BOGOR-RADAR BOGOR, Pakar hukum tata negara sekaligus pengamat politik, Refly Harun menilai langkah kepolisian kurang serius dalam menangani insiden lemparan botol air mineral saat acara diskusi bersama akademisi Rocky Gerung di Kopi Nuri, Sleman, Yogyakarta, Jumat (8/9).
Refly Harun menyebutkan, insiden yang masuk tindakan pidana itu bukan masuk delik aduan. Oleh karenanya, polisi yang berada di lokasi seharusnya dapat langsung menangkap pelaku.
Baca Juga: Gerindra Pastikan Tak Ada Ancaman Apapun Jika Prabowo jadi Presiden 2024
“Karena paling tidak itu tindakan pidana yang tertangkap tangan. Pelaku ada di tempat, polisi ada di tempat, video rekaman juga ada sehingga tidak diperlukan lagi aduan,” kata Refly Harun saat berkunjung ke Graha Pena Radar Bogor, Minggu (10/9).
“Ngapain lagi saya mengadukan karena polisi atau penegak hukum melihat dengan mata kepala sendiri melempar, justru saya yang tidak melihat,” sambung dia.
Saat kejadian, Refly Harun mengaku berada di atas panggung sehingga tidak melihat secara langsung siapa yang melempar botol air mineral.
Sedangkan, saat kejadian ada banyak saksi mata yang melihat dan sudah ada beberapa postingan video yang diduga pelaku pelemparan botol mineral.
“Saya tidak mau menyebut namanya tapi profilnya yakni rambutnya panjang, pakai atribut merah putih dan itu tersebar di mana-mana, dan saya melihat di beberapa media sehingga tidak perlu melakukan aduan,” imbuh dia.
Refly Harun justru mengkritisi langkah kepolisian yang masih mencari sosok pelaku pelempar botol air mineral itu. “(Jadi) kalu lolisi mau mencari dulu, ngapain dicari? Orang sudah tersebar di mana-mana,” ucap dia.
Refly Harun juga menyayangkan upaya intimidasi yang saat ini menimpa dirinya. Sementara selalu ada ajakan Pemilu 2024 yang damai.
Baca Juga: Besok, Rocky Gerung Bakal Berikan Kuliah Umum Unida
Menurut dia, jika Pemilu damai itu adalah tanpa ada kekerasan fisik dan kekerasan verbal maka provokasi hingga kekerasan fisik dengan cara melempar botol mineral sama dengan membatalkan Pemilu damai.
Ia juga menambahkan, dalam sebuah negara demokrasi boleh berbeda pendapat, asalkan jangan melakukan tiga hal yakni membahayakan nyawa, menyentuh fisik, dan merusak properti.
“Kalau bersifat lidah dan sebagainya silakan. Sedangkan kalau saya punya standar demokrasi yang tinggi, orang mau ngatain saya gak saya pikirkan. Ini jelas datang dan bawa pasukan, teriak dan lempar botol, tidak diapa-apain,” sesalnya.(*)
Reporter: Dede Supriadi
Editor: Imam Rahmanto