BOGOR-RADAR BOGOR, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (APIK) Jawa Barat mengajukan permohonan Praperadilan pada Pengadilan Negeri Bogor terkait pembatalan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus pemerkosaan terhadap pegawai honorer di Kementerian Koperasi Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM), ND.
Sidang Pertama Praperadilan penghentian proses hukum kasus ND digelar di Pengadilan Negeri Bogor Kelas IA, Senin (21/8).
Baca Juga: Kompolnas Desak Kasus Pemerkosaan Pegawai Kemenkop Dibuka Kembali
Direktur LBH APIK Jawa Barat (Jabar), Ratna Batara Munti menjelaskan, permohonan Praperadilan itu dilakukam dengan harapan Hakim PN Bogor dapat memeriksa dua SP3 yang diterbitkan pihak kepolisian dapat dibatalkan sehingga proses hukum kasus pemerkosaan terhadap ND oleh 4 pegawai Kemenkop UKM dapat dilanjutkan.
“Kasus pidana ND sebetulnya berhasil dibuka kembali atas dasar gelar perkara khusus di Polda Jabar apda tanggal 7 Desember 2022. Polresta Bogor Kota kemudian menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Lanjutan Nomor: SP.Sidik/251/XII/RES.1.24/2022/SatReskrim di tanggal yang sama,” ucapnya.
Ratna mengatakan saat itu Kapolresta Bogor Kota bersama jajarannya hadir dalam rapat yang dipimpin Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Lembaga Perlindungan Saksi (LPSK), dan Mabes Polri.
Mereka bersepakat tetap melakukan penyidikannya dengan memperbaharui alat bukti. Ratna menyebut pihaknya sudah mengusulkan adanya ahli farmakologi, ahli psikolog klinis, ahli psikolog forensik, dan saksi dari ibu korban.
“Dengan pembaharuan alat bukti itu seharusnga udah bisa diteruskan, selain itu korban juga dipanggil lagi untuk diperbaharui keterangannya. Tapi ternyata tanpa sepengatahuan kami tanggal 31 Januari 2023 berlangsung rapat gelar perkara yang dipimpin oleh Karowassidik Bareskrim Polri yang hasilnya meminta Polresta Bogor Kota mengeluarkan SP3 kedua dengan alasam tidak cukup bukti,” ungkap Ratna.
Dirinya menganggap keluarnya SP3 kedua menunjukkan ketidaksesuaian pihak kepolisian pada komitmen mereka sebelumnya. Menurut Ratna pihak kepolisian mengabaikan upaya dan atensi pemerintah dengan dilakukamnya gelar perkara tersebut.
Advokat untuk Kuasa Hukum Korban, Asnifriyanti Damanik menuturkan pihaknya mengacu pada pasal 184 KUHP yang menyatakan perlu ada 5 alat bukti yang harus dilengkapi terlebih dahulu. Namun ternyata dalam penyidikan baru mengumpulkan keterangan saksi dan petunjuk sementara saja tanpa ada keterangan ahli yang telah disarankan.
Baca Juga: Gugatan Praperadilan Pelaku Kasus Pemerkosaan Kemenkop Dikabulkan
“Dari Surat perintah penyidikan (Sprindik) tangal 7 Desember 2022 sampai SP3 kedua keluar, belum ada penyidikan yang menggali alat bukti lagi. Itulah alasan kami mengajukan permohonan ini, selain ketidaksesuaian prosedur seperti yang disampaikan pemerintah, juga dari aspek hukumnya SP3 kedua penyidik belum maksimal ketika penggalian alat bukti,” ujar dia.
Sidang Pertama Praperadilan ini ditunda dengan tidak hadirnya pihak terlapor (Polresta Bogor Kota). Sidang dilanjutkan pekan depan, Senin (28/8).(*)
Reporter: Reka Faturachman
Editor: Imam Rahmanto