25 radar bogor

Pro Kontra Legalisasi Ganja, Ini Kata Menkes dan MUI

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Foto: Dery Ridwansah/ JawaPos.com

CIBINONG-RADAR BOGOR, Wacana legalisasi ganja di Indonesia masih menuai pro kontra di tengah masyarakat. Terakhir, Mahkamah Konstitusi menolak Uji Materi UU Narkotika terhadap UUD 1945 terkait penggunaan ganja medis untuk kesehatan.

Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin saat berkunjung ke Cibinong, Kabupaten Bogor beberapa waktu lalu (21/7), menyayangkan putusan tersebut. Pihaknya meyakini perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ganja khususnya di tanah air.

“Kita juga sudah bicara dengan kementerian lain, itu mau kita gunakan untuk penelitian dulu, karena di kesehatan semua berbasis bukti, berbasis ilmiah,” ucapnya kepada wartawan.

Baca juga: Pencaker Padati Job Fair BTM, Ini Keuntungan Cari Kerja di Job Fair

Budi Gunadi menuturkan, banyak narkotika lain yang dipakai untuk kebutuhan medis seperti morfin. Morfin acap kali digunakan untuk pasien agar meredam rasa sakit, untuk kebutuhan perang dan lain-lain.

Namun demikian, penyuntikan morfin diregulasi secara terukur, diberikan secara khusus dan tidak dijual bebas. Atas dasar itu, dia menegaskan perlunya kajian yang lebih mendalam mengenai tumbuhan yang banyak ditemui di Daerah Aceh itu.

“Jadi ganja ini harus diteliti agar ada bukti medisnya apakah dia bisa dipakai untuk alasan medis. Yang kita mau, ada izin untuk melakukan penelitian itu,” tegasnya.

Di sisi lain, Ketua MUI Kabupaten Bogor, KH. Ahmad Mukri Aji khawatir, legalisasi ganja malah akan merusak penerus generasi bangsa ke depan.

“Yang jelas khamer atau minuman keras termasuk ganja, termasuk narkoba itu haram dan dilarang dalam perspektif hukum islam,” ucapnya.

Baca juga: Guru SD Di Babakan Madang Diminta Implementasikan Kurikulum Merdeka

Ketika dilegalkan, kata Mukri Aji, maka berpotensi menjadi sandaran orang-orang untuk alasan mabuk, yang padahal bukan untuk kepentingan kesehatan.

Menurutnya, perlu adanya keterlibatan para ahli fikih hukum islam, ahli kedokteran, sosiolog agar dapat dianalisis secara komprehensif.

“Mau siapapun yang ngomong mesti dikaji secara komprehensif, jangan hanya pihak kedokteran, kepada kyai kepada ulama,” tukasnya.(cok)

Editor: Rany