25 radar bogor

Fasilitas Generalized System of Preference (GSP) Amerika Serikat-Indonesia Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi di Negara Berkembang

Generalized System of Preferences (GSP) adalah program perdagangan Amerika Serikat yang dirancang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di negara berkembang dengan menyediakan entri bebas bea masuk preferensi untuk hingga 4.800 produk dari 129 negara dan wilayah penerima yang ditunjuk.

Melalui program GSP, Amerika Serikat memberi potongan bea masuk terhadap sekitar 5.000 produk dari total 13.000 jenis produk dengan tiga kategori, yakni kategori A.

Sampai saat ini, Indonesia masih memperoleh GSP kategori A sehingga mendapatkan potongan bea masuk untuk 3.500 produk, termasuk produk agrikultur, produk tekstil, garmen, dan perkayuan.

Pengaturan-pengaturan terhadap perdagangan internasional diatur dalam perjanjian-perjanjian di bidang ekonomi yang mengatur tentang perdagangan internasional di bidang barang, jasa, dan penanaman modal antar negara.

Di tengah aksi agresif Amerika Serikat dalam menaikkan tarif impor dari berbagai negara, Indonesia bertumpu pada keberlanjutan kebijakan Generalized System Of Preference (GSP) agar bisa melanjutkan hubungan bilateral yang baik dengan AS.

Dengan kecenderungan pemerintahan Presiden AS Donald Trump yang lebih mengandalkan kerja sama bilateral, GSP menjadi satu-satunya tumpuan Indonesia untuk dapat menjalin hubungan perdagangan dengan AS. Amerika Serikat melalui United States Trade Representative (USTR) tengah mengevaluasi kelayakan Indonesia sebagai negara penerima fasilitas GSP.

GSP menjadi satu-satunya tumpuan Indonesia untuk menjalin hubungan dagang dengan AS. GSP sendiri merupakan kebijakan AS berupa pembebasan tarif bea masuk terhadap impor barang-barang tertentu dari negara-negara berkembang.

Fasilitas GSP resmi diperpanjang oleh AS untuk Indonesia pada November 2020. Fasilitas GSP harus terus diperkuat pelaksanaannya karena akan menguntungkan kedua negara.

Pada Januari-Agustus 2020, nilai ekspor Indonesia yang menggunakan fasilitas GSP tercatat 1,87 miliar dollar AS atau naik 10,6 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2019 Indonesia juga telah memiliki kelompok kerja peningkatan ekspor untuk isu GSP dan non-GSP, mengajukan proposal perjanjian dagang akses GSP tanpa syarat, dan revitalisasi dialog perdagangan dan investasi pada paruh pertama 2021.

Namun fasilitas GSP ini dicabut AS dari Turki, India, dan Thailand. Jenis produk yang masuk ke AS dari ketiga negara tersebut melalui skema GSP hampir sama dengan Indonesia sehingga memunculkan peluang untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan, karena AS masih membutuhkan barangbarang ekspor dari Turki, India, dan Thailand.

AS merupakan mitra dagang terbesar ke-4 bagi Indonesia setelah China, Jepang, dan Singapura. Adapun komoditas dari Indonesia yang diekspor ke AS antara lain makanan laut, karet, sepatu kulit, baju, alas kaki, furnitur, dan minyak kelapa sawit.

Selain itu, Indonesia juga akan terus mendorong pembentukan Limited Trade Deal (LTD). Kesepakatan ini berpotensi mendongkrak volume perdagangan Indonesia-AS hingga mencapai 60 miliar dollar AS dalam beberapa tahun ke depan. Melalui program GSP, AS memberi  potongan  bea masuk terhadap sekitar 5.000 produk dari total 13.000 jenis produk dengan tiga kategori, yakni kategori.

Sampai saat ini, Indonesia masih memperoleh GSP kategori A sehingga mendapatkan potongan bea masuk untuk 3.500 produk, termasuk produk agrikultur, produk tekstil, garmen, dan perkayuan. GSP akan diberikan sampai Indonesia tidak lagi menjadi negara penerima, sudah melampaui ambang batas Competitive Need Limitation (CNL) yang ditentukan, atau sampai periode program GSP berakhir.

Di sisi lain, Negara Kesatuan Republik Indonesia sedang melakukan beberapa negosiasi perjanjian perdangan internasional demi memperoleh peningkatan perekonomian. Keseluruhan perjanjian internasional tersebut merupakan pelaksanaan arahan Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia Joko Widodo untuk peningkatan ekspor dan investasi serta pengembangan potensi pasar non-tradisional Indonesia.

Indonesia selalu mengedepankan prinsip-prinsip kerja sama multilateral dengan merujuk pada aturan perdagangan internasional dibawah World Trade Organization (WTO). Berbagai Perjanjian WTO merupakan standar minimal yang dianut oleh Indonesia selaku negara anggota, sejalan dengan upaya aktif melakukan perundingan di tingkat bilateral dan regional sebagai bagian dari kontribusi Indonesia dalam merumuskan aturan main perdagangan internasional.

Dalam hubungan perdagangan Internasional, Indonesia dan Amerika Serikat sejauh ini terus mengendalikan hubungan baik dalam bisnis barang dan jasa. Saat ini Negara Kesatuan Republik Indonesia sedang menjalani dua proses evaluasi dengan Pemerintah AS mengenai kebijakan Generalized Preference System yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat.

Tarif merupakan salah satu kebijakan pemerintahan dalam mengatasi perdagangan dalam negeri dan merupakan salah satu devisa negara.

Bea yang dibebankan pada impor barang disebut bea impor atau bea masuk (import tarif, import duty) dan bea yang dibebankan pada ekspor disebut bea ekspor, sedangkan bea yang dikenakan pada barang-barang yang melewati daerah pabean negara pemungut disebut bea transit atau transit duty.

Pembayaran dalam perdagangan internasional merupakan salah satu bentuk kebijakan perdagangan luar negeri mengenai pengenaan sistem tarif terhadap berbagai komoditi yang diperdagangkan. Bea masuk inipun dapat menjadi hambatan dalam perdagangan internasional apabila terdapat situasi dimana terdapat negara berkembang yang tidak mampu menyesuaikan dengan “harga” yang ditentukan, sehingga secara langsung terdampak dalam hubungan perdagannya dengan negara lain.

Mengenai proses pengambilan keputusan (Decision Making) disebutkan bahwa WTO akan melanjutkan praktik pengambilan keputusan yang selama ini dilaksanakan dalam GATT (General Agreement on Tarifs and Trade), yaitu secara konsensus bila tidak ada anggota yang secara resmi merasa keberatan atas suatu masalah. Dalam hal tidak dicapai suatu keputusan secara konsensus, maka dapat diadakan pemungutan suara (Voting).

Sehingga, Amerika Serikat dan Indonesia harus mencapai kesepakatan dalam perihal GSP yang mempengaruhi bea import. Dalam pengaruhnya pada perjanjian perdagangan yang diatur WTO, apabila terdapat ketidaksepahaman dari kedua belah pihak maka harus menyesuaikan dengan Dispute Settlement atau penyelesaian sengketa yang harus mendahulukan metode penyelesaian damai.

Ashley Amira Freda

Mahasiswa Hubungan International Universitas Muhammadiyah Malang