BOGOR-RADAR BOGOR, Komunikasi Resiliensi penting dalam mengantisipasi pengembangan pariwisata pada daerah rawan bencana.
Hal itu berdasarkan hasil penelitian Siti Dewi Sri Ratna Sari dalam sidang doktoral (S3) program studi Komunikasi Pembangunan IPB University.
Baca Juga: Cegah Bencana, Dedie Kukuhkan Katana Margajaya dan Situ Gede
Disertasi tersebut diuji oleh komisi pembimbing Dr. Ir. Djuara Lubis, MS, Prof. Dr. Ir. Pudji Muljono, M.Si, dan Dr. Nurmala Katrina Pandjaitan, MS, DEA, serta penguji luar komisi pembimbing Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS dan Dr. Amia Luthfia, SP, MSi.
Ratna mempertahankan disertasinya bertajuk “Komunikasi Resiliensi bagi Bisnis UMKM Pariwisata di Kabupaten Pandeglang, Banten”.
“Komunikasi resiliensi penting karena banyak sekali kawasan wisata di Indonesia yang rentan terdampak krisis akibat bencana alam seperti tsunami dan sewaktu pandemi Covid-19 melanda dunia,” ungkap Ratna.
Usaha bidang pariwisata penduduk lokal yang umumnya berskala kecil menengah, kata dia, perlu dibekali dan ditunjang oleh komunikasi resiliensi agar tetap mampu bertahan dan dapat berkelanjutan dalam menopang pariwisata di masa depan.
Sementara penelitian ini dilakukan di desa-desa wisata (Sukarame, Tanjungjaya dan Tamanjaya) yang terdampak dua krisis yaitu tsunami dan pandemi.
Dengan metode penyebaran kuesioner pada 144 UMKM pariwisata, serta focus group discussion dan catatan lapangan sejak pasca tsunami hingga akhir pandemi covid-19 di wilayahTanjung Lesung yang pernah menjadi salah satu kawasan wisata “10 Bali Baru”.
Baca Juga: Sehari 28 Titik Bencana di Kota Bogor, Pohon Tumbang Hingga Rumah Ambruk
Menurut Ratna, proses komunikasi resiliensi UMKM pariwisata yakni komunikasi memitigasi kerugian, mengartikulasikan nilai-nilai, menyatakan keterlibatan, menginvestigasi alternatif, mengevaluasi (ketiadaan) tindakan dan merangkul transformasi.
Selain itu, memiliki hubungan yang bersifat positif dan berpengaruh secara signifikan terhadap resiliensi bisnis mereka (kemampuan bertahan dari disrupsi, meminimalkan kerentanan, memulihkan dan melanjutkan bisnis, beradaptasi, kapabilitas bertransformasi, berkinerja positif dan inovatif, kemampuan berkompetisi dan kecakapan menangkap peluang bisnis).
Sebagai rekomendasinya, Ratna menyarankan seluruh lembaga pemerintah dan organisasi yang terkait bisnis pariwisata perlu meningkatkan penggunaan media online dengan aplikasi rapat seperti Zoom atau G-Meet dalam proses komunikasi resiliensi dengan UMKM Pariwisata agar dapat menghemat biaya pertemuan tatap muka atau offline dan waktu yang digunakan untuk pertemuan.
Selanjutnya, berbagai pelatihan perlu diberikan kepada para pemilik UMKM Pariwisata sebaiknya lebih bersifat aplikatif dan sedapat mungkin dilakukan secara berkala dan berkesinambungan supaya ilmu yang mereka peroleh tidak terputus.
“Keterampilan yang dibutuhkan oleh para pemilik UMKM Pariwisata terutama adalah berkomunikasi melalui peralatan digital, siaga terhadap berbagai bencana yang mungkin terjadi di masa depan serta cara-cara pengelolaan bisnis pariwisata yang lebih baik,” kata Ratna yang juga dosen komunikasi di Binus University.
Kemudian, lanjut Ratna, pasca bencana, lembaga pemerintah, organisasi dan institusi yang terkait bisnis pariwisata perlu menyediakan informasi tentang bantuan, baik finansial maupun nonfinansial serta cara mendapatkan bantuan tersebut secara teratur. Hal itu agar memudahkan UMKM Pariwisata di daerah rawan bencara lebih cepat dalam memulihkan dan mengembangkan bisnis pariwisata mereka.
Sebagai penutup, dia menyatakan komunikasi resilensi menjadi sangat penting dalam pengembangan pariwisata di Indonesia yang banyak terdapat dalam kawasan rawan bencana seperti gempa bumi, gunung meletus, cuaca buruk, sampai dengan tsunami karena berada pada kawasan cincin api (ring of fire).
Baca Juga: Optimalkan Promosi Pariwisata, Pemkab Perkuat Sinergitas dengan Pelaku Usaha Wisata
“Papan informasi petunjuk jalur evakuasi tsunami saja bisa menimbulkan persepsi yang berbeda dari wisatawan, sehingga perlu pendekatan komunikasi yang berbeda, baik untuk pelaku usaha pariwisata ataupun para wisatawan itu sendiri,” pungkasnya.(*)
Reporter: Septi Nulawam
Editor: Imam Rahmanto