25 radar bogor

Temuan BPK di Bogor hingga Rp 1,9 Miliar, Pengamat Ungkap Biang Keroknya

Pengamat administrasi dan kebijakan publik dari Universitas Djuanda Bogor, Denny Hernawan
Pengamat administrasi dan kebijakan publik dari Universitas Djuanda Bogor, Denny Hernawan

BOGOR-RADAR BOGOR, Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Bogor tahun 2021 yang belum diselesaikan terus menjadi sorotan sejumlah pengamat.

Pengamat administrasi dan kebijakan publik dari Universitas Djuanda Bogor, Denny Hernawan menyebut ada beberapa kemungkinan yang menjadi penyebab terjadinya kelebihan pembayaran, dalam kegiatan pembangunan di 5 mega proyek tersebut.

Pertama, dapat dilihat dalam perspektif perencanaan.

Baca juga: Kasus Suap Oknum BPK Jabar, Pegawai DPUPR Kabupaten Bogor Patungan Penuhi Permintaan

Di mana, jika perencaan sudah dilakukan dengan benar, menggunakan asumsi perencanaan anggaran yang baik, tentu ketika anggaran dilaksanakan itu asumsinya harus sudah sesuai dengan kondisi objektif yang ada pada saat anggaran selesai dilaksanakan.

“Jadi kalau misalkan asumsi yang dibuat pada saat menyusun perencanaan anggaran dalam hal ini anggaran APBD itu salah, itu kan implikasinya bisa panjang,” kata Denny, Kamis (11/8/2022).

Menurutnya, meskipun masih ada kesempatan pada saat perubahan APBD, namun secara umum tidak bisa setiap saat bisa dilakukan perubahan, karena harus menunggu satu semester terlebih dahulu baru dilakukan perubahan.

Akan tetapi, diakui Denny, dalam persoalan kelebihan pembayaran ini pihaknya juga tidak mengetahui secara persis apakah pada saat penyusunan RAPBD tahun berjalan itu asumsi yang digunakannya seperti apa.

Baca juga: Mahasiswa Desak Kejari Usut Tuntas Temuan BPK Rp 1,9 Miliar

“Saya tidak tahu persis. Tapi kalau misalkan memang ada kelebihan bayar sampai Rp 600 juta lebih, boleh jadi itu terkait kesalahan dengan adanya kaitan perencanaan anggaran diawal, sehingga asumsinya berbeda atau bagaimana, sehingga harus ada kelebihan membayar itu,” ucapnya.

Kemudian, faktor kedua, semisal asumsi sudah bagus tetapi ada hal-hal diluar kemampuan atau force majeure yang terjadi, sehingga ada kelebihan anggaran yang harus dibayarkan.

“Misalkan karena harga minyak lagi naik, bencana alam yang tidak diprediksi sebelumnya, itu bisa jadi penyebabnya,” jelasnya.

Ketiga, faktor persoalan ini bisa terjadi karena adanya aspek mal administrasi. Di mana, aspek ini bentuknya bisa bermacam-macam, seperti terkait permasalahan kompetensi yang tidak memadai, salah penggunaan dan salah kelola anggaran serta lain sebagainya.

“Kalau mengikuti perspektif mal administrasi, indikasi untuk mengatakan bahwa itu mal administrasi sudah ada, karena salah satu indikator kuatnya adalah adanya kerugian anggaran,” ucapnya.

Meskipun dalam hal ini pada akhirnya uangnya dikembalikan ke kas negara oleh pihak pelaksana proyek, namun Denny menilai kemungkinan kesalahannya ada pada pengawasan SKPD.

“Intinya seperti ini, misalkan perencanaan sudah bagus, jangan-jangan pada tahap pelaksanaan dan pengawasan si pelaksana dalam tanda kutip nakal, kemudian pengawasannya kontrolnya kurang, sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran. Masalah mal administrasi itu dilihat dari perspektif itu,” katanya.

Baca juga: Lima Mega Proyek di Bogor jadi Temuan BPK, Pengamat Sebut Tidak Lazim Hingga Buruknya Manajemen Proyek

Meski demikian, dituturkan Denny, hal-hal yang sudah disampaikan dirinya itu hanya sebagai gambaran, kenapa bisa terjadi fakta adanya temuan kelebihan pembayaran tersebut.

“Ini hanya gambaran, boleh jadi diakibatkan karena yang saya telah sebutkan,” ungkap Denny. (ded)

Editor: Rany