25 radar bogor

Bangun Perpustakaan, Hadirkan Infrastruktur Masa Depan

Perpustakaan
Peresmian gedung perpustakaan daerah Kota Banjar, Provinsi Jawa Barat, Jumat (17/3/2023) kemarin. (IST)

BANJAR-RADAR BOGOR, Melongok ke dalam bagian dari gedung layanan perpustakaan umum daerah Kota Banjar yang baru diresmikan seperti mengadaptasi ruang layanan Perpustakaan Nasional.

Baca Juga : Kerahkan 27 Relawan Literasi Squad, Perpustakaan Buka Sabtu-Minggu

Undakan-undakan dimodifikasi sebagian sebagai alas duduk yang tiap disisinya dijejali buku-buku. Di lantai atas, pojok baca Bank Indonesia (BI Corner) siap menyambut pemustaka yang ingin berselancar pengetahuan

Pembangunan gedung setinggi empat lantai yang berasal dari alokasi dana alokasi khusus (DAK) senilai Rp 10 miliar diharapkan Wali Kota Banjar dapat menjadi pusat literasi dan kegiatan inklusi sosial yang mensejahterakan masyarakat.

“Inklusi sosial terbukti banyak membantu masyarakat pada aspek kemandirian dan kesejahteraan masyarakat,” ujar Wali Kota Banjar, Ade Uu Sukaesih ketika meresmikan gedung perpustakaan daerah bersama Kepala Perpustakaan Nasional, Jumat (17/3/2023) kemarin.

Membangun gedung perpustakaan menurut Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando seperti menghadirkan infrastruktur bagi generasi masa depan.

Generasi masa depan tidak cukup dibangun dengan hanya bermodal alam yang suatu saat habis. Mereka perlu dibekali modal pengetahuan yang diperoleh lewat membaca.

“Yang diperlukan adalah kesadaran masyarakat untuk mau membaca, karena literasi bermula dari kebiasaan membaca sehingga muncul kedalaman pemahaman terhadap ilmu pengetahuan tertentu yang pada akhirnya mampu memproduksi barang/jasa berkualitas dan bernilai tinggi,” imbuh Syarif Bando.

Syarif bando mengharapkan Indonesia tidak boleh terus-menerus mengekspor bahan mentah lalu dieskpor dan kembali dalam bentuk jadi yang akhirnya mendorong masyarakat menjadi konsumen, bukan produsen.

“Kita memerlukan sumber daya manusia agar segala yang menajdi potensi devisa negara tidak kabur ke luar negeri. Dan tanpa membaca kita tidak bisa apa-apa,” tambah Kepala Perpusnas.

Oleh karena itu, Kepala Perpusnas juga mengimbau agar peserta didik tidak diberikan buku pelajaran kurikulum terus, tapi berikan mereka buku-buku pengayaan pengetahuan. Itulah esensi dari merdeka belajar.

Baca Juga : Perpustakaan Harus Menjadi Ruang Belajar Terbuka Untuk Masyarakat, Ini Alasannya

Sekretaris Utama Perpusnas Ofy Sofiana dalam kesempatan talk show Peningkatan Indeks Literasi Nasional (PILM) menjelaskan tentu akan lebih mudah membentuk literasi jika sudah memiliki kebiasaan membaca. Karena ketika literasi rendah yang terjadi malah masalah lain, seperti angka kriminal naik atau kualitas kesehatan yang menurun.

Maka itu, pembudayaan kegemaran membaca sebagai bagian integral dari pembangunan literasi mengamanatkan trilogi pengembangan budaya baca yang dimulai dari sektor keluarga, pendidikan, dan masyarakat.

“Semua harus berkesinambungan satu sama lain. Di keluarga terjadi proses penumbuhan. Di sektor pendidikan terjadi proses pembiasaan, dan di masyarakat diharapkan terjadi proses pembudayaan.

“Contohnya, pada masa golden age anak di usia 0-5 tahun, kebiasaan membaca sudah bisa ditularkan,” jelas Ofy Sofiana.

Anak adalah peniru ulung. Dan perkembangan otak di usia emas 0-5 tahun harus dimaksimalkan karena itu merupakan masa strategis mengajarkan mereka perbendaharaan kosa kata yang banyak. Di masa golden otak balita lebih aktif dari orang dewasa, urai Ofy.

Sementara itu, narasumber lain Ketua DPRD Dadang R. Kalyubi menyoroti manfaat besar dari inklusi sosial. Inklusi sosial menurut Dadang adalah gerakan tanpa batas. Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS) dipuji karena membantu pemerataan informasi dan penguatan kemandirian melalui literasi.

“Program TPBIS secara sederhana diartikan sebagai kumpulan aktivitas meningkatkan kualitas kesejahteraan hidup masyarakat,” ujar Dadang.

Pembangunan sumber daya manusia di Kota Banjar akan berkembang jika mau mencontoh seperti negara Singapura. Meski tidak punya kekayaan alam tetapi mampu menghasilkan devisa yang besar karena ditopang dengan kualitas manusianya.

“Di jaman global bukan soal siapa yang besar dan kuat, melainkan siapa yang bisa beradaptasi dengan perubahan yang ada,” pungkas penulis Jee Lovina. (*/rur)

Editor : Ruri Ariatullah