25 radar bogor

Dengarkan Curhatan Petani Okiagaru Farm, Fathan Kamil Berikan Wejangan

Fathan kamil mengunjungi petani di Cianjur

BOGOR-RADAR BOGOR, Calon legislatif (caleg) DPR RI Dapil Kota Bogor-Cianjur, pada pemilihan legislatif 2024 mendatang Fathan Kamil berjalan jalan ke Kabupaten Cianjur, tepatnya ke Kampung Tunggilis, Desa Ciputri, Kecamatan Pacet.

Keasrian lingkungan di kampung ini dengan udaranya yang sejuk serta menyegarkan, membuat Kang Fathan, panggilan akrabnya, tertarik berkeliling kampung melihat potensi sumber alam.

Khususnya lahan pertanian dengan berbagai macam produk pertanian yang terhampar seluas 3 ha di bawah kaki perbukitan.

Alumni IPB University angkatan 26 itu, menyambangi sebuah kelompok tani bernama Okiagaru Farm yang didirikan oleh tiga orang alumni yang pernah magang pertanian di negara Jepang.

Baca juga: Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat Kementerian Pertanian Gandeng STIFIn Genetic

Salah satu pendiri yang ditemui Kang Fathan adalah Agus Ali Nurdin, yang juga ternyata alumni IPB University.

Obrolan seputar pertanian antar dua jebolan Institut Pertanian itu, menarik perhatian Kang Fathan saat Agus menceritakan perkembangan usaha pertanian yang ia jalani serta kendala yang dihadapinya.

Ketua kelompok tani yang membina 125 kelompok tani itu pun mencurahkan beberapa persoalan, seperti prorgam kartu tani, stok pupuk yang tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan, informasi komoditi pertanian yang tidak sama dengan kebutuhan penanaman dan persoalan dalam hal mengakses pasar.

Mendengar persoalan itu, Kang Fathan langsung memberikan pandangannya.

Menurutnya, kartu tani yang ada dipegang oleh para petani dinilai kurang efektif, karena hanya bisa memasok. Stok pupuk yang ada pun hanya mampu memenuhi sekitar 30-40 persen kebutuhan atas lahan yang mereka miliki.

“Ini akan mengganggu tingkat produksi karena stok pupuk yang tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Jadi, kalau memang Kementerian Pertanian punya target produksi ini akan menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi kementerian,” kata mantan Ketua HA IPB University itu.

Lanjutnya, terkait sisi informasi komoditi pertanian, dimana seyogyanya para petani bisa memberikan masukan sesuai dengan waktu kebutuhan penanaman.

Jadi, mereka harus menanam apa? pada saat apa? kemudian panen apa? di saat apa?. Nah, selama ini kebanyakan para petani tidak mendapat konfirmasi informasi yang valid terkait dengan ritme komoditi yang harus di tanam oleh petani.
Sehingga yang terjadi kadang over production karena mereka menanam dan memanen komoditi yang sama di waktu yang bersamaan.

Baca juga: Kembangkan Produk Kampung Perca, Dosen SV IPB University Beri Penyuluhan

“Itu nantinya lari ke harga. Harga kemudian jatuh yang membuat para petani merugi. Dari itu, ini harus dibangun informasi yang lebih kuat sampai ke level petani atau kelompok-kelompok tani sehingga mereka bisa mengatur ritme komoditi jadi terukur. Semisal petani di wilayah kecamatan A menanam cabai. Kemudian dari situ dilihat produksi komoditi itu cukup apa tidak untuk memenuhi kebutuhan. Kalau cukup maka di wilayah kecamatan lain menanam tanaman jenis lain. Nah, ini harus diatur oleh para pengambil keputusan, para stakeholder yang ada di kedinasan maupun di Kementerian Pertanian,” ujarnya.

Kemudian yang terakhir, sambung Kang Fathan, bagaimana mereka bisa mengakses pasar yang lebih luas.

Ini penting, karena tidak semua petani bisa menjual langsung ke pasar yang akhirnya mereka harus melalui tengkulak.

Produk mereka kebanyakan dibeli oleh para tengkulak dengan harga yang sangat minimalis.
Dengan harga minimalis itu, daya beli yang diterima petani menjadi rendah. Belum lagi problem pembayaran dimana pembayaran itu di lakukan satu bulan setelah delivery atau bahkan dua bulan setelah delivery.

Dari masa tanam hingga panen saja mereka sudah menunggu berbulan bulan. Ini ditambah lagi dengan pembayaran yang dilakukan 1-2 bulan setelah pengiriman. Itu yang membuat kesejahteraan petani tidak bisa terangkat.

“Nanti kita akan diskusikan lebih jauh. Saya akan coba usulkan agar dibuat sebut saja lembaga penjaminan pembayaran yang dibentuk oleh Kementerian Pertanian.