25 radar bogor

Perpusnas Sosialisasikan Gemar Membaca di Rumah Ibadah

 

JAKARTA-RADAR BOGOR, Peran rumah ibadah selain untuk meningkatkan kualitas kehidupan beragama juga memiliki peran strategis meningkatkan kehidupan literasi beragama, mau pun literasi antarumat beragama. Gereja, sama hal nya dengan rumah ibadah lain juga berperan dalam pengembangan budaya kegemaran membaca dan literasi. Kehadiran perpustakaan di rumah ibadah merupakan instrumen yang bisa digunakan agar jamaah dari tiap rumah ibadah menjadi cerdas, unggul, dan berkualitas.

Baca Juga : Dukung Percepatan Mal Pelayanan Publik, Ini yang Dilakukan Perpusnas

“Perpustakaan berfungsi menjadikan masyarakat cerdas. Tidak hanya dalam perpsektif pendidikan dalam formal ataupun non formal,” imbuh Kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca Perpustakaan Nasional Adin Bondar mengawali Sosialisasi Webinar Kegemaran Membaca Budaya Literasi bekerja sama dengan Universitas Kristen Indonesia (UKI) Tana Toraja, Kamis, (25/7/2022).

Perhatian kepada pengembangan kegemaran membaca tidak cukup digerakkan lewat rumah ibadah. Lingkup perpustakaan tinggi justru diminta berperan lebih besar dalam penguatan dan perluasan pengetahuan. Pada dasarnya, prinsip perpustakaan dan perguruan tinggi sama, yakni mencerdaskan masyarakat.

Lebih lanjut Adin Bondar menjelaskan, di masa golden age (usia 1-5 tahun), ada sebanyak 100 miliar neuron berkembang sangat pesat sehingga dibutuhkan rangsangan psikososial, seperti mendongeng, membaca, dan sikap keteladanan. Jika hal ini tidak dilakukan, pasti akan mengalami penyusutan yang akhirnya mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak.

“Sebuah riset menunjukkan anak yang diceritakan cerita setiap hari menunjukkan perkembangan keterampilan berpikir dan berbasa,” ujarnya.

Baca Juga : Kartu SAKTI Perpusnas, Berikan Pelayanan Hingga Akses Koleksi Buku Terintegrasi

Indonesia diprediksi akan mendapatkan bonus demografi pada rentang tahun 2020-2035, dan puncaknya di tahun 2028-2030. Bonus demografi merupakan fenomena langka karena hanya akan terjadi satu kali ketika proporsi penduduk usia produktif berada lebih dari dua pertiga jumlah penduduk keseluruhan.

Bonus demografi terjadi akibat berubahnya struktur umur penduduk, digambarkan dengan menurunnya rasio perbandingan antara jumlah penduduk non produktif (di bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun) terhadap jumlah penduduk produktif (usia 15-64 tahun).

Generasi milenial sebagai penduduk terbesar, memiliki peran dominan dalam bonus demografi. Generasi inilah yang akan menentukan arah dan roda pembangunan. Generasi yang unggul dan memiliki kualitas yang mampu bersaing dengan dunia luar merupakan aset bangsa yang mampu membawa bangsa Indonesia menuju arah pembangunan yang lebih maju dan dinamis. Maka itu, untuk menciptakan kualitas sumber daya manusia perlu memerhatikan tiga faktor, yakni konektivitas pengetahuan (aksesibilitas), content (bacaan), dan sumber daya manusia itu sendiri.

Kualitas SDM yang unggul merupakan garansi bagi kemajuan suatu bangsa. Jangan terlalu bergantung pada sumber daya alam karena suatu saat akan habis. Tapi, SDM yang skill full akan menjadikan negara dengan predikat berkembang atau maju.

Namun, kenapa masih banyak terjadi kemiskinan di suatu negara? Itu dikarenakan kurang hadirnya SDM yang berkualitas. “Kemiskinan terjadi akibat ketidakhadiran orang-orang yang berpengetahuan,” lanjut Adin.

Dari masyarakat yang berpengetahuan (smart society) akan tercipta peningkatan literasi. Literasi di era saat ini menjadi suatu keharusan setiap individu agar bisa berkompetisi dengan individu lain di pasar global.
Dalam aspek yang lebih holistik, kemampun berliterasi terbukti ampuh menurunkan angka kemiskinan, menekan angka kematian muda, menjadikan ekonomi lebih kuat, partisipasi masyarakat lebih tinggi, yang berujung pada peningkatan pada kesejahteraan dan kebahagiaan.

Sosialisasi Webinar Kegemaran Membaca Budaya Literasi bersama UKI Tana Toraja diselenggarakan selama dua hari (25-26 Juli), dengan menghadirkan para nara sumber antara lain Sekretaris MP Persatuan Gereja Indonesia (PGI), Zakaria J. Ngelow, anggota ”Ecumenical Disability Advocates Network” (EDAN) dari Dewan Gereja-Gereja se-Dunia (World Council of Churches, WCC), Tabitha Kartika Christiani, Ketua Umum Yayasan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), Henriette Tabita Lebang, dan anggota Institut Teologi Gereja Toraja, Tomi Supriyanto. (*)