25 radar bogor

Program Indonesia Pintar Selamatkan Pelajar yang Hampir Putus Sekolah

Siswa Penerima Bantuan PIP

JOGJAKARTA-RADAR BOGOR, Aktivasi rekening Program Indonesia Pintar (PIP) masih jadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi siswa di daerah. Pasalnya, akses menuju kantor bank yang ditunjuk kerap tak mudah.

Baca Juga : Sekolah Umum Kabogoran Luluskan Siswa Putus Sekolah di Bogor

Seperti yang dialami para siswa penerima PIP di SMA Negeri 1 Samigaluh, Kulon Progo, Jogjakarta. Mereka harus menempuh waktu lebih dari satu jam ke kota untuk mengaktivasi rekening PIP-nya.

Padahal, menurut Kepala Sekolah SMA N 1 Samigaluh Sugeng, jumlah penerima PIP di sekolahnya cukup banyak. Ada 71 siswa. Belum lagi, mereka berasal dari keluarga kurang mampu yang tidak semua memiliki kendaraan.

“Aktivasi sebetulnya lancar. Tapi harus ke BNI Sentolo, sejam dari sini. Padahal anak-anak belum punya SIM, tidak punya motor. Jadi agak kesulitan,” ujarnya ditemui dalam acara press tour pusat layanan pembiayaan pendidikan Kemendikbudristek, di Jogjakarta, Minggu (12/11).

Dia mengatakan, ada pembagian bank untuk pencairan di tiap jenjang. Untuk SMA dan SMK, aktivasi dan pencairan dilakukan melalui Bank BNI. Sementara, di wilayahnya tidak ada.

Sebetulnya, kata dia, pihak sekolah telah membantu untuk memfasilitasi para siswa tersebut. Namun, dia tetap berharap ada kemudahan yang diberikan bagi para siswa yang berada di daerah agak terpencil.

“Kami berharap, banknya mungkin disesuaikan dengan daerah. Karena akses untuk di desa itu kan BRI ya,” ujarnya.

Diakuinya, impact dari PIP ini cukup besar bagi peserta didik di sekolahnya. Mereka jadi lebih fokus dalam belajar lantaran tak perlu lagi kepikiran soal biaya-biaya untuk kelengkapan sekolah.

Sejak awal pun, lanjut dia, pihak sekolah secara aktif mendata siswa kurang mampu untuk bisa memperoleh beasiswa PIP ini. Harapannya, beasiswa bisa membantu mereka bertahan dan tidak putus sekolah.

“Tapi, ternyata ada siswa yang benar-benar tidak mampu tapi tidak masuk DTKS (data terpadu kesejahteraan sosial, red) jadinya akhirnya mereka tidak bisa daftar,” ungkapnya. Hal ini, kata dia, kemungkinan lantaran dulunya masuk dalam kategori berkecukupan. lalu, orang tuanya meninggal atau terkena PHK sehingga perekonomiannya turunm

Atas kondisi ini, biasanya pihak sekolah akan melakukan pertemuan dengan orang tua untuk menyampaikan kondisi mereka. Lalu membimbing mereka terkait hal-hal yang perlu dilakukan. Sehingga, anak-anak mereka bisa ikut didaftarkan di tahun depan.

Lebih Fokus Belajar Usai Terima PIP

Bayu M. Ridlo, 16, mengaku terselamatkan berulangkali oleh PIP. Tak sekali dua kali dia berniat berhenti sekolah dan mulai bekerja demi membantu orang tuanya. Namun, keingan itu pupus usai dirinya menerima beassiwa PIP.

Meski nominalnya tak terlalu besar, Rp 1 juta per tahun, minimal dirinya tak perlu risau untuk membayar biaya pondok pesantren dan kebutuhan sekolah lainnya. Ia tak perlu terlalu merepotkan kedua orangtuanya.

Hal ini pun berefek besar pada kegiatan belajarnya. Bayu jadi lebih bisa fokus belajar. Hasilnya pun, dia berhasil masuk 10 besar.

“Lebih ke pikiran sih. Jadi lebih tenang. Sebelumnya kan mikir gimana dapat uang, gimana bayarnya nanti,” tutur siswa kelas XI SMA N 1 Samigaluh tersebut.

Baca Juga : Ganjar Bertekad Akan Mensejahterakan Atlet Indonesia, Melalui Program Si Sakti

Meski begitu, putra pertama pasangan Kuswanto dan Ngaliyah ini tetap menjalankan kerja sampingannya. Ketika libur sekolah, dia biasanya menerima segala pekerjaan yang mampir padanya. Misal jadi buruh petik cengkeh. Dia berharap, dengan kerja sampingan ini, keuangan keluarganya bisa sedikit terbantu. (JPG)

Editor : Yosep/Welinda-PKL