25 radar bogor

Kritisi Pasal Karet Pada Undang-Undang ITE, Fakultas Hukum Unpak Gelar Seminal Nasional

Seminar Nasional bertajuk ‘Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Era Digital’ ini diselenggarakan oleh Bagian Hukum Kepidanaan Fakultas Hukum Universitas Pakuan.di lantai 10 Gedung Grapa Pakuan Siliwangi, Senin (5/12/2022). (Ruri/Radar Bogor)

BOGOR-RADAR BOGOR, Di era saat ini, kejahatan bukan hanya dilakukan secara konvensional saja. Tapi juga telah merambah ke digital.

Adanya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) seharusnya menjamin perlindungan hukum. Namun, sejumlah pasal karet seperti Pasal 27 misalnya, membuat hal-hal kecil sekalipun di dunia maya, bisa dilaporkan.

Baca Juga : Pentingya Pendidikan Anti Korupsi di Perguruan Tinggi, Ini Kata Dekan Fakultas Hukum Unpak

Pasal 27 dianggap sebagai pasal karet karena semua orang bisa melaporkan hal-hal yang dilakukan di dunia maya, sehingga sekarang sudah ada satu profesi yaitu tukang lapor. Pasal 27 UU ITE bahkan lebih berat hukumannya dibandingkan dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Seperti Pasal 27 ayat 3 UU ITE yang melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

“Pasal ini sudah dua kali keluar masuk MK (Mahkamah Konstitusi) untuk diuji materil. Perbuatannya tetap dianggap sebagai sebuah kejahatan,” ujar Pengamat Hukum dari Universitas Bina Nusantara, Ahmad Sofian dalam Seminar Nasional di Lantai 10 Gedung Graha Pakuan Siliwangi, Senin (5/12/2022).

Menurut pasal tersebut, sambung Sofian, pencemaran nama baik bisa dilakukan selama ada perbuatan menyerang harkat dan martabat seseorang secara daring. Baik melalui distribusi, tranmisi dan membuat akses data di depan umum. “Seperti kasus di Aceh yang menyeret seorang ibu yang kemudian dipenjara bersama anaknya karena Pasal 27 ayat 3,” imbuhnya.

Sementara Pakar Hukum Pidana dari Universitas Pancasila, Rocky Marbun menyebut maraknya laporan tentang dugaan tindak pidana digital yang menggunakan pasal karet sebagai acuannya, bisa jadi adanya kesalahpahaman dalam penyampaian informasi. Seperti menyampaikan kritikan misalnya.

Baca Juga : Survei Pelanggan Perumda Tirta Pakuan, Unpak Paparkan Hasilnya 

“Kita kembali kepada ilmu komunikasi. Kalau yang mengkritik menyampaikan sesuai fakta dan yang dikritik menerima, maka tak ada gangguan sinyal. Harus dua arah antara si penyampai pesan dengan penerima pesan.”

“Yang jadi masalah bila terjadi gangguan sinyal. Kalau kurang bagus akan timbil respon negatif. Bisa jadi si penerima pesan memiliki masalah dengan dirinya sendiri,” tukasnya.

Adapun Seminar Nasional bertajuk ‘Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Era Digital’ ini diselenggarakan oleh Bagian Hukum Kepidanaan Fakultas Hukum Universitas Pakuan. Diikuti mahasiswa dan akademisi, turut hadir sebagai pembicara para pakar hukum. (rur)

 

Editor : Ruri Ariatullah