CIBINONG–RADAR BOGOR, Tunggakan piutang pajak bumi dan bangunan (PBB) perkotaan dan pedesaan (P2), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor mencapai Rp1,29 triliun. Namun, Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Bogor pesimitis, piutang PBB P2 tersebut dapat tertagih seluruhnya.
Musababnya, kata Kepala Bappenda Kabupaten Bogor Dedi A Bachtiar, Rp500 miliar piutang PBB diklasifikasikan tidak bisa tertagih. Salah satu penyebabnya, objek pajak yang tidak terdeteksi wajib pajaknya. “Bisa diklasifikasikan tidak tertagih. Permasalahannya banyak. Seperti objek PBB yang tidak bertuan, ada sekitar 40 persen atau Rp500 miliaran,” kata Dedi.
Dedi melanjutkan, faktor penyebab lainnya mulai dari objek pajak yang berpindah wajib pajak (wp) atau berubah menjadi fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos-fasum). Paling parah, satu objek pajak dimiliki hingga tujuh WP. “Ini agak sulit tertagih. Maka, kita klasifikasikan ini tidak akan tertagih. Karena sulit untuk mencari siapa WP-nya,” paparnya.
Lebih lanjut Dedi menuturkan, setiap tahun, Bappenda selalu menemukan masalah serupa dalam menelusuri objek PBB. Penghapusan objek pajak kerap dilakukan jika ternyata ada dobel anslag maupun WP yang tidak jelas.
“Kalau ada yang merasa dirugikan, nanti kami pertimbangkan sesuai permohonan mereka. Seperti sekarang objeknya bukan nama saya lagi, tapi sudah nama orang lain, tetapi tagihan masih ke saya. Nanti bisa diselesaikan datanya,” ujarnya.
Meski perkiraan piutang tidak tertagih cukup tinggi, sambung Dedi, Bappenda masih mendapati kesadaran masyarakat untuk membayar pajak meningkat. Tahun ini saja, Rp60 miliar piutang PBB terbayarkan. Di sisi lain, kini Bappenda juga sedang menggodok Peraturan Bupati (Perbup) Bogor untuk pengampunan denda piutang PBB. Dedi menargetkan, perbup itu bisa diterapkan mulai Oktober.
“Harapannya, meningkatkan animo masyarakat untuk menyelesaikan piutang PBB mereka. Dengan demikian, akan mempermudah dan mengurangi catatan piutang Pemkab Bogor,” katanya.
Biasanya, kata dia, WP baru membayar PBB setelah surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) diterbitkan. Menurut Dedi, ada 13 juta SPPT milik WP yang yang belum membayar PBB P2.
“SPPT kita distribusi terus. Nah, denda keterlambatan kita hitung setelah SPPT diterima WP. Kalau ternyata SPPT tidak sampai, maka WP bisa mengajukan keringanan denda keterlambatan yang diatur lewat perbup itu nanti,” jelasnya.
Dedi menambahkan, piutang PBB membengkak dibanding tahun sebelumnya, yang mencapai Rp1,1 triliun. Menurut Dedi, lebih dari 40 ribu bidang milik wp dibangun menjadi kompleks perumahan dan tidak didaftarkan pengembang, sehingga Bappenda belum bisa menagih PBB dan bea perolehan hak tanah dan bangunan (BPHTB).
Terpisah, anggota Komisi II DPRD Kabupaten Bogor Hendrayana mengatakan jika perbup dianggap perlu untuk pengampunan piutang PBB, maka perlu direalisasikan secepatnya. Pasalnya, piutang terus menjadi catatan setiap kali BPK melakukan audit.
“Sudah tahu beberapa tahun belakangan ada temuan soal piutang PBB itu. Kalau mau diampunkan lewat perbup, ya tidak apa-apa. Asalkan, latar belakang piutang yang akan diampunkan jelas. Jangan pengusaha,” kata Hendrayana.(wil/c)