25 radar bogor

Kolagen Laut sebagai Nutrikosmetik yang Potensial di Masa Akan Datang

Kolagen Laut
Mrr. Lukie Trianawati, STP, MSi. penulis Kolagen Laut sebagai nutrikosmetik yang potensial di masa yang akan datang.

PELUANG pasar kolagen laut telah menarik minat dunia industri pangan dan kosmetik dalam dalam dua dekade terakhir. Sifat bioaktif kolagen laut merupakan sumber daya biru yang berpotensi besar secara ekonomis karena aplikasinya yang luas di bidang kesehatan, seperti makanan, obat-obatan, farmasi dan kosmetik.

UU Perlindungan Pekerja Migran Dikritik Kesatuan Pelaut Indonesia

Kolagen laut juga memberikan isu ramah lingkungan karena bahan ini diolah dari produk samping yang berbiaya rendah yaitu dari kulit dan sisik ikan menjadi produk berbasis kolagen dengan nilat tambah yang tinggi.

Sifat bioaktif kolagen laut telah dieksplorasi dalam studi praklinis dan klinis yang menunjukkan bahwa kolagen memiliki sifat non toksik, biodegradable, daya tarik yang tinggi (tensile strength), biokompatibilitas yang tinggi, sifat antigenitas rendah, afinitas dengan air tinggi serta relatif stabil sehingga dapat disiapkan dalam berbagai bentuk sesuai kebutuhan dan mudah dilarutkan dalam air maupun asam (Lee et al. 2001).

Kolagen laut merupakan salah satu kelompok protein yang tidak larut air, yang keberadaannya mencapai 30% dari seluruh protein penyusun tubuh manusia.

Peranan kolagen dalam tubuh manusia sebagai struktur organik pembangun tulang, gigi, sendi, otot dan kulit. Kandungan kolagen dalam tubuh manusia berkurang seiring dengan bertambahnya usia (Draelos dan Thaman 2006).

Secara alamiah sedikitnya 1% kolagen dalam tubuh manusia hilang setiap tahun sehingga pada usia 30 tahun manusia kehilangan kolagen sekitar 15-20% dan pada usia 40 tahun tubuh tidak memproduksi kolagen lagi dan tubuh dapat kehilangan kolagen mencapai 35-40%.

Penurunan jumlah kolagen ini dapat disebabkan karena usia, keberadaan hormon estrogen yang berperan mengubah fibroblas menjadi kolagen serta akibat paparan radiasi UV-A dan UV-B dari sinar matahari. Salah satu solusi untuk mengurangi dampak negatif tersebut yaitu aplikasi kolagen dalam berbagai produk nutrikosmetik dan obat.

Ekstraksi kolagen dari berbagai sisa pengolahan ikan telah banyak dilakukan, antara lain dari gelembung renang (Djailani et al. 2016), sisik ikan haruan (Pamungkas et al. 2018), dari kulit, tulang, dan daging ikan leather jacket (Odonus niger) serta dari berbagai jenis kulit ikan air tawar yaitu nila, lele, dan patin (Aminudin et al. (2015).

Perbedaan utama kolagen dari ikan dengan kolagen dari hewan lainnya adalah nilai biologisnya yang tinggi, kandungan asam amino esensial yang tinggi, dan kandungan hidroksiprolin yang rendah (Muralidharan et al. 2013).

Namun, kolagen dari ikan kurang terikat silang dan kekuatan mekaniknya lebih buruk daripada kolagen yang diekstraksi dari sapi, oleh karena itu perlu dilakukan rekayasa ikatan silang.

Min Cheol Kang, dkk (2018) dalam penelitiannya membuktikan bahwa peptida kolagen tipe I yang diambil dari sisik ikan spesies Oreochromis dapat memperbaiki penuaan kulit yang diinduksi sinar UV B.

Asupan hidrolisat kolagen sebanyak 1000 mg/kg secara signifikan mampu meningkatkan ekspresi kolagen kulit dan menghambat aktivitas matriks metaloproteinase 2, yaitu faktor yang bertanggung jawab pada pembentukan kerutan, oleh karena itu, peneliti menyarankan agar kolagen dapat digunakan sebagai bahan nutrikosmetik dengan efek potensial meningkatkan kelembapan dan menghilangkan kerutan.

Dalam studi Wergedahl, hidrolisat protein ikan yang berasal dari kerangka tulang salmon terungkap dapat mengurangi kadar kolesterol total plasma dan meningkatkan proporsi kolesterol HDL pada tikus Zucker (fa/fa) yang obesitas secara genetik.

Wergedahl dkk. menemukan bahwa tikus yang diberi hidrolisat kolagen salmon memiliki kandungan lipid yang lebih rendah di hati dibandingkan dengan tikus yang diberi kasein.

Demikian juga penelitian Masataka menunjukkan bahwa peptida dari chum salmon atau kolagen rainbow trout dapat mempengaruhi penyerapan lipid dan metabolisme pada tikus dan mungkin berguna dalam menekan peningkatan sementara trigliserida plasma.

Meningkatnya konsumsi marine collagen peptides preparation (MCP) sebagai bahan dalam pangan fungsional dan obat-obatan, maka perlu dilakukan pemenuhan persyaratan keamanan berupa penilaian toksisitas kronis oral.

Berdasarkan studi penilaian toksisitas kronis pertama dari preparasi peptida bioaktif kolagen dari kulit Chum Salmon (O. keta) menggunakan tikus SD, tidak ada efek samping kronis atau toksisitas organ target pada hati yang terungkap dari data biokimia serum atau pemeriksaan histopatologi hati.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian diatas dapat memberikan dasar eksperimental  bahwa  pemanfaatan kolagen laut yang mendapatkan popularitas di masyarakat karena kemampuannya dalam peningkatan kelembaban kulit dan mengurangi kerutan, anti-oksidan, anti-hipertensi dan anti-penuaan kulit dapat digunakan  sebagai alternatife nutrikosmestik yang aman dan halal. (*)

Penulis: Mrr. Lukie Trianawati, STP, MSi.

Sekolah Vokasi IPB

Mahasiswa S3 Ilmu Pangan IPB