25 radar bogor

Ancaman Resesi 2023, Pelaku Ekspor Butuh Stimulus dari Pemerintah

Eksportir Kota Bogor, Ade Wardhana (kiri) saat mengunjungi mitra di Belanda.

BOGOR-RADAR BOGOR, Ancaman resesi global semakin menguat menghaapi tahun 2023. Presiden RI Joko Widodo beserta menterinya pun telah mewanti-wanti terkait kesulitan ekonomi yang akan melanda dunia tersebut.

Ancaman resesi itu sudah sangat berdampak terhadap ekspor-ekspor Indonesia. Data Badan Pusat Statitsik (BPS) sendiri telah menyebutkan, ada penurunan tingkat ekspor dalam beberapa bulan terakhir. Bahkan nilainya di atas 10 persen.

Baca Juga: Dilantik, PHRI Kabupaten Bogor Siap Hadapi Ancaman Resesi Ekonomi

Hal itu juga diakui CEO Minaqu Indonesia, Ade Wardhana Adinata. Tingkat ekspor dipengaruhi oleh perdagangan dunia yang lesu dan terdampak polemik perang antar negara. Kondisi itu banyak mempengaruhi para pelaku usaha ekspor yang selama ini mengandalkan daerah tujuan Eropa.

“Makanya kami melakukan strategi switch market, negara-negara mana yang berpotensi crash, kita hindari. Kita coba cari negara-negara yang memiliki fundamental atau kekuatan ekonomi bagus juga, seperti Korea, China, dan termasuk Timur Tengah,” paparnya kepada Radar Bogor.

Menurutnya, salah satu cara itu bisa dilakoni para pebisnis ekspor. Alasannya, agar ekspor dari Indonesia tetap ada pasarnya.

Semua eksportir saat ini tengah berjibaku untuk mempertahankan bisnisnya. Ancaman resesi global pada tahun 2023 mendatang sebisa mungkin diantisipasi dengan mengambil ancang-ancang seperti itu dari sekarang.

Tak hanya itu, menurut Ade, pelaku ekspor juga seharusnya mendapat dukungan dari pemerintah dalam menghadapi tekanan saat ini.

“Kami sih berharap ada relaksasi dari pemerintah terkait bagaimana gairah kami sebagai pengusaha bisa dibangtu melalui stimulus yang berkaitan kemudahan transportasi atau logistik,” bebernya.

Menekan biaya logistik itu bisa menjadi angin segar bagi para pelaku ekspor. Lantaran selama ini, Ade tak menampik biaya yang cukup besar untuk logistik itu. Belum lagi, dihantam dengan lesunya pasar di negara tujuan, semakin menguras ongkos dari para eksportir.

Hambatan pada masa krisis saat ini tentu memaksa pelaku usaha menaikkan harga barang. Namun, pengurangan biaya logistik bisa tetap menjaga harga pasar dari komoditas asal Indonesia.

Baca Juga: Mentan Kunjungi FLOII Convex, Industri Tanaman Hias kian Menggeliat

“Bagaimana biaya shipping kami bisa lebih rendah agar bisa bersaing dengan negara-negara lain (eksportir). Karena biaya ekspor kita relatif lebih mahal dalam biaya logistik,” ungkapnya.

“Kalau harga barang komoditas kita gak bisa naik, namun kita masih ada selisih keuntungan dari biaya logistik yang rendah,” sambung Ade.

Oleh karena itu, dukungan stimulus dari pemerintah sangat penting dalam menghadapi tekanan ekspor tersebut. Dnegan begitu, iklim usaha di Indonesia juga bisa tetap terjaga dan menjadi fondasi menghadapi resesi global tahun depan. (*/mam)