RADAR BOGOR, Penyakit tuberkulosis atau TB dikenal dengan gejala batuk berdahak yang berlangsung cukup lama, yaitu sekitar 21 hari. Tak hanya itu, batuk diikuti demam, keringat dingin pada malam hari, lemas, dan nafsu makan berkurang. Apakah vaksinasi BCG cukup untuk pencegahannya?
Pada akhir Juni 2022, Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengangkat kembali urgensi penanggulangan penyakit TB saat bertemu dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam rangka G20. Dalam rilis yang diunggah laman resmi WHO, Tedros berharap ada pencegahan yang lebih baik terkait tuberkulosis.
Selain gaya hidup sehat, pencegahan TB bisa dilakukan dengan vaksinasi BCG (Bacillus Calmette–Guérin). Dampaknya disebut bisa mencegah penyakit TB paru, terutama TB ekstrapulmonal (di luar jaringan paru) pada anak, seperti meningitis TB dan penyakit TB milier.
Dalam data yang dimiliki WHO, lebih dari 4.100 orang kehilangan nyawa karena TB setiap harinya. Hampir 28.000 orang jatuh sakit dengan penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dan disembuhkan itu. Tedros juga mendorong produksi vaksin BCG lokal bisa terus berkembang sebagai upaya mencegah persebarannya.
Baca juga : Kenali Gejala Virus Hendra Yang Dapat Menular ke Manusia
Pada umumnya, vaksin BCG diberikan pada bayi sebelum berusia 3 bulan. Tapi, orang dewasa juga bisa mendapatkannya, lho. Dokter Rita Hapsari Meta SpP FAPSR mengatakan, vaksin BCG tetap bisa diterima anak-anak hingga orang dewasa berusia 16–35 tahun.
Hingga saat ini, vaksin BCG tidak direkomendasikan pemberian booster. ”Jadi, cukup sekali pemberian sepanjang hidup. Tapi, bisa juga lebih dari sekali pada kondisi tertentu,” imbuhnya. Mereka yang punya risiko tinggi terpapar TB di tempat kerja boleh menerima vaksin BCG booster. Misalnya, tenaga medis yang kerap menangani kasus kesehatan yang berkaitan dengan penyakit tuberkulosis.
Vaksin BCG berisi Mycobacterium bovis yang sudah dilemahkan. Tujuannya, merangsang sistem imunitas tubuh manusia supaya membentuk kekebalan terhadap TB yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis. ”Pada beberapa penelitian, antibodi yang terbentuk dari reaksi vaksin BCG bertahan 10 sampai 25 tahun,” ucap dr Wira Widjaya Lindarto MkedKlin SpMK.
Karena itu, vaksin BCG secara umum tak perlu booster. Berbeda dengan jenis vaksin lain yang mana antibodi yang terbentuk kurang bertahan lama. ”Karena itu, booster dibutuhkan pada beberapa jenis vaksin lain supaya ada rangsangan pembentukan antibodi lagi,” jelasnya.
Rita mengatakan, pemeriksaan awal perlu dilakukan bagi orang dewasa yang akan menerima vaksin. Beberapa ketentuannya adalah belum pernah menerima vaksin BCG dan tidak pernah memiliki riwayat TB. Dua kondisi tersebut menunjukkan bahwa penerima vaksin sudah memiliki antibodi sehingga tak perlu diberi vaksin.
”Pasien dengan HIV, penyakit kanker sel darah putih, dan menjalani pengobatan imunosupresif belum bisa mendapatkan vaksin BCG,” imbuh dokter spesialis paru-paru National Hospital itu. Dia juga tidak menganjurkan bagi calon penerima vaksin yang pernah mengalami alergi parah terhadap salah satu zat yang digunakan.
Faktor-faktor tersebut membuat pembentukan antibodi dari vaksin BCG kurang optimal. Misalnya, pada pasien HIV ada bagian tubuh yang berfungsi mengaktifkan imunitas alami lewat sel limfosit T dan limfosit B. ”Kita sebut sebagai CD4 sebagai pengaktifnya. Nah, pada pasien HIV, kadar CD4 ini turun sekali,” jelas Wira. Alhasil, sel limfosit T dan limfosit B tak bisa bertugas sebagai imunitas dan antibodi seperti seharusnya.
Batasan usia pada pemberian vaksin berhubungan erat dengan awetnya antibodi akibat vaksin. ”Kalau booster diberikan saat usia di atas 30 tahun, harapannya antibodi yang terbentuk dapat bertahan hingga 60–70 tahun,” jelasnya. Namun, perlu diperhatikan bahwa vaksinasi di usia lebih dari 50 tahun bisa jadi tidak optimal. Wira menambahkan bahwa sistem imunitas pada usia 50 tahun ke atas mulai menurun. Pembentukan antibodi juga ikut menurun.
MITOS-FAKTA TUBERKULOSIS
MITOS: Penyakit masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
FAKTA: Setiap orang punya risiko. Kerentanan pada TB dipengaruhi kekebalan tubuh yang lemah, adanya kekurangan gizi, aktif merokok, tinggal di lingkungan lembap dan tidak terpapar sinar matahari, serta kontak erat dengan penderita TB dalam waktu yang panjang.
MITOS: Tidak bisa tinggal serumah dengan yang sehat.
FAKTA: Bisa, tapi perlu dilakukan pencegahan yang baik. Di antaranya, menerapkan etika batuk dan bersin yang baik, tidak meludah atau buang dahak sembarangan, dan tinggal di tempat yang cukup asupan sinar matahari serta memiliki ventilasi yang baik.
WATCH OUT!
Beberapa literatur menyebutkan laki-laki punya kemungkinan 6x lebih besar terkena TB dibandingkan perempuan. Hal itu dipengaruhi jumlah perokok aktif lebih banyak laki-laki sehingga menyebabkan kerusakan sel dalam tubuh akibat zat yang terkandung dalam rokok.
Semakin bertambah usia, risiko tertular penyakit TB semakin tinggi. Sebab, daya tahan tubuh menurun dan penyakit degeneratif yang mengakibatkan mudah tertular infeksi TB bertambah. (jpg)
Editor: Yosep/Ruli-KKL