Protes untuk Pemerintah, Menggugat Ketidakadilan Lewat Gerakan Pasar Gratis Bogor

Gerakan Pasar Gratis Bogor.

BOGOR-RADAR BOGOR, Jual beli biasanya menjadi transaksi umum di pasar. Akan tetapi, sejumlah anak muda di Kota Bogor membalikkan kebiasaaan itu melalui gerakan Pasar Gratis Bogor.

Seorang ibu memilih beberapa lembar pakaian. Matanya nyalang ke tumpukan baju di depannya. Diangkatnya beberapa lembar dan direntangkan lebar-lebar. Ia memperkirakan sebentar ukuran pakaian itu. Jika tak cocok, tangannya akan kembali menggali tumpukan yang lainnya.

Perempuan paruh baya itu tak sendirian. Beberapa orang di sebelahnya juga berlomba-lomba mencari baju atau celana yang pas di badan. Semua barang di atas permukaan spanduk bekas itu bebas diambil siapa saja.

Istimewanya karena tak perlu merogoh kocek. Pun, tak perlu basa-basi. “Semuanya gratis, gratis. Ayo dipilih, gratis, gratis!” riuh suara beberapa anak muda menyemarakkan momen itu.

Anak-anak kecil jauh lebih agresif memilih baju. Mereka selalu meramaikan lapakan baju itu hingga selesai. Tangan-tangan mungil itu justru meraih lebih banyak pakaian dibanding yang bisa digenggam oleh mereka.

Gerakan Pasar Gratis Bogor.

Tujuannya cuma satu, menemukan pakaian yang pas di badan. Barangkali, memamerkan kepada kerabat dan teman-teman menjari bonus tersendiri bagi mereka. “Terima kasih banyak. Ternyata, masih ada yang memperhatikan orang kecil seperti kami,” ucap ibu-ibu paruh baya itu.

Gerakan Pasar Gratis Bogor.

Ia sempat menawarkan uang untuk menggantikan beberapa lembar pakaian elok yang dibawanya. Sayangnya, ditolak secara halus oleh anak-anak muda Pasar Gratis Bogor.

Hal-hal semacam itulah yang kerap dijumpai Takiyuddin Salim dan Rajari setiap kali melapak di beberapa titik Kota Bogor. Mereka membuktikan, masih banyak masyarakat yang tak tersentuh bantuan selama pandemi. Tak heran, apa pun yang ditawarkan gerakan Pasar Gratis Bogor menjadi semacam oase di tengah situasi krisis yang berkepanjangan.

Salah satu pentolan Pasar Gratis Bogor, Takiyuddin sudah berulang kali merasakan sendiri desir-desir halus di dadanya. Kebahagian itu meluap dari sekadar senyuman dan ucapan terima kasih warga. Interaksi yang benar-benar tulus, bukan karena transaksi. Mereka, rakyat kecil, benar-benar ikut terwakili dengan kemunculan Pasar Gratis Bogor.

“Banyak yang bilang, kita gerakan amal. Padahal bukan. Berkali-kali kami selalu bilang bahwa kami bukan gerakan kemanusiaan ataupun bakti sosial. Ini cara protes dan sindiran kami secara tidak langsung kepada pemerintah,” tegas lelaki berusia 20 tahun ini.

Gerakan itu memang murni muncul dari keresahan Taki dan temannya, Raja dalam mengamati situasi krisis di tengah pandemi, Mei silam. Pemerintah dianggap terlalu lamban dalam memberikan bantuan kepada masyrakat yang terdampak. Bahkan, banyak pula yang sama sekali tak mendapat bantuan yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah, baik daerah maupun pusat.

Taki bercerita, keresahan itulah yang menggerakkan kaki dan tangan mereka menuju ke jalan. Gerakan yang sama telah lebih dulu muncul di kota lain, yakni Bandung. Tersisa, mengadaptasi dan mengaplikasikan metode serupa di wilayah Bogor.

“Raja yang awalnya mengajak saya, karena kebetulan kami teman semasa sekolah dulu. Saya langsung sambut dan bergerak mengumpulkan donasi dari teman-teman, via media sosial (medsos) juga, seperti Twitter dan Instagram. Hasilnya, lumayan banyak dan bisa kami salurkan kepada masyarakat dalam bentuk melapak pasar gratis itu,” beber Taki.

Gerakan Pasar Gratis Bogor.

Gerakan yang menggaungkan slogan “Not charity, this is protest” ini pun terus berkembang dalam menjalankan aksinya. Tak hanya melapak pakaian gratis, mereka juga menyediakan makanan gratis. Untuk mendekatkan diri dengan anak-anak, ada juga mewarnai gratis.

Sesekali, mereka juga berkolaborasi dengan lapak baca di Bogor untuk menyediakan bahan bacaan gratis. Ditambah lagi, potong rambut gratis juga akan menjadi alternatif warga yang ingin mencukur tanpa biaya. “Karena ternyata kita temukan juga ad warga yang bahkan untuk membayar cukur rambut saja tidak mampu,” imbuhnya, saat dijumpai Radar Bogor, kemarin.

Mereka kerap berpindah-pindah titik dalam menggelar lapakan. Bahkan, area kabupaten juga menjadi sasaran agenda rutin mereka, misal Cibinong, Citeureup, hingga Parung. Baru-baru ini, Taki dan teman-temannya melapak dadakan di sekitar Pancasan, Kota Bogor.

Gerakan yang menjadi oase bagi rakyat marginal itu memantik banyak dukungan. Taki menceritakan, pernah mendapatkan bantuan langsung di lokasi lapakan mereka, Suryakencana, secara dadakan. Ibu-ibu yang mengendarai mobil mewah membawakan puluhan nasi kotak untuk mereka. Itu setelah si ibu bercakap-cakap sebentar dan mengetahui maksud dari gerakan Pasar Gratis Bogor.

“Awal-awal memang kita sering menggalang donasi. Tapi, semakin kesini, orang-orang dengan sendirinya menawarkan donasi untuk mendukung gerakan ini. Kami punya banyak stok yang akan disumbangkan di lapakan-lapakan selanjutnya. Kalaupun ada teman-teman yang juga ingin bikin gerakan yang sama, kami terbuka untuk mensuplai mereka,” terang lelaki yang bekerja di minimarket modern ini.

Penggerak lainnya, Raja juga berharap aksi mereka tak berhenti jika pandemi telah berakhir. Selama ketidakadilan di negeri ini hadir, mereka muncul sebagai salah satu alternatif menggaungkan protes. Perjuangan elemen-elemen anak muda ini pun terus diperlebar hingga ke wilayah lainnya.

“Yang gabung disini kan banyak (setiapnkali melapak). Sebenarnya tidak cuma mahasiswa atau organisasi. Kita juga tidak punya struktur atau hierarki. Intinya ya bentuk protes terhadap ketidakadilan,” papar Raja, yang menjalani kuliah di Universitas Pakuan (Unpak) ini.

Gerakan ini murni bersentuhan langsung dengan masyarakat kecil, namun tak jarang mereka mendapatkan intimidasi dari aparat. Lapak mereka mendapatkan pengawasan yang ketat lantaran dianggap menyebabkan kerumunan. Bahkan, pernah dibubarkan. Meski begitu, anak-anak muda ini enggan berdiam diri di rumah melihat ketidakdilan selama pandemi. (mam)