Tanpa Pengawet, Resep Risiris Biji Ketapang Terinspirasi dari Anak Berkebutuhan Khusus

Produk Risiris yang ada di Bozz Foods.

RADAR BOGOR, Biji ketapang juga bisa jadi camilan enak keluarga. Buktinya, Yanti mampu mengolahnya menjadi jajanan dengan berbagai varian rasa yang menempel di lidah.

IBU rumah tangga itu mengakui, produk jajanannya ada beberapa varian rasa. Yakni ubi ungu, singkong, dan talas. Semua produk tersebut dijamin Yanti tanpa tepung terigu atau gluten meal. Lantaran ia memang mendedikasikan jajanan itu untuk anak-anak berkebutuhan khusus.

“Ada warga di belakang rumah saya yang punya anak istimewa. Jadi tidak bisa menerima asupan dari makanan bertepung terigu atau gluten. Saya buat makanan khusus untuk anak-anak istimewa tanpa terigu, bebas gluten (gluten-free),” terang Yanti kepada BozzCast (Radar Bogor Group), kemarin.

Tanpa disangka, produk itu justru mendapatkan tempat di hati para penggemarnya. Ia yang awalnya telah menjajal banyak usaha mulai konsisten menciptakan varian baru dari produk biji ketapang itu. Ia sampai merelakan diri keluar dari pekerjaannya di Jakarta hanya demi fokus menjalankan bisnis tersebut.

Uniknya, label Risiris itu ternyata punya alasan mendalam bagi Yanti. Ia sebenarnya tak sengaja menamai produknya itu dengan label tersebut karena sebelumnya telah populer dengan nama Sekarwangi. Sayangnya, nama Sekarwangi telah lebih dulu terdaftar dalam Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI).

“Padahal produk saya itu sudah mulai dikenal luas. Dikenal masyarakat Bogor. Saya ditelepon beberapa kali sama konsultan HAKI untuk diganti namanya. Saya merasa hati saya teriris-iris. Disitulah saya langsung kepikiran pakai Risiris, dari kata teriris-iris itu,” kisahnya yang mengundang tawa.

Produk Risiris yang ada di Bozz Foods.

Ia mengakui, usaha itu merangkak naik dalam beberapa pekan terakhir. Hal itu merupakan suatu kesyukuran bagi Yanti karena sempat mengalami kondisi krisis. Awal pandemi benar-benar menghantam produksi rumahannya itu. Ia terpaksa menarik semua produk yang dititipkannya di ritel-ritel ataupun gerai modern. Nyaris tanpa tersisa produk yang dipasarkannya.

Produk camilan itu menumpuk di rumah. Ia sampai tak tahu lagi produk tersebut mau diapakan. Daya beli masyarakat memang sedang sangat rendah. “Sebelumnya saya memang nangis-nangis (pas pandemi) karena banyak return. Jutaan produk itu teronggok di rumah. Saya rendam saja semuanya untuk jadi pakan ayam dan bebek,” tukasnya lagi.

Ia berhasil menyiasati kendala pemasaran selama pandemi dengan cara blusukan ke toko-toko. Beberapa gerai dianggapnya masih cukup kuat memasarkan produk UMKM Bogor. Salah satunya, sebut Yanti, yakni Bozzfood yang banyak menampung produk-produk rumahan warga Bogor. Ditambah lagi, penetapan PSBB juga mulai melonggarkan beberapa sendi perekonomian.

Selain itu, Yanti juga akan terus menggali inovasi lain untuk produk rumahannya. Ia juga terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar tentang pembuatan produk yang sama.

“Saya terbuka bagi teman-teman yang mau belajar. Saya kasih mereka ilmu kalau mau nanya resepnya apa. Saya yakin, setiap orang ada rejekinya. Beda tangan, beda rasa,” tegasnya. (mam/c)