25 radar bogor

Cuaca Ekstrem Selimuti Pulau Jawa hingga Januari Mendatang

Cuaca Ekstrem Selimuti Pulau Jawa hingga Januari Mendatang

JAKARTA-RADAR BOGOR, Cuaca ekstrem bisa memorak-porandakan rencana wisata di pengujung tahun ini. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi, cuaca ekstrem tersebut bakal terjadi hingga 2 Januari 2023. Hujan lebat dan sangat lebat bakal menyelimuti beberapa wilayah di Indonesia. Antara lain di seluruh Pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT.

Cuaca ekstrem itu sudah terlihat kemarin. Beberapa daerah di Pulau Jawa dilanda hujan lebat. Di Jember, misalnya, terjadi banjir hingga setinggi 1,75 meter. Bahkan, kediaman Bupati Jember Hendy Siswanto di Kelurahan Jember Kidul pun diterjang banjir. Air berasal dari luapan Kali Jompo yang berdempetan dengan rumah bupati.

Baca Juga : Fadli Zon: Pemilu 2024 Belum Aman dari Ancaman Penundaan

Bupati Hendy mengungkapkan, awal air masuk, dirinya bersama keluarga langsung mengungsi ke rumah warga yang lebih tinggi. Sebab, air masuk begitu cepat hingga membuat panik seisi rumah. ’’Agak kaget juga, karena tinggi sekali. Kami harus pindah bergeser ke RW sebelah, untuk mengamankan diri,’’ katanya kepada Jawa Pos Radar Jember.

Kediaman Hendy memang berada di dataran yang cukup rendah. ’’Ini tidak biasa. Setiap tahun memang banjir, tapi tidak pernah setinggi ini. Seisi rumah lantai 1 kami kena semua,’’ ucapnya.

Cuaca buruk juga berimbas pada pelabuhan di Banyuwangi. Pantauan Jawa Pos Radar Banyuwangi, aktivitas kapal di Pelabuhan ASDP Ketapang–Gilimanuk sempat dihentikan selama 27 menit akibat cuaca buruk. Beruntung, hal itu tidak sampai menimbulkan penumpukan kendaraan di Pelabuhan Ketapang maupun Gilimanuk.

Hujan lebat yang melanda perairan Selat Bali mengakibatkan jarak pandang terbatas. ”Kondisi hujan dengan intensitas deras mengurangi jarak pandang di darat maupun laut. Kondisi ini dapat membahayakan keselamatan lalu lintas kapal laut,” ungkap Koordinator Satuan Pelayanan Pelabuhan ASDP Ketapang Rocky Surentu.

Hasil koordinasi dengan BMKG Banyuwangi memutuskan untuk menghentikan sementara aktivitas di Pelabuhan ASDP Ketapang–Gilimanuk. Aktivitas penyeberangan di Selat Bali dihentikan mulai pukul 16.33 WIB. Selain hujan deras, kecepatan angin mencapai 23 knot per jam. ”Penutupan kami lakukan demi keselamatan pelayaran,” imbuh Rocky.

Setelah hujan mulai reda dan jarak pandang kembali normal, aktivitas pelayaran di Selat Bali kembali dibuka pukul 17.00 WIB. ”Selama penutupan, tidak sampai ada antrean kendaraan. Semuanya berjalan lancar,” tegas Rocky.

Di Madura, cuaca ekstrem bahkan merusak beberapa destinasi wisata pantai. Di Sumenep, misalnya, ombak besar menghancurkan pendapa di bibir Pantai Lombang. Sedangkan di Pantai Salopeng, ombak yang datang berkali-kali akhirnya menjebol tangkis. ’’Kerusakan murni karena hantaman ombak yang keras selama sepekan ini,” terang Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan Olahraga, dan Pariwisata (Disbudporapar) Pemkab Sumenep Mohammad Iksan kepada Jawa Pos Radar Madura.

Mantan kepala dinas sosial itu menaksir, anggaran yang dibutuhkan untuk perbaikan cukup besar. Untuk Pantai Salopeng, diperkirakan butuh dana Rp 3 miliar. Untuk Pantai Lombang, dibutuhkan Rp 11 miliar.

Selain Jawa Timur, cuaca ekstrem terasa di Jogjakarta. Kepala Stasiun Meteorologi Jogjakarta Warjono membeberkan, pihaknya mendeteksi potensi cuaca ekstrem hingga awal 2023. Berdasar analisis parameter cuaca, hujan ringan sampai lebat disertai petir serta angin kencang bakal terjadi merata di seluruh wilayah DIJ. ’’Khususnya untuk wilayah DIJ utara dan pesisir pantai,” bebernya kepada Jawa Pos Radar Jogja.

Tinggi gelombang laut juga mengkhawatirkan. ’’Gelombang di perairan Jogjakarta diperkirakan berkisar 2,5 sampai 4 meter dan masuk ke dalam kategori tinggi. Terdapat potensi gelombang sangat tinggi di Samudra Hindia, selatan perairan Jogjakarta yang dapat mencapai 6 meter,” ujarnya. Karena itu, para nelayan diimbau berhati-hati. Begitu juga dengan wisatawan yang ingin berlibur ke area pantai.

Hujan lebat juga terjadi di area Jabodetabek. Sepanjang kemarin, dari pagi sampai siang, sebagian wilayah DKI Jakarta memang tidak diguyur hujan. Meski begitu, awan tebal menyelimuti langit. Memasuki sore, hujan mulai mengguyur di beberapa kawasan. Antara lain di kawasan Tosari, tak jauh dari Bundaran HI. Kondisi serupa tampak di daerah-daerah penyangga Jakarta. Di Kota Depok dan Tangerang Selatan, angin kencang dan hujan deras mengguyur sejak sore.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan, cuaca ekstrem di berbagai wilayah berpeluang menimbulkan bencana hidrometeorologi. Misalnya, banjir bandang, tanah longsor, hingga guguran bebatuan. Terutama di daerah dataran tinggi serta lereng perbukitan. ’’Maka dari itu, diimbau kepada pemerintah daerah dan masyarakat yang bermukim di sepanjang DAS dan wilayah perbukitan untuk lebih waspada. Terutama jika hujan lebat terjadi dalam intensitas yang cukup lama,’’ ungkapnya.

Deputi Meteorologi BMKG Guswanto mengungkapkan, potensi bencana itu telah disampaikan kepada stakeholder terkait. Termasuk pemerintah daerah. Dia berharap pemda meneruskan informasi tersebut ke masyarakat masing-masing. ’’Informasi yang ada tersebut juga harus ditaati. Misal, ada larangan penyeberangan, ya harus dipatuhi,’’ jelasnya.

Untuk warga yang hendak melakukan perjalanan darat, Guswanto mengimbau agar memilih waktu-waktu di mana tidak terjadi hujan. Selain itu, pengguna jalan tol harus memastikan kendaraannya dalam kondisi laik jalan dan tidak melebihi batas kecepatan maksimum. Sebab, hujan bisa menimbulkan kecelakaan akibat adanya peristiwa aqua planning.

Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG Eko Prasetyo menambahkan, cuaca ekstrem bisa memicu munculnya gelombang laut yang sangat kuat. Hal itu bakal terjadi hingga awal 2023. Selain itu, lanjut dia, ada sejumlah hal utama yang perlu menjadi fokus. Antara lain, potensi peningkatan curah hujan yang sangat kuat di laut. Hal itu bisa mengganggu jarak pandang nakhoda dan memicu tabrakan antarkapal. ’’Sehingga perlu antisipasi. Hindari berlayar di waktu-waktu yang berpotensi ada cuaca ekstrem,’’ ucapnya.

Terpisah, Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati menyatakan, pihaknya selalu menjadikan BMKG sebagai rujukan untuk keamanan transportasi. Namun, khusus untuk transportasi udara dan laut, sudah ada sistem dan ketentuan tentang keamanan transportasi terkait cuaca. ’’Jadi, peringatan-peringatan dan sebagainya, mana yang boleh dioperasikan atau tidak, itu semua SOP-nya akan kita terapkan. Itu yang utama,’’ tegasnya.

Kemudian, lanjut Adita, pihaknya juga sudah meminta kepada operator angkutan laut maupun udara agar tidak memaksakan diri beroperasi jika cuaca tidak memungkinkan. Khususnya di laut. Sebab, kondisi di laut lebih berbahaya. ’’Kita juga minta operator terus meng-update informasi cuaca terbaru ke penumpang. Kalau terpaksa memang harus ada penundaan, ya diupayakan secepat mungkin. Makanya selalu ditegaskan ikuti update dari BMKG dan itu tiap enam jam,’’ bebernya.

Penjelasan BRIN

Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Didi Setiadi menjelaskan tingkat akurasi hasil pemetaan atmosfer berbasis satelit melalui sistem Sadewa (satellite-based disaster early warning system). Didi mengatakan, tingkat akurasi Sadewa bergantung dari banyak hal. ’’Untuk prediksi suhu dan angin (akurasinya) bagus,’’ katanya dalam diskusi Waspada Cuaca Ekstrem di Jakarta kemarin (28/12).

Namun, untuk prediksi yang berkaitan dengan uap air, termasuk intensitas hujan, cukup sulit karena dipengaruhi banyak faktor. Di antaranya adalah faktor wilayah. ’’Tidak ada yang bisa memprediksi 100 persen,’’ jelasnya.

Secara khusus, lanjut Didi, cuaca untuk wilayah Indonesia cukup sulit diprediksi. Sebab, dinamika cuacanya begitu kompleks. Termasuk adanya bias curah hujan. Karena itu, persoalan keakurasian prakiraan cuaca dari satelit Sadewa masih menjadi pekerjaan rumah bagi para peneliti BRIN saat ini.

Baca Juga : 4 Jalur Alternatif ke Puncak Saat Malam Tahun Baru

Didi mengatakan, BRIN memiliki sembilan sistem untuk penelitian dinamika atmosfer. Sadewa merupakan salah satunya. Satelit Sadewa memiliki tugas untuk memantau hujan di seluruh wilayah Indonesia.

Dia menegaskan, cuaca ekstrem itu adalah alamiah. Tetapi, cuaca ekstrem juga bisa semakin kuat akibat tangan manusia, seperti efek rumah kaca atau pemanasan global. Adanya pemanasan global meningkatkan siklus hidrologi. (JPG)

Editor : Yosep / Dikara PKL