RADAR BOGOR-Kondisi global yang semakin luar biasa tantangannya memerlukan kepada suatu panduan agama agar kita tidak gagap dengan fenomena termasuk terhadap perbedaan kultur, budaya, suku hingga agama.
Baca Juga : SD Islam Imam Syafii Raih Prestasi di SIPAN Festival Ramadan, Unggulan di Bidang Diniyyah
Panduan agama itu bernama Fikih Koeksistensi atau dalam bahasa arabnya Fiqh at-Ta’ayusy as-Silmy. Urgensinya gagasan ini adalah bagian dari cara bagi manusia untuk tetap saling berinteraksi dan berkomunikasi tanpa memandang latar belakang perbedaan.
Memiliki tujuan yang sama seperti kedamaian, ketentraman dan ketenangan yang berimplikasi lebih luas dengan jauhnya dari rasa takut, permusuhan, ketidakadilan, kezaliman dan lain-lain.
Tiga pokok Fikih Koeksistensi:
Pertama, Senantiasa berinteraksi dengan baik dan berakhlak mulia seperti memiliki rasa keadilan, kasih sayang, welas asih, pemaaf.
Satu tugas utama Nabi Muhammad saw adalah sebagai penyempurna akhlak
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.”
Imam Ibnu Abdil Barr dalam kitabnya At-Tamhid menjelaskan bahwa maksud “صَالِحَ الأَخْلَاقِ “ dalam makna Hadis ini adalah seluruh kebaikan yang ada, termasuk nilai-nilai agama, baik itu ada dalam seseorang keistimewaan, kebaikan dan keadilan.
Kedua, Keadilan. Dapat diartikan menyimpan sesuatu pada tempatnya. Ini menunjukkan bahwa agar di setiap dalam diri kita harus memiliki rasa keadilan dengan siapapun juga kita berinteraksi.
Baca Juga : Helat SmartTren Ramadan, SMAN 10 Kota Bogor Gelar Doa Bersama Hingga Bagikan Ratusan Sembako
Ketiga, Kebebasan individu. Hak dasar setiap orang untuk membuat Keputusan dan bertindak sesuai dengan keinginannya sendiri. Terpatri dalam dirinya memiliki rasa toleransi, serta menerima the others. (*)
Penulis : Mahir Mohamad Soleh, Lc.
Sarjana Hadis Universitas Al-Azhar Mesir
Editor : Yosep
