25 radar bogor

Banyak Kekerasan Dialami Penyintas HIV, Begini Langkah JIP Mengatasinya

Peserta media brief di Royal Hotel berfoto bersama.

BOGOR-RADAR BOGOR,  Sebanyak 203 perempuan dengan HIV mengalami kekerasan dari pasangan mereka, baik suami maupun pacar. Angka itu berdasarkan Catatan Tahunan yang dikeluarkan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada tahun 2020.

Data tersebut juga menunjukkan bahwa mereka sedang mengakses pengobatan Anti Retroviral (ARV) dan mereka juga kerap kali mengalami kasus kekerasan dalam bentuk fisik, psikis, seksual, dan ekonomi.

Jaringan Indonesia Positif (JIP) juga menemukan sebanyak 32 persen dari 242 perempuan dengan HIV di DKI Jakarta, Banten, hingga Jawa Barat pernah mengalami kekerasan dari pasangan. Namun, kasus kekerasan yang dialami sebagian besar selesai dengan cara kekeluargaan atau mediasi.

Baca Juga:  Sepanjang Juli Sebanyak 16 Warga Kota Bogor Terkonfirmasi Positif HIV, Separuhnya Pelaku Seks Sesama Jenis

Menyikapi situasi tersebut, JIP bersama dengan beberapa komunitas rentan dan CSO melakukan pendokumentasian kasus melalui diskusi Media Brief for Advocate Health terkait kasus kekerasan terhadap perempuan dengan HIV di 13 kabupaten/ kota di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, serta Banten. Salah satunya di Kota Bogor yang berlangsung di Royal Hotel, Rabu (24/8).

“Ini menjadi sangat penting buat komunitas. Jika kekerasan tersebut masih tetap terjadi dan tidak ada penanganan yang sesuai, maka kecemasan kami, akan berdampak buruk terhadap penyintas dan tentu menghambat rencana pemerintah dalam mengakselerasi penanganan HIV di Indonesia,” ungkap Deputi Program JIP, Timotius Hadi dalam keterangan resminya kepada Radar Bogor.

Sejak dua tahun terakhir, JIP terus bersinergi dengan layanan kesehatan, baik Rumah Sakit maupun Puskesmas. JIP mendorong terbentuknya layanan kesehatan yang nyaman dan mudah diakses oleh komunitas orang yang hidup dengan HIV serta komunitas yang rentan terinfeksi HIV.

“Bagaimana bisa kita mencapai target tersebut terjadi kekerasan dalam bentuk stigma dan diskriminasi yang dialami orang dengan HIV dan orang yang rentan terinfeksi HIV. Apalagi, jika kekerasan tersebut menyebabkan keengganan mereka untuk melakukan tes maupun pengobatan,” tambah Hadi.

Fakta yang didapatkan dari serangkaian kegiatan yang dilakukan JIP bahwa mereka yang mengalami kekerasan enggan datang ke layanan kesehatan. Masih banyak petugas kesehatan di Puskesmas yang perlu mendapatkan peningkatan kapasitas konseling dan pemahaman Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak.

Baca Juga:  Solusi HIV/AIDS, Wagub Uu : Nikah dan Poligami

JIP bersama komunitas rentan merekomendasikan sejumlah langkah untuk penanganan kekerasan tersebut.

Misal, Dinas Kesehatan bisa mendorong puskesmas membentuk Poli KTPA, mendorong peningkatan intensitas koordinasi di tingkat kecamatan, standarisasi penanganan KTPA di puskesmas, hingga update media informasi dan direktori kontak layanan penanganan KTPA.

“Semoga upaya kami bersama komunitas rentan lainnya dapat mendorong layanan KTPA yang ramah, khususnya buat orang yang hidup dengan HIV. Kami berkomitmen untuk tetap bekerja sama dan berkoordinasi dengan layanan kesehatan dan sektor terkait seperti Komnas Perempuan, P2TP2A dan institusi lainnya dalam penanganan KTPA pada sektor layanan kesehatan,” tambah Hadi. (*/mam)