25 radar bogor

Ajakan Staycation Demi Perpanjang Kontrak, Apa Langkah Perusahaan ?

pelecehan
Ilustrasi pelecehan seksual terhadap perempuan

RADAR BOGOR, Ajakan staycation dengan modus perpanjang kontrak kerja dilakukan oleh oknum suatu perusahaan yang merupakan manajer dengan awalan hanya sekedar mengajak makan. Seiring berjalannya waktu ajakan tersebut semakin intens dan terkesan memaksa. 

Bahkan ajakan itu tidak hanya lewat verbal atau ketemu saja tapi oknum tersebut  juga langsung menghubungi nomor ponsel korban, dan mengajaknya jalan dengan syarat hanya berdua saja staycation di sebuah hotel yang dikatakan oknum tersebut. Karena tidak menyetujui ajakan tersebut, kontrak korban pun tidak diperpanjang sehingga membuat korban merasa dirugikan dan melaporkan atasannya tersebut ke pihak berwajib.

Baca Juga : Pelaku Ajak Karyawati Staycation Akhirnya Dipecat, Ini Kata Pihak Perusahaan

Dengan ditetapkannya badan hukum sebagai subyek hukum maka badan hukum dinyatakan mempunyai hak dan kewajiban sebagai subyek hukum. Jika dihubungkan dengan kasus tersebut maka sudah dipastikan bahwa pelaku utama yakni seorang atasan pada PT tersebut akan terkena konsekuensi hukum sesuai dengan ketentuan yang ia langgar. Namun, pada PT tersebut apakah tidak ada dampak apa-apa terlebih perbuatan pelaku merupakan seseorang yang berjabatan berpengaruh dalam PT. Mengenai hal tersebut diuraikan berupa teori dan peraturan hukum yang memungkinkan PT dapat ikut bertanggung jawab.

Teori Corporate Model Culture 

Jika menerapkan teori corporate culture model, maka korporasi dapat dibebani pertanggungjawaban pidana untuk praktek staycation dalam kasus perpanjangan kontrak. Menurut teori corporate culture model ini, pertanggungjawaban pidana dibebankan kepada korporasi bilamana budaya kerja yang ada dalam korporasi secara tidak langsung membiarkan atau tidak mampu mencegah terjadinya dampak dari tindakan yang dilakukan pengurusnya walaupun korporasi memang tidak mendapatkan sebuah keuntungan atas tindakan tersebut.  

Perpanjangan kontrak yang mengharuskan karyawannya staycation dengan atasannya itu merupakan suatu hal yang telah melanggar aturan mengenai undang-undang  mengenai ketenagakerjaan yang ada dan dianggap bahwa perusahaan tidak melakukan SOP yang sesuai dengan peraturan terkait perpanjangan kontrak sebagaimana seharusnya.

Peraturan-peraturan 

Dalam perkara tersebut, korporasi juga dapat dijerat pertanggungjawaban pidana jika ada pegawainya yang melakukan suatu tindak pidana dilihat dari beberapa perspektif peraturan perundangan-undangan yang berlaku di Negara ini seperti :

1. PERMA Nomor 13 Tahun 2016 mengatakan bahwa pertanggungjawaban pidana korporasi tidak hanya terbatas pada hubungan hukum saja antara korporasi dengab yang berkaitan melainkan juga hubungan hukum berupa hubungan kerja atau hubungan lain yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh oknum dalam korporasi tersebut. Berdasarkan PERMA Nomor 13 Tahun 2016 pasal 4 ayat (2), untuk kasus ini korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dengan menilai adanya kesalahan yaitu dianggap membiarkan terjadinya tindak pidana oleh oknum yang melakukannya tersebut serta dianggap tidak melakukan pencegahan seperti kurangnya pengawasan hingga berakibat oknum tersebut melakukan suatu tindak pidana terhadap karyawannya. 

2. Pasal 18 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, menilai bahwa suatu korporasi dapat dibebani pertanggungjawaban pidana atas perbuatan yang dilakukan oleh oknum korporasi tersebut yang dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemberi perintah, pemegang kendali, pemilik manfaat korporasi, dan/atau korporasi berupa denda paling sedikit Rp5 miliar, dan paling banyak Rp15 miliar  jika terbukti ada oknum yang telah melakukan perbuatan kekerasan seksual dan dianggap membiarkan terjadinya hal itu.

3. Dalam KUHPerdata pasal 1367 diatur mengenai tanggung jawab yang dibebankan kepada seseorang atas orang lain yang berada di bawah tanggungan atau dapat dikenal dengan doktrin Vicarious Liability. Diuraikan juga pada pasal ini mengenai pihak-pihak yang dapat dibebankan Vicarious Liability. Di antaranya “Majikan dan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka terhadap bawahannya dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka. Maka dari itu, seseorang yakni subyek hukum berupa orang atau badan hukum (korporasi) yang berperan sebagai majikan ataupun orang yang mengangkat orang lain dapat dibebankan tanggung jawab dari orang lain di bawah tanggungannya. Namun, terdapat batasan yang diatur dalam pasal 1367 ayat (5) bahwa tanggung jawab dapat berakhir jika mereka dapat membuktikan ketidakmampuan usaha pencegahan perbuatan pihak yang menjadi tanggungan mereka. (*)

Andre Desfiyady Rambe, Astri Fuji Astuti, dan Muhammad Ariq Fadilah Sopyan

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pakuan

Editor : Ruri Ariatullah