CIBINONG-RADAR BOGOR, Ketua DPK Asosiasi Pengusaha Indonesia Kabupaten Bogor, Alexander Frans mencatat, tidak kurang dari 30 perusahaan di Kabupaten Bogor bangkrut sampai akhir 2022. Jika tak diantisipasi, jumlah orang kehilangan pekerjaan semakin bertambah.
Menurutnya, Kabupaten Bogor sudah menjadi urutan kedua dengan pengurangan tenaga kerja atau PHK terbanyak oleh perusahaan di Jawa Barat.
Baca Juga: UMK Tinggi Sebabkan Ribuan Pekerja Di PHK, Plt Bupati Sebut Ini
Sekira 18 ribu orang dari 13 perusahaan di Kabupaten Bogor terkena PHK. Sementara, 11 ribu tenaga kerja kehilangan pekerjaan dari 17 perusahaan yang terpaksa gulung tikar.
“Salah satu pemicu gulung tikarnya sejumlah pabrik akibat kenaikan UMK apda tahun 2015 – 2016 yang sangat tinggi di beberapa Kabupaten/ Kota di Jawa Barat, termasuk juga Kabupaten Bogor,” ungkapnya, saat dihubungi Radar Bogor, Senin, (14/11).
Namun, para buruh justru menuntut adanya kenaikan UMK di tahun 2023 mendatang.
Seperti pada Jumat, (11/11) lalu, sejumlah buruh yang tergabung dalam Aliansi Serikat Pekerja berunjuk rasa di depan komplek Pemda Kabupaten Bogor, Cibinong. Selain menuntut kenaikan upah sebesar 13 persen, massa aksi juga menolak adanya PHK massal dengan alasan isu resesi global.
Alexander menegaskan, Apindo tetap berpedoman pada PP Nomor 36 Tahun 2021. Pasalnya, penetapan upah mengacu pada upah dan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) sebagaimana diatur dalam aturan tersebut.
“Karena sudah ada aturan, masa kita melawan aturan lagi. Percuma ada aturan dong. Kalau seandainya pemerintah sendiri yang merekomendasikan yang melanggar aturan tentu lebih salah lagi ya jadinya,” ucapnya.
Pihaknya menyerahkan angka UMK kepada BPS yang punya rumus dan cara perhitungan berdasarkan kajian. Sebagai lembaga pemerintah, BPS lah yang bisa mempertanggungjawabkan hasil perhitungan UMK.
Baca Juga: Serikat Pekerja Demo di Pemda Bogor, Ini Tuntutan Para Buruh Terhadap Pemerintah
Selanjutnya, yakni hasil rapat Dewan Pengupahan Kabupaten Bogor bersama pihak-pihak terkait dengan memberikan masukan sebelum menjadi landasan rekomendasi upah dari Bupati pada Gubernur Jawa Barat.
“Soal minta berapa silakan saja, namanya minta. Kalau Apindo tidak akan minta-minta berapa. Nanti salah. Biar BPS yang hitung dan Pemda juga nanti mengikuti mestinya (berapa besaran upah minimum),” tukas Alex.(*)
Reporter: Septi Nulawam
Editor: Imam Rahmanto