BOGOR-RADAR BOGOR, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang melaporkan dugaan adanya tindakan kekerasan, oleh aparat kepolisian saat terjadinya pembubaran paksa masyarakat Air Bangis di Masjid Raya Sumatera Barat, pada Sabtu (5/8). Pembubaran paksa itu turut mengamankan 18 orang, yang juga mengalami luka-luka pada fisik tubuhnya.
Pelaporan itu diterima Polda Sumatera Barat berdasarkan nomor STTLP/159.a/VIII/YAN/2023/SPKT/Polda Sumatera Barat.
Baca Juga: Kecewa PPDB Zonasi, Emak-emak Demo Minta Gubernur Bertindak Tegas
“Pengamanan terhadap 18 orang juga berakibat pada luka-luka fisik, enam orang yang diamankan yang terdiri dari dua warga, dua mahasiswa dan dua aktivis LBH Padang mendapatkan luka-luka dan memar di bagian kepala belakang, perut, lengan, bahu dan leher,” kata Direktur LBH Padang Indira Suryani dikutip Jawa Pos, Selasa (8/8).
“Pelaporan dari dua orang korban diterima oleh Kepolisian Daerah Sumatera Barat dengan menggunakan Pasal 170 Ayat (1), 351 Ayat (1) jo 5 subsider 262 Ayat (1) KUHP pada 8 Agustus 2023. Kedua korban langsung divisum di Rumah Sakit Bayangkara,” sambungnya.
Indira mendesak Polda Sumbar segera proses hukum oknum aparat kepolisian yang diduga melakukan tindakan sewenang-wenang. Ia menegaskan, aparat kepolisian seharusnya paham bahwa LBH Padang merupakan pengacara dan aktivis HAM.
“Sehingga mereka tidak layak untuk mendapatkan kekerasan dari kepolisian. Berdasarkan informasi yang diterima, bahkan kedua korban dipukuli dari luar mobil hingga didalam mobil,” ucap Indira.
“Kami mendesak Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat memproses hukum polisi-polisi yang brutal dan tidak presisi. Nama baik kepolisian Sumatera Barat sedang dipertaruhkan tegasnya,” imbuhnya.
Sebelumnya, akademisi Universitas Andalas Feri Amsari yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sumbar menyesalkan dugaan tindakan represif yang dilakukan Polda Sumatera Barat terhadap warga Air Bangis yang melakukan aksi unjuk rasa menolak proyek strategis nasional (PSN) di kantor Gubernur Sumbar. Feri menilai, upaya mengusir massa yang sedang melakukan ibadah di Masjid Raya Sumbar merupakan bentuk mengabaikan nilai-nilai agama.
Massa aksi itu menolak pembangunan proyek strategis nasional (PSN) terkait pembangunan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) di daerah Air Bangis, Pasaman Barat, Sumbar.
“Terjadi upaya pengusiran paksa terhadap masyarakat di Masjid Raya Sumbar. Upaya mengusir jamaah Masjid yang sekaligus demostran terkait ISPO itu mengabaikan nilai-nilai agama, misalnya memasuki masjid tanpa membuka sepatu dan berteriak-teriak. Padahal dalam Islam dilarang berteriak (meninggikan suara) dalam masjid,” ujar Feri dalam unggahan pada akun media sosial Instagram, Minggu (6/8).
“Harus diingat oleh aparat bahwa masjid bukanlah tempat masyarat berdemo tapi beristirahat. Tidak terdapat hak aparat negara untuk mengusir masyarakat yang sedang berada di rumah ibadah berdasarkan Pasal 28 dan Pasal 29 UUD 1945,” sambungnya.
Baca Juga: Bawa Sajam Hingga Jimat, Tujuh Pemuda Cibinong Ditangkap Polisi
Padahal, kata Feri, warga yang berada di dalam masjid tengah menunggu sebagian massa aksi yang menemui Pemerintah Provinsi Sumbar. Terlebih, Wakil Bupati Pasaman Barat bersama Polresta Padang mengajak warga Air Bangis untuk pulang dan sudah menyiapkan bus
Mereka yang menunggu di masjid tengah bersholawat sambil menunggu utusan yang berdialog dengan Pemrov Sumbar. Namun, tim dari Polda Sumbar mendatangi warga yang bersalawat dan meminta untuk naik ke bus yang disediakan.
“Warga tidak mau naik bus. Berikutnya terjadi penangkapan hingga aparat memaksa memasuki masjid tanpa melepas sepatu,” pungkas Feri.(*/jpg)
Editor: Imam Rahmanto