25 radar bogor

Kisah Tim RS PMI Bogor Saat Bertugas Menolong Korban Gempa di Turki

Personel sekaligus relawan dari RS PMI Bogor yang membantu penanganan korban bencana di Turki dan Suriah. (ist)

BOGOR-RADAR BOGOR, Tangan pecah, kaki beku, punggung tercabik menjadi derita yang mesti dilalui tim RS PMI Bogor yang terjun membantu korban di Turki. Mereka jalankan tugas mulia itu di bawah suhu 0 derajat celsius dengan berbagai keterbatasan. Namun, sebuah kehangatan membuat mereka bertahan.

Gempa dahsyat yang meluluhlantakkan Turki dan Suriah saat itu membuat Pemerintah Indonesia bergerak cepat mengirim bantuan. Sebanyak 119 orang diterbangkan ke sana untuk menanggulangi dampak bencana tersebut.

Petugas Logistik Kesehatan RS PMI Bogor, Habib Priyono menjadi salah satunya. Ia berangkat mewakili RS PMI Bogor bersama Marko (dokter umum), Apoteker Rifky Putra Pratama (apoteker), beserta dua perawat Nurfauzi dan Khusnul Nugrahini.

Tim yang dikomandani Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ini berangkat ke Turki pada (13/2). Di sana, mereka mendirikan RS Lapangan Indonesia yang bertempat di Distrik Hassa yang berjarak 40 kilometer dari pusat gempa di Hatay.

Setibanya di Turki, Habib dkk langsung dihadapkan pada kondisi yang berat. Tidak adanya pasokan listrik yang mempuni membuat mereka diserang suhu dingin yang amat menusuk.

Genset yang disiapkan tak cukup kuat untuk memberi daya pada mesin penghangat. Sehingga mereka terpaksa menahan rasa dingin yang tak pernah dirasakan sebelumnya di Indonesia.

Di siang hari, suhunya 2-3 derajat celsius. Sementara pada malam hari turun hingga -4 derajat celsius. Seluruh tim mengalami serangan kedinginan saat itu.

Pada pekan pertama, mereka tidak bisa tidur dengan tenang dan selalu terbangun di tengah malam karena dahsyatnya rasa dingin.

“Meski sudah pakai kantong tidur dan jaket tebal kami masih merasa kedinginan. Kaki terasa pedih, pegal, ngilu yang menjalar ke paha hingga tulang belakang. Bahkan mendekati hipotermia. Akhirnya bangun karena jika dibiarkan tidur, kami akan kehilangan kesadaran,” tutur Habib ditemui Radar Bogor, Senin (13/3).

Akhirnya, mereka menghangatkan badan dengan berkumpul di api unggun yang disediakan Pasukan Keamanan Turki, Jandara. Di tengah gelapnya Hassa mereka menghabiskan malam terjaga hingga pagi datang.

Pada siang harinya, tim bekerja keras menerima pasien-pasien terdampak gempa. Mayoritas dari mereka mengalami masalah pada tulangnya. Tak kurang dari 400 pasien baru mereka layani setiap harinya selama lebih dari 12 jam.

Kelelahan yang luar biasa sempat membuat Habib dan rekannya pasrah ketika mesti dihadapkan dengan gempa susulan yang datang tiba-tiba. Padahal, saat itu dirinya tengah berada di lantai 3 gedung sekolah.

Keterbatasan bahan pangan membuat Habib bersama rekannya terpaksa makan menu yang sama setiap hari.

“Di siang hari kami makan nasi dengan mie instan, sementara malam hari makan mie instan dengan nasi,” gurau Habib.

Selain pengobatan secara fisik, Habib juga memberikan pemulihan psikis para korban terdampak. Setiap sore, ia sambangi pemukiman warga dan tempat pengungsian memberikan terapi permainan rekreasional kepada anak-anak di sana. Mereka diajak bermain, menggambar, dan bercerita.

Tak ada keluh kesah yang dilontarkan para relawan. Kehangatan warga Turki menjadi obat lelah dan penguat mereka saat bertugas. Habib menilai, rasa persaudaraan antara Turki dan Indonesia amat terasa saat itu.

Para korban selalu bertanya kepada mereka apa yang dibutuhkan para relawan. Warga Turki amat menghargai relawan, mereka memandang tim RS Lapangan Indonesia sebagai tamu yang mesti dilayani.

“Mereka selalu menolak bantuan selimut dan pakaian hangat dari kami. Karena mereka merasa kamilah yang lebih membutuhkan bantuan itu karena kami datang dari negara tropis. Kami betul-betul merasa sedang di rumah, bukan di tempat bencana,” turur Habib.

Salah seorang warga yang tinggal di sebelah RS Lapangan Indonesia bahkan memberikan bantuan mesin penghangat (Soba) yang membuat para nakes bisa tidur dengan lebih tenang tanpa risau kedinginan lagi.

Tak berhenti di situ, kebaikan Tim RS Lapangan Indonesia membuat warga Turki mengangkat mereka menjadi anggota keluarga angkatnya. Begitu juga dengan Habib yang kini memiliki keluarga angkat baru di sana. (*)

Reporter: Reka Faturachman
Editor: Imam Rahmanto