25 radar bogor

Anda Social Butterfly? Intip Tips Bijak Gunakan Sosial Media dari Kominfo

BOGOR-RADAR BOGOR, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kementerian Kominfo) bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus mengedukasi warganet untuk bijak menggunakan sosial media.

Mereka kembali menyelenggarakan seminar online dengan tema yang diangkat Webinar Literasi Digital : “Bijak UU ITE, Jaga Dunia Digital”, Selasa (7/2/2022).

Seminar tersebut menghadirkan tiga pembicara, yaitu anggota Komisi I DPR Mayjen TNI Mar. (Purn) Sturman Panjaitan, Dirjen Aplikasi Informatika (APTIKA) Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, serta Pdt. Robinson Manihuruk selaku Ketua PGLII Kabupaten Lingga dan Andy R. Wijaya, selaku Managing Partner Resolva Law Firm.

Dirjen APTIKA Kominfo menyebut, webinar tersebut memiliki beberapa tujuan, di antaranya untuk mendorong masyarakat agar mengoptimalkan pemanfaatan internet sebagai sarana edukasi dan binis; memberikan informasi yang lengkap kepada masyarakat terkait pembangunan Infrastruktur TIK yang dilakukan oleh pemerintah khususnya oleh APTIKA; mewujudkan jaringan informasi serta media komunikasi dua arah antara masyarakat dengan masyarakat maupun dengan pihak lainnya.

Semmy -sapaan akrabnya- menjelaskan, pesatnya perkembangan teknologi yang semakin maju, karena pandemi Covid-19, telah mendorong kita untuk berinteraksi dan melakukan berbagai aktivitas melalui platform digital.

Kehadiran teknologi sebagai bagian dari kehidupan masyarakat inilah yang semakin mempertegas, bahwa kita berada di era percepatan trasnformasi digital.

Kominfo mengemban mandat Presiden Joko Widodo sebagai garda terdepan dalam memimpin upaya percepatan transformasi digital bangsa Indonesia.

“Dalam mencapai visi dan misi tersebut Kementrian Kominfo berperan sebagai regulator, fasilitatir, eksalator di bidang digital diindonesia. Dalam rangka menjalankan salah satu mandat tersebut terkait pengembangan SDM digital, Kementrian Kominfo bersama gerakan nasional literasi digital, serta jejaring hadir untuk memberikan perhatian informasi digital yang menjadi kemampuan digital ditingkat dasar bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia,” kata dia.

“Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi yang baik masyarakat dengan pemerintah agar masyarakat tidak tertinggal dalam proses percepatan transformasi digital,” tambah Semmy.

Sementara itu, Ketua PGLII, Pdt. Robinson Manihuruk menjelaskan soal pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik, dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.

Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi, elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia; mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat; meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik; membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagian pengguna dan penyelenggara teknologi informasi.

“Negara telah mengatur dan selalu mengawasi gerak-gerik kita di media sosial. Sebagai warga negara yang taat terhadap hukum, kita hendaknya lebih berhati-hati dan bijak dalam menggunakan media social maupun melakukan transaksi elektronik. Sebaiknya tidak mengunggah sesuatu yang berbau unsur SARA yang dapat menginggung sebagian orang. Begitu juga dengan ujaran kebencian secara sembarangan di media social karena dapat diancam hukuman pidana,” ungkap dia.

Dia pun membagikan tips bijak menggunakan media sosial. Yaitu menjunjung tinggi etika dalam berkomukasi, selektif dalam menyebarkan informasi atau menyaring informasi yang didapat, tidak menyebarkan rahasia pribadi ke public, menghindari akun-akun provokatif, tidak memancing dan memulai konflik dengan siapapun ketika menggunakan media social, menghindari memberi komentar yang mencela dan menjelekkan orang lain, yidak mengunggah sesuatu yang berbau unsur SARA (suku, agama, ras dan antar golongan).

Selain tips bijak bersosial media, UU ITE juga disampaikan dalam webinar tersebut.

Materi soal UU ITE, dipaparkan langsung oleh anggota DPR, Mayjen TNI Mar. (Purn) Sturman Panjaitan.

Dia mengatakan, UU ITE adalah suatu ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, sebagaimana telah diatur dalam undang-undang tersebut yang berada di wilayah hukum Indonesia yang memiliki dampak yang merugikan.

UU ITE mengatur tentang berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya baik transaksi maupun pemanfaatan informasi.

UU ITE juga diatur berbagai ancaman, hukuman, baik kejahatan melalui internet.

“Juga mengkoornidinir kebutuhan para pelaku di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan,” singkatnya.

Adapun berbagai aturan yang ada di UU ITE. Salah satunya soal perbuatan yang dilarang UU ITE.

Hal itu dijelaskan Managing Partner Resolva Law Firm, Andy R. Wijaya.

Andy mengatakan, perbuatan yang dilarang di UU ITE, yaitu menyebarkan video asusila, judi online, pencemaran nama baik, pemerasan dan pengancaman, berita bohong, ujaran kebencian, dan terror online.

Perbuatan lain yang dilarang UU ITE yaitu mengakses, mengambil, dan meretas sistem elektronik milik orang lain dengan cara apapun (pasal 30), melakukan intersepsi atau penyadapan terhadap sistem elektronik milik orang lain dari publik ke privat dan sebaliknya (pasal 31), mengubah, merusak, memindahkan ke tempat yang tidak berhak, menyembunyikan informasi atau dokumen elektronik, serta membuka dokumen atau informasi rahasia (pasal 32), mengganggu sistem elektronik (pasal 33), menyediakan perangkat keras atau perangkat lunak, termasuk sandi komputer dan kode akses untuk pelanggar larangan yang telah disebutkan (pasal 34), pemalsuan dokumen elektronik dengan cara manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, dan pengrusakan (pasal 35).

“Juga membatasi kebebasan berpendapat, terutama dalam beropini dan memberikan kritik, menimbulkan kesewenang-wenangan para penegak hukum dalam menentukan orang yang tersandung UU ITE bersalah dan layak dipidanakan, tanpa memilah dan memilih unsur pasal mana yang dilanggar, menjadi instrumen sebagian kelompok dalam rangka balas dendam, bahkan menjadi senjata untuk menjebak lawan politik, kurang menjamin kepastian hukum karena putusan terkait pasal-pasal multitafsir menjadi beragam bahkan bertolak belakang, memicu keresahan dan perselisihan masyarakat yang dengan mudah melaporkan kepada penegak hukum dan menambah sumber konflik antara penguasa dan anggota masyarakat, dan tidak efektif karena beberapa pasal merupakan duplikasi aturan KUHP, seperti Pasal 27 ayat (3) UU ITE terkait penghinaan dan pencemaran nama baik telah diatur dalam Pasal 310 dan 311 KUHP,” tandasnya. (*/ran)