25 radar bogor

Fadli Zon: Ancaman Krisis Ekonomi Bukan Dalih untuk Mensabotase Agenda Demokrasi

Fadli Zon

JAKARTA-RADAR BOGOR, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon melayangkan kritik dan pandangannya terhadap sejumlah isu ekonomi sepanjang tahun 2022. Terlebih, isu-isu itu dinilainya bakal menjadi bau loncatan untuk sejumlah agenda terselubung pada tahun mendatang.

Ia mencatat beberapa isu ekonomi sepanjang tahun 2022 yang penting untuk digarisbawahi.

“Pertama, pertumbuhan ekonomi kita tak cukup kuat menopang pemulihan. Apalagi, kita akan kembali mengalami perlambatan pada tahun depan,” tandas Fadli Zon, dikutip Radar Bogor, Jumat (30/12).

Baca Juga: Iwan Setiawan atau Rudy Susmanto Menuju Pilkada 2024? Ini Jawaban Fadli Zon

Pertumbuhan ekonomi memang mengalami tren pertumbuhan di atas 5 persen sejak kuartal I-2022. Sayangnya, pertumbuhan yang didorong kinerja ekspor komoditas ini tidak bertahan lama.

Meskipun positif, namun capaian pertumbuhan 5,2 persen selama setahun ini sebenarnya tak cukup memadai untuk bisa disebut sebagai pemulihan. Kontraksi ekonomi pada awal pandemi Covid-19 tahun 2020, serta pertumbuhan rendah pada 2021, telah memberi “low baseline” yang cukup dalam.

“Agar bisa pulih, kita sebenarnya membutuhkan pertumbuhan ekonomi setidaknya 7 persen hingga tahun 2025,” tekan Fadli Zon.

Kedua, jumlah penduduk miskin per Maret 2022 tercatat sebesar 26,20 juta orang, dan tingkat kemiskinan masih sebesar 9,54 persen. Angka ini belum kembali ke kondisi September 2019, ketika jumlah penduduk miskin sebesar 24,79 juta orang dan tingkat kemiskinan sebesar 9,22 persen.

Ketiga, Indonesia kian terjebak pada middle income trap atau keadaan ketika suatu negara berhasil mencapai tingkat pendapatan menengah (lower middle income), namun tidak bisa keluar dari tingkatan tersebut dalam jangka waktu yang sangat lama. Bahkan, sama sekali gagal bertransformasi menuju tingkat pendapatan yang lebih tinggi (high income country).

“Untuk bisa keluar dari posisi middle income trap, pendapatan nasional per kapita kita harus bisa tumbuh di atas 5 persen. Bahkan dalam beberapa kajian, Indonesia diperkirakan baru akan bisa keluar dari middle income trap apabila pertumbuhan ekonominya di atas 6 persen setidaknya selama 17 tahun berturut-turut. Sebuah keadaan yang sulit sekali kita capai,” paparnya.

Keempat, menurut Fadli Zon, Indonesia gagal menundukkan ancaman inflasi. Selama ini, pemerintah selalu membanggakan diri atas rendahnya inflasi. Padahal, kenaikan tajam harga BBM bersubsidi pada September lalu telah membuat inflasi melonjak.

“Meskipun kenaikan inflasi masih di bawah 5 persen, kenaikan sebesar itu sangat memberatkan masyarakat. Apalagi, mereka baru bisa kembali menarik napas sesudah dihantam pandemi,” sambungnya.

Kelima, ia mengkritik mengenai melonjaknya rasio utang. Kenaikan rasio utang yang sangat besar baginya memberikan risiko tinggi pada negara dan masyarakatnya.

Terakhir, Fadli Zon menilai, memburuknya hubungan pusat dengan daerah. Ia mencontohkan kisruh dari pernyataan Bupati Meranti kepada jajaran Kementerian Keuangan terkait Dana Bagi Hasil (DBH) migas.

Baca Juga: Ancaman Resesi 2023, Pelaku Ekspor Butuh Stimulus dari Pemerintah

Menurutnya, ekonomi Indonesia diperkirakan akan dipenuhi ketidakpastian atau mendung ekonomi, terutama akibat dari kenaikan harga pangan dan BBM terhadap rumah tangga dan bisnis. Menurut Fadli, perekonomian tahun depan juga masih dibayangi dengan risiko eksternal di negara maju serta pemulihan ekonomi Cina yang lebih lemah dari perkiraan.

“Namun, meskipun secara objektif kondisi kita tahun depan masih akan terus dihantui mendung, namun kondisi itu tidak sepantasnya dijadikan ‘pretext’ bagi wacana-wacana anti-demokrasi seperti perpanjangan masa jabatan presiden atau penundaan Pemilu,” tutupnya. (*/mam)