Mihradi.

Baca Juga : Pasca Pemilu 2024, Pangdam Kodam III Siliwangi Titip Pesan ke Warga Bogor

Mihradi justru mendorong agar penyelesaian dugaan kecurangan Pemilu ditempuh melalui jalur hak angket di parlemen. Meski tak bisa merubah hasil suara, namun cara itu diyakini bisa meredam konflik. “Biarkan DPR menangani dugaan-dugaan yang berseliweran di publik. Akan terungkap kebenarannya. Nanti akan menjadi catatan agar hal itu tak terjadi lagi pada Pemilu berikutnya,” tukasnya.

Sebelumnya, hasil Pemilu 2024 ditetapkan oleh KPU RI pada Rabu (20/3) malam. Penetapan hasil Pemilu dilakukan setelah melalui proses rekapitulasi secara berjenjang dari tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan terakhir nasional. Rekapitulasi meliputi perolehan suara pemilih di 38 provinsi di Tanah Air dan konstituen Indonesia yang tersebar di 128 wilayah luar negeri.

Ketetapan tentang hasil Pemilu 2024 ini dituangkan dalam Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2014 Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.

Pada level pemilu presiden (pilpres), pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, menang dengan perolehan 96.214.691 suara. Prabowo merajai 36 dari 38 provinsi di Indonesia. Sementara, pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, menempati urutan kedua dengan raihan 40.971.906 suara.

Pasangan ini menang di 2 dari 38 provinsi di Tanah Air. Lalu, di urutan ketiga ada pasangan capres-cawapres nomor 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang mengantongi 27.040.878 suara.

Sementara, pada pemilu legislatif (pileg), PDI Perjuangan juara dengan perolehan 25.387.279 suara dari total 84 daerah pemilihan (dapil). Di urutan kedua, ada Partai Golkar dengan perolehan 23.208.654 suara.

Sementara itu, Partai Gerindra ada di posisi ketiga dengan perolehan 20.071.708 suara. Melengkapi posisi empat besar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengantongi 16.115.655 suara. Lalu, di urutan kelima ada Partai Nasdem dengan perolehan 14.660.516 suara. (rur)

Reporter : Ruri Ariatullah

Editor : Ruri Ariatullah