Banyak Menuai Polemik, Bupati Bogor Tinggalkan Beras Bulog

Bupati Ade Yasin saat meninjau Gudang Bulog Dramaga, 29 April 2020 lalu.

CIBINONG-RADAR BOGOR, Banyaknya beras bantuan sosial (bansos) yang dikeluhkan masyarakat, membuat Bupati Bogor, Ade Yasin geram. Kini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, segera menyalurkan bansos tahap kedua.

Kali ini, Bupati Bogor terpaksa mengganti pihak penyedia beras. Bupati Bogor, Ade Yasin menerangkan, tak lagi melibatkan Bulog untuk memenuhi persediaan beras bagi warga yang terdampak Covid-19.

Ia menganggap, tugas Bulog sudah selesai di tahap pertama. Menurutnya, sebanyak 600.000 ton sudah berhasil disalurkan, meski diwarnai dengan berbagai polemik akibat kulaitas beras banyak dikeluhkan masyarakat.

“InsyaAllah kami ingin lebih lancar, lebih cepat dan kualitasnya lebih baik. Kemungkinan tahap kedua ini kita bekerja sama dengan BUMD, Pasar Tohaga, untuk penyaluran beras tahap kedua kepada 200.000 RTM (Rumah Tangga Miskin),” ungkapnya, usai rapat evaluasi di Pendopo Bupati, Jumat (3/7).

Ketua DPW PPP Jabar itu menegaskan, harganya harus lebih murah. Ade tak ingin lagi, terjadi penyaluran beras yang sempat membuat warga mengeluh, lantaran mengandung kutu dan berdebu.

Menurut Ade, BUMD-pun bisa tumbuh dengan terlibat dalam upaya penyaluran bansos tahap kedua ini. Ditambah, BUMD juga akan memaksimalkan peran petani lokal. Tak hanya wilayah Bogor, ada juga dari Garut, Cianjur, hingga Sukabumi.

“Kita lihat perkembangannya, kalau bagus, kita kerja samakan lagi. Kalau jelek kita cari yang lebih bagus. BUMD sudah menyampaikan mengambil beras dari beberapa kota, itu beras baru. Maka kami yakin ini bisa berhasil. Kalau ternyata tidak bagus, itu bisa diputus juga di tengah jalan, kalau memang tidak komitmen,” terang mantan advokat ini.

Direktur Utama PD Pasar Tohaga, Haris Setiawan mengakui, opsi menggandeng BUMD itu disambutnya sangat baik. Pihaknya telah menawarkan konsep kepada pemkab Bogor. Spirit pemberdayaan gabungan kelompok tani (gapoktan) ditekankan dalam penyediaan beras-beras lokal. “Kalaupun kita dapat (ditunjuk), prioritasnya bagaimana agar beras Bogor bisa terserap,” imbuhnya.

DPRD Kabupaten Bogor, memang telah memberikan rekomendasi atas temuan-temuan bansos di tahap pertama yang lalu. Diantaranya seperti perbaikan kualitas beras, perubahan sistem diatribusi, hingga jika memungkinkan perubahan kontrak dengan penyedia beras seperti Bulog.

“Sedari awal kita kaget dengan Bulog sebagai monopoli penyediaan beras itu. Ternyata, stoknya sempat kosong. Kita sudah periksa ke semua kantong-kantong penyimpangan Bulog waktu itu,” ungkap anggota Komisi II DPRD Kabupaten Bogor, Irvan Baihaqi kepada Radar Bogor.

Hal itu, yang membuat para legislator untuk menyarankan opsi lain dalam penyediaan stok beras. Tidak hanya mengandalkan Bulog. Banyak penyedia lain yang terpercaya dan bisa menjadi alternatif penyedia berasnya.

Jika masih ditunda-tunda mengevaluasi hal-hal mendasar semacam itu bisa berimbas pada keterlambatan tahap kedua dan ketiga

“Selain warga jadi korban, bupati juga jadi korban karena keterlambatan ini. Prinsipnya kita tetap membantu pemda (mengawal penyaluran bansosnya), tidak mempermasalahkan secara hukum. Kita ingin sama-sama program ini tetap jalan, masyarakat tetap diutamakan. Catatannya harus ada perubahan yang berani lah,” pungkasnya. (mam/c)