25 radar bogor

Dosen IPB University : Indonesia sudah Siapkan Strategi Capai Net Zero Emission

IPB University
LPPM, IPB University bekerja sama dengan International Society of Biomass and Bioenergy (ISBB), kembali menggelar International Conference on Biomass and Bioenergy (ICBB) 2022 ke-tujuh secara virtual pada 1-2 Agustus 2022.

BOGOR-RADAR BOGOR, Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC), LPPM, IPB University bekerja sama dengan International Society of Biomass and Bioenergy (ISBB), kembali menggelar International Conference on Biomass and Bioenergy (ICBB) 2022 ke-tujuh secara virtual pada 1-2 Agustus 2022.

Baca Juga : IPB E-Sport Harumkan Nama Kampus Lewat Main Game Online

Konferensi internasional yang disponsori oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini, menjadi salah satu forum dalam rangka mempromosikan dan mengkampanyekan SAWIT BAIK kepada dunia internasional.

Rektor IPB University, Prof. Dr. Arif Satria menyampaikan bahwa kekayaan sumber daya hayati, baik dari segi kuantitas maupun keanekaragamannya berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi bioenergi.

Indonesia dengan potensi sumber biomassa yang sangat besar dari hasil pertanian dan perkebunan, hasil hutan, biomassa laut dapat dimanfaatkan untuk pengembangan berbagai produk bioenergi dan biomaterial bernilai tambah tinggi dapat berkontribusi dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

Selain itu pemanfaatan biomassa menjadi bioenergi dapat meningkatan penggunaan bioenergi nasional dan sangat mendukung pemerintah dalam menurunkan emisi GRK dan memenuhi target NZE.

Dalam sambutan pembukaan, Direktur Utama BPDPKS, Eddy Abdurrachman memaparkan bahwa Industri sawit berperan sangat penting bagi Indonesia karena melibatkan lebih dari 16 juta pekerja dengan banyak kontribusi yang signifikan terhadap ekonomi Indonesia. Antara lain nilai ekspor sebesar USD 21,4 miliar dengan perkiraan kontribusi pendapatan dari industri sawit sebesar Rp 14-20 triliun per tahun.

“Sebagai negara penghasil sawit terbesar di dunia, Indonesia berharap tidak hanya menjadi penyedia bahan baku minyak nabati, tapi juga berbagai produk hilir sawit,” kata Eddy Abdurrachman.

Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang mendukung produk hilir dengan nilai tambah dan ramah lingkungan termasuk bioenergi yang mendukung pencapaian NZE. Namun, perbaikan terus-menerus diperlukan untuk mencapai keberlanjutan industri sawit di Indonesia.

Pada kegiatan ICBB 2022 ini, hadir Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI, Dr. Dadan Kusdiana yang memberikan keynote Menteri ESDM terkait upaya dan kebijakan pemerintah Indonesia dalam pengembangan biomass dan bioenergi untuk mencapai net zero emission.

Dr. Dadan menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia menyatakan komitmen serius untuk memastikan transisi dan pengembangan energi yang berpusat pada manusia dan melaksanakan peta jalan transisi energi Indonesia menuju netral karbon untuk mencapai NZE pada tahun 2060.

“Target penurunan emisi GRK sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan sebesar 41 persen dengan bantuan internasional pada tahun 2030 telah diperkuat melalui dokumen Nationally Determined Contribution (NDC),” ucapnya.

Untuk memenuhi NZE tersebut, Pemerintah telah melakukan berbagai aksi mitigasi yaitu dengan meningkatkan bauran energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada tahun 2025 dan ditargetkan menjadi 31persen pada tahun 2050.

Upaya lain yang dilakukan yakni pengurangan penggunaan energi fosil, kendaraan listrik di sektor transportasi, peningkatan penggunaan listrik di rumah tangga dan industri, serta pemanfaatan carbon capture and storage (CCS).

Director of Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC), IPB University Dr. Meika Syahbana Rusli sebagai pembicara di International Conference on Biomass and Bioenergy (ICBB) 2022 menyebutkan bahwa realisasi bauran EBT Indonesia pada tahun 2021 sebesar 12,2 persen, sedikit di atas 50 persen dari target tahun 2025 yang sebesar 23 persen, sehingga masih terdapat celah yang perlu diisi untuk memenuhi target tersebut untuk pembangkit listrik tenaga bioenergi, biofuel, dan produksi biogas.

Menurutnya, terdapat banyak bahan baku biofuel potensial di Indonesia yang dapat dimanfaatkan menjadi bioenergi seperti selulosa, hemiselulosa, atau lignin, Mikro dan Makro-alga, biomassa dan sisa tanaman, dan minyak goreng bekas.

Teknologi baru juga perlu dikembangkan yang mengubah biomassa, limbah, dan molekul selulosa menjadi hidrokarbon. Pengembangan produk bioenergi lainnya adalah bioetanol, bahan bakar biohidrokarbon, green diesel (D100), gasoline, avtur, HVO, dan biofuel berbasis biomassa lainnya.

Menurut Dr. Meika pengembangan bioenergi yang paling maju di Indonesia adalah biofuel, khususnya biodiesel melalui program mandatory biodiesel.

Baca Juga : Sempat Diremehkan, Dua Mahasiswi IPB Buktikan Prestasinya di Bidang E-Sport

Kapasitas terpasang industri biodiesel tersebar hamper di seluruh provinsi di Indonesia dengan produksi biodiesel B30 mencapai 8,4juta KL dengan konsumsi dalam negeri sebesar 9,4 juta KL pada tahun 2021, dan untuk implementasi lebih lanjut saat ini dalam tahap uji tes B40. Kesuksesan ini terwujud dari Kerjasama dan sinergi antara pemerintah, pusat penelitian, industri, dan BPDPKS.

“Dari penggunaan biodiesel ini diproyeksikan kontribusi biodiesel B30 terhadap NDC di sektor energi yakni pengurangan emisi GRK sebesar 24,6 Mio ton CO2eq atau setara dengan 7,8% pada tahun 2021,” tukasnya. (ded)

Reporter : Dede Supriadi
Editor : Yosep