25 radar bogor

Dampak Kenaikan Harga BBM Terhadap Desa Wisata Ekonomi Kreatif di Kabupaten Bogor

Oleh : Hudi Santoso
Dosen Prodi Komunikasi Digital dan Medis, SV IPB

KABUPATEN Bogor memiliki potensi desa wisata yang sangat besar terutama desa-desa yang mempunyai daya tarik wisata berupa kekayaan alam, budaya, kuliner, ekonomi kreatif dan atraksi lainnya. Terdapat 42 desa yang ditetapkan memiliki potensi desa wisata dan terus ditargetkan lima desa setiap tahunnya.

Data Disparbud (2021), terdapat 35 desa di antaranya sudah aktif mengelola desanya sebagai desa wisata dengan basis kelompok masyarakat atau community yang didasarkan nilai-nilai kearifan lokal dan partisipasi dari masyarakat. Desa wisata yang sudah berjalan di Kabupaten Bogor, yaitu Desa Wisata Malasari kerja sama CV Pesona Malasari, Perhutani.

Satu desa dikategorikan sebagai desa wisata mandiri, yaitu Desa Tegal Waru, Kecamatan Ciampea, sedangkan Desa wisata Batulayang, Kecamatan Cisarua dikategorikan sebagai desa wisata kategori maju. Ada tujuh desa belum aktif dikarenakan faktor SDM, retrukturisasi Bumdes, belum optimal koordinasi pengelola wisata dengan Kepala desa.

Namun, pengelolaan desa wisata dirasakan belum optimal terutama dalam melihat potensi suatu desa, melihat tren kebutuhan pasar dalam sektor pariwisata, menyelesaikan permasalahan yang dialami dalam mengelola desa wisata, serta memastikan keberlanjutan, dan pengembangan desa wisata menjadi menarik.

Sementara pemulihan dan kebangkitan desa wisata ini belum kembali normal akibat dari badai pandemi yang tidak kunjung selesai, yang memberikan dampak serius terhadap pelaku wisata dan pengrajin industry rumah tangga. Pertumbuhan ekonomi nasional yang menurun, meski Pak Menteri Sandi yang gencar promosi keliling sampai ke pelosok negeri.

Namun Pelaku wisata dan ekonomi kreatif belum bangkit secara optimal, Pemerintah sudah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) Sabtu 3 September 2022.  Bagaimana usaha yang mereka lakukan agar tetap bertahan menghadapi dampak kenaikan harga BBM atau yang oleh pemerintah menyebutnya “penyesuaian harga BBM”?

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif akan terus turun ke lapangan untuk memberikan masukan kepada pelaku parekraf dengan memberikan insentif. (detiktravel.com).

Meskipun demikian langkah tersebut kurang efektif dalam situasi seperti ini. karena dampak kenaikan BBM terjadi di semua aspek tidak hanya transportasi tetapi di aspek yang lain seperti sector wisata dan ekonomi kreatif. Terlebih pemerintah telah menargetkan jumlah kujungan wisata baik domestic dan mancanegara jadi terasa sia-sia.

Hal tersebut juga berdampak kepada sejumlah pelaku usaha ekonomi kreatif di Kecamatan Citeureup yang terdiri dari 12 desa, dua kelurahan. Kecamatan ini terletak di bagian tengah kabupaten Bogor. Apabila dilihat karakteristik wilayahnya, kecamatan Citeureup merupakan wilayah industry, perdagangan dan jasa serta pertanian/ perkebunan.

Sejak dahulu kecamatan Citeureup dikenal sebagai pengrajin industry logam. Industry logam ini telah ditekuni oleh masyarakat Citeureup secara turun temurun. Keberadaaan pengrajin tentunya sangat membanggakan bagi masyarakat Citeureup.

Dengan segala keterbatasannya baik dari bidang SDM, permodalan, manajemen serta sarana prasarana yang dimiliki. namun para pengarajin telah mampu berkiprah dan bersaing dengan pengusaha lain di dunia industry. khususnya industry rumah tangga yang bergerak dalam usaha kerajinan berbahan logam.

Tak heran bila kecamatan Citeureup berupaya menjadikan wilayah ini sebagai desa wisata ekonomi kreatif. Program desa wisata ini memadukan program paket wisata dengan program pengembangan industry. Home industry ini telah dimiliki dan dilakukan masyarakat di desa Gunung Sari, Tari kolot, Tajur, dan  Pasir Mukti.

Home industri yang ditawarkan kepada para pengunjung seperti, industry cetakan kue, tempat buah, panci, bak sampah, alat kebersihan dan hasil industry logam lainnya seperti kerajinan cinderamata yang terbuat dari bahan resin dengan harga terjangkau serta kualitas terjamin.

Namun kenaikan harga BBM yang dilakukan Pemerintah memberikan dampak serius terhadap usaha yang mereka jalankan. Masih banyak permasalahan yang dihadapi para pengarajin dari empat desa seperti akses jalan, transportasi, bantuan permodalan, insentif dan jaringan internet. Karena hal tersebut merupakan unsur penting untuk mempercepat komunikasi pemasaran dan distribusi serta pengiriman barang ke luar daerah.

Persoalan lainnya pihak pengrajin dari desa wisata ekonomi kreatif selain masalah sarana jalan juga bagaimana strategi komunikasi pemasaran. menurutnya pihak kecamatan sudah membantu  melalui pendirian gedung untuk memamerkan hasil home industry.

Selain itu situasi kenaikan harga BBM dirasa kurang tepat di tengah krisis ekonomi. Para pengrajin mengaku kesulitan untuk memproduksi dalam skala besar karena terbentur permodalan. Namun sebagian. besar mereka hanya bisa pasrah terkait kebijakan pemerintah ini. Umumnya pengrajin mempunyai cita-cita agar hasil produksinya dari desa tersebut bisa menembus pasar internasional.

Para pengrajin mengharapkan peran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi kreatif, pemerintah daerah, Dinas terkait untuk memberikan dukungan dan bantuan untuk keberdayaan dan kesejahteraan masyarakat.

Kenaikan harga BBM juga berdampak terhadap transportasi yang menjadi bagian penting dalam sistem pergerakan orang dari suatu tempat ke tempat lain, dengan menggunakan moda pengangkutan yang terdiri dari sarana dan prasarana pendukungnya dengan membentuk jaringan dan pelayanan.

Kebutuhan sarana transportasi juga menjadi hal yang penting untuk diperhatikan seperti kebutuhan kenyamanan, keamanan, dan kelancaran pengangkutan yang nantinya akan menunjang berbagai sektor seperti sektor industri, perdagangan, dan pariwisata. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelemahan di sektor sistem transportasi akan sangat berpengaruh terhadap laju pertumbungan sektor lainnya.

Hasil riset terkait sektor transportasi terhadap pariwisata merupakan salah satu sektor yang sangat penting dan strategis dalam konteks pembangunan di suatu daerah. Dalam fungsinya sebagai promoting factor dan serving factor, sektor transportasi telah memegang peranan penting yang besar sebagai urat nadi perekonomian. Pengembangan sektor transportasi ini dimaksudkan untuk menggerakan berbagai potensi daerah, dalam hal ini adalah potensi pariwisata.

Kaitannya dengan dunia pariwisata, transportasi merupakan alat yang sangat penting agar para wisatawan dapat menikmati berbagai tempat wisata berupa hiburan dan wisata berupa atraksi di daerah setempat. Objek wisata yang strategis secara geografis bergantung terhadap pencapaian lokasi wisata.

Aksebilitas yang baik akan berpotensi untuk mendatangkan dan meningkatkan jumlah wisatawan. Sebagian besar objek wisata akan berkembang jika didukung oleh aksesibilitas yang memadai seperti mobil, angkutan umum, kereta api, kapal laut, pesawat.

Kusuma dalam penelitiannya 2017 menjelaskan banyak destinasi wisata yang secara potensial sangat baik untuk dikembangkan, tetapi karena aksesibilitas yang kurang mendukung, perkembangan objek wisata menjadi menurun.

Ditambah pemerintah menaikan harga BBM awal September ini, sehingga aksesibilitas akan sangat mempengaruhi jumlah wisatawan yang akan berkunjung ke suatu objek wisata suatu daerah. Kendala geografis yang belum didukung infrastruktur yang memadai masih menjadi tantangan yang utama dalam pengembangan pariwisata di Indonesia.

Kondisi akses yang cukup jauh dan jaringan jalan yang sebagian besar mengalami kerusakan mengakibatkan waktu tempuh serta tingkat pelayanan jalan rendah, sehingga biaya transportasi meningkat. Selain itu, kurangnya transportasi publik yang dikelola dengan baik seperti bus umum dan kereta yang tidak terjadwal menjadi faktor yang menyebabkan pariwisata di Indonesia tidak tumbuh pesat.

Akses transportasi yang tersedia tentu saja menjadi salah satu pertimbangan yang penting dalam merencanakan suatu perjalanan bagi para wisatawan. Kurangnya akses perjalanan transportasi akan membuat wisatawan berpikir ulang dan bahkan dapat mengurungkan niatnya untuk berkunjung ke suatu tempat, karena hal tersebut dapat mengakibatkan kerugian bagi para wisatawan terutama dalam hal pemborosan biaya dan waktu. (Kusuma et al. 2017). (*)

Editor : Yosep