25 radar bogor

Deradikalisasi yang Logis dan Humanis

Yusfitriadi
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Yusfitriadi
Yusfitriadi
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Yusfitriadi

RADAR BOGOR – Fenomena aksi teror yang menggemparkan jagad nusantara akhir-akhir ini, mendapatkan respon yang amat beragam.

Baik itu dilontarkan oleh aktor-aktor penegak hukum, politisi, para pengamat maupun netizen yang menghiasi berbagai media sosial.

Bermacam-macam narasi dengan bebas dan gaduh dilontarkan oleh siapa saja. Ada narasi yang heroik, narasi perspektif maupun narasi penegakan hukum.

Namun, dari semua narasi yang berkembang, nyaris tak mampu meminimalisir terjadinya aksi-aksi teror di negeri ini. Hampir setiap tahun aksi terror terjadi di Indonesia, bahkan aksi terror yang diindikasikan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua sangat sering terjadi, dan selalu saja aksi-aksi terror tersebut menelan korban, baik dari pihak penegak hukum maupun pelaku aksi terror itu sendiri.

Ketika kondisi ini hanya direspon dengan kegaduhan narasi, maka bukan tidak mungkin akan memacing para pelaku terror baru yang lebih massif.

Oleh karena itu, tata kelola penanganan yang efektif harus mendapt perhatian dari semua elemen bangsa ini.

 

Penanganan dari Hulu

Jika nalar kita membawa kepada sebuah keyakinan bahwa berbagai aksi terror yang terjadi dibelahan dunia ini termasuk di Indonesia sebagai bentuk implementasi keyakinanya atas radikalisme dengan basis apapun, maka kita akan dingatkan kepada ideology diantaranya yang membentuk mindset radikalisme.

Sehingga, penanganan kontra radikalisme, tentu saja tidak bisa hanya ditekankan pada tindakan penegakan hukum, yang saat ini sering dilakukan oleh para penegak hukum.

Sehingga, terkesan mengesampingkan penanganan akar masalah yang mengakibatkan anak bangsa ini melakukan aksi terror bahkan dengan sukarela dan bangga mengorbankan nyawanya dan nyawa orang lain.

Ketika negara dan seluruh elemen masyarakat acuh terhadap akar masalah yang mengakibatkan berbagai perilaku aksi terror ini, maka selama itu juga aksi terror akan terus terjadi. Sehingga negara dengan partisipasi masyarakat harus berfikir keras mencari formulasi penanganan radikalisme yang bermuara para aksi terror ini dari hulu, bukan hanya di hilir.

Penanganan dari hulu sebagai bentuk pencegahan dan memetakan akar masalah keyakinan terhadap radikalisme yang diimplementasikan melalui aksi-aksi terror.

 

Pendekatan Logis dan Hmanis

Pendekatan represif tidak akan mampu menyelesaikan berbagai aksi terror, justru bisa jadi kondisi ini yang menumbuhsuburkan generasi-generasi “jihadis” masa depan.

Karena secara psikologis pendekatan represif akan memancing emosional bahkan mungkin mengakibatkan dendam yang cukup mendalam.

Berbagai program deradikalisasi yang dilakukan oleh pemerintah saat ini, sangat tidak efektif untuk memutus mata rantai berbagai aksi terror di Indonesia.

Yang saya fahami program deradikalisasi yang dilakukan pemerintah bebasis narapidana dan mantan narapidana teroris dalam bentuk kegiatan ceremonial.

Sehingga, bagaimana penanganan pencegahan bagi masyarakat, penanganan media sosial, penanganan memutus jaringan dan sebagainya.

Selain itu, dengan affimasi yang sering disampaikan pemerintah terkait istilah radikalisme dan radikalisasi terkadang tidak tepat, tindakan represif dalam menangani terorisme direspon tidak humanis oleh berbagai kalangan.

Sehingga, selain penanganan yang harus dimulai dari hulu, penanganan tersebut harus menggunakan pendekatan yang logis dan humanis.

Seperti : Pertama, Pemetaan terhadap aktifitas kelompok milenial baik mahasiswa, pelajar maupun kelompok muda yang lain melalui berbagai macam penelitian dan survei tentang pandangannya terhadap negara dan ideologi bangsa.

Dengan data tersebut maka akan didapatkan gambaran apa yang menjadi pandangan kelompok muda tentang radikalisme dan terorisme, serta pandangannya terhadap ideology bangsa. Dengan demikian penanganan akan sistematis dan terukur.

Kedua, melibatkan kelompok masyarakat atau organisasi keagaam dan kemasyarakat, perguruan tinggi dan kelompok-kelompok lainnya dalam mencari formulasi penanganan radikalisme dan terorisme, supaya bisa menemukan penanganan yang humanis.

Ketiga, Pengawasan dan screening terhadap akun dan narasi di media sosial yang harus dioptimalkan. Saat ini sebuah akunt atau narasi baru dikeyahui mengandung konten radikal atau teros serta indikasi terhubung dengan organisasi terorisme ketika sudah terjadi aksi terror. (*)

Yusfitriadi

Direktur DEEP Indonesia dan Ketua Yayasan Visi Nusantara Maju