25 radar bogor

Indonesia Masa Depan 9 : Pemred itu Pemimpin Perubahan

Indonesia Masa Depan
CEO Radar Bogor Group Hazairin Sitepu (Bang HS) berbincang panjang lebar dengan Rocky Gerung di Graha Pena, Jalan KH Abdullah Bin Nuh, Kota Bogor.
Indonesia Masa Depan
CEO Radar Bogor Group Hazairin Sitepu (Bang HS) berbincang panjang lebar dengan Rocky Gerung di Graha Pena, Jalan KH Abdullah Bin Nuh, Kota Bogor.

OPOSISI dan demokrasi di negara kita ini harusnya seperti apa? Lalu bagaimana mestinya partai politik dan syarat menjadi pemimpin masa depan? Sepenting apa peran pemimpin redaksi dalam negara demokrasi? Ini hal yang sangat menarik dari Diskusi Indonesia Masa Depan  Bang HS dengan Rocky Gerung. Berikut petikannya:

Baca Juga : Indonesia Masa Depan 5 : Kampanye Presiden itu di Ruang Redaksi

Bang HS: Bung Rocky, menurut saya, Anda adalah oposan sejati di negeri ini. Anda mewakili begitu banyak orang. Banyak suara yang diwakilkan di situ. Termasuk suara saya juga.

Rocky: Istilah bagus tuh: oposan sejati. Karena ada oposan yang tidak sejati. (Mereka) timbul-tenggelam dalam rakyat, ternyata mengambang di kekuasaan. Itu oposan yang tidak sejati.

Pada Pemilu 2019, saya beroposisi dengan Pak Jokowi. Pak Prabowo juga beroposisi dengan Pak Jokowi.

Ini dua motif berbeda. Pak Prabowo beroposisi kepada Pak Jokowi dengan maksud memperoleh kekuasaan. Walaupun kekuasaannya sekarang diperoleh sebagai menteri.

Saya beroposisi dengan maksud menghalangi kedunguan di Istana. Itu yang mungkin menerangkan oposisi yang sejati dan mana yang transaksional. Udah selesai tuh.

Bang HS: Lalu  bagaimana peran partai politik, kaitannya dengan parlemen yang berkualitas?

Rocky: Saya sudah kampanye dalam dua tahun ini soal threshold nol persen. Tidak ada satu pun partai yang mau ikut. Mereka tetap bahwa memang calon presiden mesti didukung oleh 20 persen kursi DPR.

Baca Juga : Indonesia Masa Depan 6 : Oligarki Mengincar Ijonan Baru

Belakangan, ketika mereka sendiri (parpol) tidak bisa penuhi itu, mulai ikut (dukung threshold nol persen). PAN mulai ikut: oke threshold 20 persen dihilangkan. Ini (namanya) oportunis. Dia hanya mau ikut kalau kepentingannya terganggu. Padahal, relasi kita dengan kekuasaan itu diatur oleh representasi langsung rakyat memilih presiden.

Bang HS: Threshold seharusnya nol persen?

Rocky: Threshold bukan nol persen. Malah seharusnya tidak ada (ambang batas minimal parpol pengusung capres). Seharusnya, gunakan presidential threshold, 50 plus 1. Kalau dia terpilih 50 plus 1, ya sudah, dia terpilih. Bukan melalui filter yang dipasang oleh partai (threshold) 20 persen.

Bang HS: Mental itu ada di semua partai saat ini?

Rocky: Kecuali Demokrat dan PKS yang dari awal memang ada di luar pemerintahan.

Bang HS: Bung Rocky, banyak sekali persoalan di masa depan yang akan kita hadapi. Kira-kira calon pemimpin seperti apa di masa depan ini untuk bisa mengatasi dan memecahkan persoalan-persoalan yang banyak itu?

Rocky: Parameternya, calon-calon itu mesti complied lulus fit and proper etikabilitas. Soal korupsi, soal berbohong, soal karakter dan etika menjadi seorang pemimpin. Orang yang tidak punya etika, dia tidak akan menjadi leader. Tapi menjadi dealer terus. Transaksi. Kira-kira itu.

Baca Juga : Indonesia Masa Depan 7 : Esensi Kampus dan Parlemen Outsorcing

Yang kedua, kita menghadapi dunia yang porak-poranda karena ambisi kekuasaan besar. Jadi, mesti punya kemampuan konseptual untuk membaca secara bird eye view, helicopter view, atau dari atas, tentang problem ekonomi politik.

Bang HS: Ini secara global, dunia?

Rocky: Ya. Seperti Iran sekarang berupaya menunjukkan bahwa dia mampu untuk bertahan dengan shelter nuklir baru. Mengapa negara Timur Tengah yang seharusnya beroposisi kepada Israel, terpaksa bikin hubungan diplomas. Supaya dapat senjata dari Amerika.

Bang HS: Bagaimana dengan lingkungan?

Rocky: Nah, lingkungan kalau dilihat dari atas bumi itu sebetulnya masih hijau. Tapi hijaunya karena lapangan golf, bukan karena hutan.

Soal begini, environment act, global financial crisis, democracy, human right, gender equality, itu harus ada di kepala calon presiden. Itu yang saya sebut syarat intelektualitas harus ada. Baru setelah itu syarat elektabilitas.

Bang HS: Jadi itu urutan syarat menjadi pemimpin?

Rocky: Kalau dibilang siapa pemimpin ke depan? Dia mesti lulus dulu etikabilitas, lulus intelektualitas baru disodorkan sebagai calon presiden. Saya tidak tahu posisi saya di mana tuh. Silakan disurvei.

Bang HS: Menurut saya, Rocky pantaslah menjadi calon presiden. Kalau nol persen (threshold) ya. Tapi mau kan, kalau dicalonkan jadi presiden?

Rocky: Setiap orang harus bisa mengambil kesempatan untuk memimpin. Kalau menunggu pilihan rakyat, Anda mampu tidak? Saya mampu. Bagaimana modal Anda? Ya, itu soal lain. Poinnya adalah, kita ingin buka partisipasi luas, tetapi oligarki politik dan ekonomi menghalangi itu. Jadi itu yang mesti dipahami. Kita hapus dulu. Sebelum kita bikin ambisi yang ngaco.

Baca Juga : Indonesia Masa Depan 8, Kaos Oblong Elon Musk dan Hutan Indonesia

Kalau kita punya ambisi tapi kita tahu kita tidak bisa berantas, ya, percuma. Ambisi itu mesti paralel dengan upaya untuk menolkan atau menihilkan threshold itu dulu.

Bang HS: Misalnya begini Bung Rocky. Tiba-tiba ada Undang-Undang baru yang dibuat DPR. Kemudian di UU itu memungkinkan Rocky diangkat…

Rocky: (Secara) aklamasi dong ya?

Bang HS: Ya. Aklamasi. Diangkat menjadi presiden, menjadi ketua DPR, dan menjadi ketua MA. Anda pilih jadi apa?

Rocky: Saya pilih menjadi pemimpin redaksi. Serius. Kalau pemimpin redaksi ada di pilihan itu. Karena kita mesti nyatakan bahwa pemimpin redaksi itu setara dengan presiden. Di luar negeri, pemred dianggap sebagai presiden masyarakat sipil. Dia bisa masuk-keluar kantor perdana menteri.

Bang HS: Kalau di sini?

Rocky: Kalau di sini, seolah pers itu semacam, ya, Anda boleh bersuara tapi kalau Anda lewati batas itu, kita hajar Anda.

Jadi kita bikin ada kebebasan pers baru kita bisa lengkapi dengan siapa jadi ketua MK, jaksa, dan presiden. Tanpa ada variabel itu (kebebasan pers) percuma ada pemimpin.

Bang HS: Jadi Bung Rocky ini mau diangkat menjadi presiden tidak mau, menjadi ketua DPR tidak mau, menjadi ketua Mahkamah Agung tidak mau. Maunya menjadi pemred. Ha…ha..haaa…

Rocky: Ya. Ketua DPR, MPR, jaksa dan segala macam, tidak ada gunanya kalau suasana public discourse tidak ada. Jadi, setiap pemred sebetulnya adalah pemimpin perubahan. Itu intinya.(bersambung)

Editor : Yosep