25 radar bogor

Cerita Kapten Bambang Hadi yang Sekeluarganya Pilot

KELUARGA PILOT: Kapten Bambang Hadi bersama keluarga kecilnya yang mayoritas memilih menjadi pilot.

Ramadan kerap kali dijadikan sebagai momen berkumpul keluarga untuk merekatkan silaturahmi. Namun, berbeda dengan keluarga Kapten Bambang Hadi yang mayoritas anggota keluarganya berprofesi sebagai pilot. Meski satu sama lain jarang jumpa, rupanya, tali silaturahmi tetap terjalin erat dengan mengandalkan gawai (gadget).

Bukan sebuah takdir yang diniatkan memiliki beberapa anggota keluarga berprofesi sebagai pilot. Bahkan, Bambang Hadi yang berprofesi sebagai pilot di PT Indonesia Air Transport itu pun merasa heran ketika memiliki menantu yang juga berprofesi pilot. Setahun lalu, anak sulungnya menikah dengan Zul Ferdi, seorang pilot di tempat perusahaannya bekerja. “Jodohnya pilot, sama seperti adiknya dan ponakan saya,” paparnya kepada Radar Bogor.

Anak keduanya, Muhammad Wiratama, yang merupakan seorang pilot di maskapai Indonesia Air Asia tidak dipersiapkannya untuk menjadi pilot. Ia sempat mendaftarkan Wiratama untuk kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB). Tapi, rupanya, Wiratama memilih jalan lain. Dia nekat untuk melepas almamaternya meski baru menimba ilmu selama kurun waktu tiga bulan.

Ketika itu, Wiratama mengikuti jejak ayahnya di bidang penerbangan dengan daftar di sekolah penerbangan All Asia Aviation (AAA). Hanya menelan waktu satu tahun, ia berhasil lulus dan melanjutkan pendidikan selama enam bulan di Malaysia. Keinginannya tersebut pun tak sia-sia. Sejak menjadi pilot pada 2014, Wiratama kini sudah mengantongi sekitar 2.800 jam terbang. “Saya tidak menuntut mereka jadi apa, tapi ternyata mereka mengikuti jejak saya. Sudah saya tekankan, kalau memang mau beralih ke penerbangan harus tekun, sungguh-sungguh, dan akhirnya dia berhasil,” kata Kapten Bambang.

Sama halnya dengan Bambang, sejak kecil ia pun keukeuh ingin mengikuti jejak ayahnya yang berprofesi sebagai TNI Angkatan Darat. Tapi sayang, dirinya terpincut lowongan pendaftaran TNI Angkatan Udara (AU) yang lebih dulu dibuka. Maka, ia memulai kariernya sebagai TNI AU setelah lulus sekolah penerbangan pada 1985. “Saya sempat ikut Operasi Seroja di Timor-Timor tahun ’86, di Papua Operasi Patok dan operasi-operasi kemanusianaan lainnya,” terangnya.

Namun, setelah sepuluh tahun berkiprah dan mengikuti operasi kemanusiaan di berbagai wilayah Indonesia, Kapten Bambang mengundurkan diri lantaran ingin menguji nasib di perusahaan penerbangan sipil. Tapi, dengan menjadi pilot di perusahaan sipil tak membuatnya lepas dari aktivitas kemanusiaan. Helikopter yang dikemudikannya untuk mengangkut personel pekerja tambang ke tengah laut, terkadang digunakan untuk mengangkut personel yang cedera akibat kecelakaan kerja.

Rutinitasnya sebagai pilot, tak jarang membuatnya harus terbiasa tidak tidur di rumah. Dirinya baru kembali menginjakkan kaki di rumahnya yang berlokasi di Bukit Cimanggu City, Kecamatan Tanahsareal, itu ketika dua minggu bertugas. Untuk itu, Kapten Bambang paham betul untuk benar-benar merajut kebersamaan keluarganya meski jarang jumpa.

Selain mengandalkan gawai untuk mempererat tali silaturahmi keluarganya, ia juga selalu punya cara lain. Seperti halnya Idul Fitri mendatang, ia berencana menggiring seluruh anggota keluarganya merayakan Lebaran di Bali. Alasannya, Idul Fitri mendatang bertepatan dengan wilayah tugas Kapten Bambang dan beberapa anggota keluarga lainnya yang juga kebetulan berdinas di Bali.(rp1/c)