BOGOR-RADAR BOGOR, Ketua Visi Nusantara Maju, Yusfitriadi memandang sikap bingung dan ocehan salah satu Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Saldi Isra soal putusan perkara no 90/PUU-XXI/2023 tentang gugatan batas usia Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) hanya gimik dan drama Korea semata. Pandangan itu disematkannya pada Saldi, apabila sang Hakim tidak mundur dan masih merasa nyaman di MK.
Sebab menurut Yus, jika Saldi tidak mundur, situasi itu berarti sengaja dibuat agar publik menilai ada yang berbeda, hakim di MK tidak hanya Anwar Usman, padshal faktanya mereka sama saja.
“Jika Sadil Isra dan yang lain yang selama ini ngoceh-ngoceh merasa aneh dan janggal masih nyaman di MK berarti ini hanya drama korea hanya seakan akan saja. Ingin dianggap benar oleh publik.
Karena urusan MK masih panjang, bagaimana dengan gugatan hasil Pemilu, hasil Pilkada karena MK-nya masih sama pula,” ujarnya dalam Diskusi Media yang digelar Komite Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia) pada Selasa (17/10).
Yus menganggap putusan MK pada Senin (16/10) kemarin justru mempertegas ancaman demokrasi justri berada di sisi dalam bukan di luar. Sebab MK yang dilihatnya sebagai benteng demokrasi malah menjadi lembaga yang paling mengancam kualitas demokrasi.
Baca juga: Hakim Saldi Isra Keheranan Atas Dikabulkannya Gugatan Mahasiswa Unsa oleh MK
Lebih keras, Yus menilai kondisi ini semakin menguatkan sikap Jokowi yang membangun dinasti politik setelah deretan upaya yang sebelumnya dilakukan seperti terpilihnya Gibran menjadi Wali Kota Solo, Bobby Nasution menjadi Wali Kota Medan, dan tidak mundurnya Anwar Usman dari kursi Ketua MK meski telah beripar dengannya.
Hal itu disebutnya sebagai penghianatan terhadap amanat reformasi yang seharusnya bebas dari nepotisme. Sebab hanya Jokowi yang menurutnya membangun dinasti politik di era pasca reformasi.
“Ini membuat eskalasi politik makin panas yang akan berdampak politik. Serta berpotensi terjadi perang terbuka antara Megawati, Ganjar, PDI Pejuangan dengan Jokowi dan kekuatan politik yang diendorsenya, kika pada akhirnya Gibran berkenan dipinang Prabowo,” tutur Yus.
Dikesempatan yang sama, Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Hurriyah mengatakan putusan MK pada Senin (16/10) sorw menjadi titik luminasi dari upaya-upaya sistematid, politis aktor elektoral untuk menyanotase demokrasi di Indonesia.
“Akhir akhir ini sulit merasa kaget karena memang sejak 10 tahun terakhir ada upaya terus menerus dari pimpinan eksekutif yang notabene dipilih demokratis untuk menggunakan popularitas, kekuasaan mereka dalam rangka memandulkan demokrasi,” tutur dia.
Baca juga: Sandingkan Putusan MK dengan Japres PPDB, Bima : Jalan Tol Buat Kepala Daerah
Koordinator Tepi Indonesia, Jeirry Sumampow menerangkan diskusi itu sengaja dilakukan dengan harapan mendapat respon dan reaksi positif dari publik dari putusan yang dinilainya berpengaruh pada proses dan tahapan pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang berlangsung 2 hari ke depan pada Kamis (19/10).
“Diberikan tema itu karena bagian dari cara kami merawat kewarasan karena melihat ada gejala negatif dari putusan MK ini. Karena sulit melihat tidak adanya hubungan antara putusan MK ini dengan upaya untuk mrmuluskan pencalonan Gibran menjadi Cawapres yang kecenderungannya ke Prabowo,” ucap dia. (Fat)
Penulis: Reka Faturachman
Editor: Rany Puspitasari