CIBINONG-RADAR BOGOR, Tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 masih terus berlangsung. Penyelenggara pemilu pun diharuskan bertugas dalam setiap tahapan agar terwujudnya pemilu yang jujur dan adil.
Namun saat ini, masih terjadi kekosongan jabatan pada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di 514 kabupaten/kota.
Baca Juga: Sudah Ada Tiga Nama Pengganti Ridwan Kamil, Jokowi: Belum Sampai ke Saya
Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, Yusfitriadi menyebut, ini merupakan sejarah dalam perjalanan kelembagaan Bawaslu yang mengalami kekosongan jabatan yang cukup masih di Indonesia.
“Masa jabatan Bawaslu di 514 kabupaten/kota tersebut pada tanggal 14 agustus 2023, sedangkan di 514 tersebut sampai saat ini belum dilantik, bahkan diumumkanpun belum,” ujarnya, Selasa (15/8).
Bahkan, kata dia, dengan tegas melalui surat resmi menyatakan bahwa pelantikan bawaslu di 514 kabupaten/kota akan dilaksanakan tanggal 16-20 Agustus 2023.
“Hal ini jelas akan berdampak pada banyak hal, pertama, ada tahapan yang tidak diawasi. Sama-sama kita ketahui tanggal 18 agustus 2023 merupakan tahapan penetapan Daftar Calon Sementara (DCS),” papar Yusfitriadi.
Menurutnya, tahapan ini sangat penting karena menyangkut hal politik rakyat. Namun bisa dipastikan kebijakan Bawaslu RI mengosongkan kehadiran pengawasan di sebagian besar kabupaten/kota.
“Bagaimana bisa bawaslu tidak hadir dalam salah satu tahapan pemilu, padahal tugas bawaslu mengawasi seluruh tahapan pemilu,” cecarnya.
Kemudian dampak kedua yakni mengabaikan prinsip penyelenggaraan pemilu. Yusfitriadi mengatakan diantara prinsip penyelenggaran pemilu adalah berkepastian hukum, tertib dan profesional. Prinsip-prinsip tersebut tertulis jelas pada pasal 3 UU No. 7 tahun 2017.
“Sehingga bagaimana kepastian hukumnya jika 514 Bawaslu di kabupaten/kota kosong, sudah bisa dipastikan Bawaslu RI tidak profesional dalam menata dan menguatkan peran kelembagaannya. Termasuk tidak tertib dalam mentaati dan menepati aturan dan ketentuan yang berlaku,” jelasnya.
Ketiga, sambung Ketua Yayasan Visi Nusantara Maju itu, mempertegas persepsi politisasi dalam rekrutmen Bawaslu di kabupateb/kota. Tidak ada penjelasan yang logis kenapa sampai saat ini hasil seleksi Bawaslu kabupaten/kota belum juga diumumkan.
“Selain ketidakmampuan Bawaslu RI dalam mengelola lembaganya sendiri, sangat mungkin adanya politisasi dalam penentuan Bawaslu di 514 Kabupaten/kota tersebut,” kata Yusfitriadi.
Kata dia, intervensi partai politik sudah sering kali menjadi isu, pesanan dari pusat menjadi perbincangan di berbagi pelosok negeri.
Dengan kekosongan jabatan ini, semakin memperkuat kebenaran isu tersebut. Tarik-tarikan kepentingan antar Bawaslu RI terlihat jelas.
Kemudian keempat, mempertegas kelemahan kinerja kelembagaan bawaslu RI. Ketidakpercayaan terhadap lembaga Bawaslu untuk bisa mengawasi dan menegakan hukum pada penyelenggaran pemilu sudah banyak diperbincangkan.
“Bukti yang sangat jelas adalah publik tidak diberikan informasi yang cukup hasil pengawasan bawaslu pada setiap tahapan pemilu. Begitupun penegakan hukumnya, masyarakat banyak yang memandang pelanggaran pada tahapan pemilu sampai saat ini disinyalir sangat banyak, namun sampai saat ini tidak banyak yang menjadikannya temuan bawaslu RI,” tutur Yusfitriadi.
“Akhirnya bisa dipahami, jangankan menguatkan peran pengawasan dan penegakan hukum, menata dan mengelola lembaganya sendiri, Bawaslu tidak mempunyai kemampuan,”sambungnya lagi.
Dengan empat faktor di atas, publik pun enggan berharap ke lembaga bawaslu untuk mengelola lembaganya dengan berintegritas dan profesional.
“Saya rasa dengan fenomena buruk kekosongan jabatan bawaslu di 514 kabupaten/kota, sudah layak bawaslu “mengibarkan bendera putih” sebagai tanda ketidakmampuannya bekerja sesuai amanat undang-undang,” cecarnya.
Baca Juga: Senam Bersama Ribuan Warga di Sempur, Ridwan Kamil Izin Pamit
Dia berharap kepada komisi II DPR RI dapat memberikan atensi khusus dalam fenomena ini. Jangan sampai pandangan Bawaslu yang merupakan petugas komisi II, pada akhirnya komisi II tutup mata atas ketidakmapuan Bawaslu RI.
Begitupun kepada presiden yang memberikan Surat Keputusan terhadap Bawaslu RI untuk ikut bertanggung jawab atas kondisi ini.
“Jangan sampai negara memberikan anggaran sangat fantastis kepada Bawaslu namun tidak ada hasil signifikan, bahkan mengelola lembaganya sendiri tidak mampu. Padahal sama-sama kita tahu, tahapan ke depan, terutama tahapan kampaye dan pungut hitung merupakan tahapan yang sangat kompleks dan berat,” tukasnya.(*)
Reporter: Septi Nulawam
Editor: Imam Rahmanto