25 radar bogor

Menang di Peradilan, Kuasa Hukum Anggap Penyitaan Aset Rugikan BRD dan BRE

PT Bogor Raya Development (BRD) dan PT Bogor Raya Estatindo (BRE) bersama kuasa hukumnya dalam press conferencce di Sukaraja, Kamis (9/2). (Radar Bogor/ Septi Nulawam)

SUKARAJA-RADAR BOGOR, PT Bogor Raya Development (BRD) dan PT Bogor Raya Estatindo (BRE) harus mengalami kerugian akibat ratusan bidang tanah yang diblokir Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor. Sementara, aset berupa hotel dan lapangan golf ikut disita Panitia Urusan Piutang Negara Cabang (PUPN) DKI Jakarta.


Terakhir, Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung menyatakan pemblokiran tersebut tidak sah secara hukum dan cacat prosedur.

Kuasa Hukum BRD dan BRE, Damian Agata Yuvens menyebutkan, sebanyak 335 sertifikat tanah perumahan milik konsumen kliennya diblokir imbas kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia).

“Langkah yang dilakukan pemerintah atas arahan Satgas BLBI sangat berdampak kepada BRD dan BRE, yang pertama pemblokiran terhadap ratusan bidang tanah perumahan, maka kami gugat ke PTUN Bandung dan menyatakan pemblokiran itu tidak sah,” ujar Agata, Kamis (9/2).

Selain ratusan bidang tanah, kata Agata, PUPN juga sempat menyita aset berupa hotel dan lapangan golf milik BRD dan BRE. Belakangan diketahui penyitaan itu juga diputuskan tidak sah oleh majelis hakim PTUN Jakarta.

Majelis hakim menyebut penyitaan itu tidak sesuai prosuder dan menilai PUPN tidak mampu membuktikan bahwa aset-aset tersebut berkaitan dengan Obligor BLBI atas nama Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono.

“Ada kewajiban dari PUPN untuk menunjukan resume hasil penelitian, tapi ternyata di pengadilan, PUPN tidak bisa membuktikan itu. Ketika mereka klaim aset tersebut, seharusnya itu sudah dilakukan,” papar Agata.

Ia pun mengungkapkan, pada 2004 lalu, salah seorang pemegang saham BRD dan BRE memang merupakan sepupu dari dua obligor tersebut. Namun, kini saham itu telah beralih ke badan hukum milik perusahaan asing.

“Jadi pemilik sekarang itu PT asing yang tidak lagi berhubungan dengan kasus itu. Majelis melihat substansinya tidak bisa mencampuradukkan pertanggungjawaban perorangan dengan badan hukum. Itu melanggar prinsip yang ada di dalam UU perseroan terbatas di Indonesia,” tegas Senior Associate di Lubis Santosa & Maramis Lawfirm itu.

Kuasa Hukum lainnya, Leonard Arpan Aritonang, menambahkan, banyak kerugian yang dialami kliennya akibat penyitaan aset yang dilakukan PUPN.

“Ketika pemerintah menyasar BRD dan BRE, di sana ada kreditur, ada rakyat, ada karyawan, banyak hal yang terkait, dan mereka(PUPN) tidak bisa membuktikan bahwa BRD dan BRE pihak yang harus bertanggung jawab,” tuturnya.

Avatar


Pihaknya sempat melayangkan somasi kepada dua obligor tersebut. Kedua obligor sempat berkomunikasi dengan pemerintah dan meminta kasus ini dapat diselesaikan dengan baik. Namun, hal itu tampaknya tidak diindahkan dan tetap melakukan penyitaan terhadap aset BRD dan BRE.

“Kami bersyukur masih ada pengadilan yang masih bisa membuktikan bahwa ini negara hukum. Jadi, ini langkah awal yang bagus dan di sini kita berharap pemerintah bisa melakukan apa yang dipandang perlu diperbaiki, diperlukan untuk mendapatkan recovery yang mereka harapkan, tepat sasaran, efisien. Yang pasti, jangan salah sasaran,” tandasnya.(*)

Reporter: Septi Nulawam
Editor: Imam Rahmanto