RADAR BOGOR, Aktivitas manusia, teknologi, serta perkembangan zaman yang sangat pesat dapat menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) dari tahun ke tahun.
Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan dalam variabilitas iklim serta dapat memicu adanya perubahan iklim. Perubahan iklim dapat mempengaruhi berbagai kondisi.
GRK yang meningkat diiringi dengan peningkatan suhu rataan global, perubahan pola curah hujan dan distribusinya, iklim yang ekstrem, muka air laut naik, dan pH air laut turun, perubahan ketersediaan air, musim kemarau yang panjang, musim hujan dengan intensitas hujan yang tinggi.
Perubahan-perubahan tersebut secara signifikan menurunkan produktivitas pertanian. FAO (Food and Agriculture Organization) pada tahun 2010 pertama kali memperkenalkan konsep pembangunan pertanian yang bertujuan meningkatkan resiliensi pertanian terhadap dampak perubahan iklim yang disebut sebagai Climate Smart Agriculture (CSA).
Pilar yang menjadi pondasi pada CSA antara lain membangun sinergi antara peningkatan produktivitas dan pendapatan petani dengan adaptasi serta mitigasi perubahan iklim untuk mencapai ketahanan pangan dan tujuan pembangunan nasional. Climate Smart Agriculture (CSA) hadir sebagai transisi sistem produksi pertanian menuju suatu pendekatan yang terintegrasi untuk menghadapi tantangan yang saling terkait antara ketahanan pangan dan perubahan iklim.
Tiga tujuan utama CSA antara lain meningkatkan produktivitas pertanian secara berkelanjutan, adaptasi sistem pertanian yang resilien terhadap perubahan iklim, dan mengurangi emisi dan meningkatkan absorpsi GRK dari aktivitas pertanian. Tiga tujuan ini dilakukan pada berbagai skala dari hulu hingga hilir, dari petani, distributor, hingga negara.
Banyak penelitian yang dilakukan terhadap teknologi apa saja yang dapat diterapkan dan memenuhi prinsip CSA dalam menciptakan pertanian yang resilien terhadap perubahan iklim.
Teknologi tersebut mencakup keseluruhan aspek dimulai dari iklim itu sendiri, sistem air, sistem tanah dan lahan, dan juga sistem manajemen OPT (organisme pengganggu tanaman) untuk menjadikan sistem pertanian yang resilien terhadap perubahan iklim.
Pemanfaatan teknologi iklim dan cuaca dalam peningkatan produktivitas pertanian untuk mencapai ketahanan pangan berbasis CSA antara lain melalui prediksi musim, pengendalian waktu tanam dan jumlah dan waktu aplikasi pupuk.
Prakiraan iklim musiman digunakan oleh produsen tanaman untuk keputusan jangka panjang, misalnya waktu penanaman dan panen, lapangan pemupukan, atau pengelolaan air. Penjelasan mengenai manfaat dari adanya prediksi musiman dalam membantu pengambilan keputusan dalam pertanian dapat dilihat pada Tabel 1.
Selanjutnya adalah penyesuaian waktu tanam, teknik tersebut merupakan cara yang ditemukan paling efisien juga terjangkau untuk meningkatkan produktivitas tanaman (Laux et al. 2010).
Dengan teknologi penyesuaian waktu tanam dan pemilihan komoditas, kondisi iklim pada awal dan selama musim tanam sudah dipertimbangkan untuk menghindari gagal tanam dan gagal panen akibat kekeringan atau banjir.
Pemerintah mengembangkan kalender tanam untuk memberikan rekomendasi waktu tanam berdasrakan informasi awal musim hujan (MH) yang dikeluarkan oleh BMKG. Kalender tanam merupakan alat bantu bagi petani dan penyuluh untuk mengambil keputusan dalam menentukan waktu tanam, penyiapan benih, pengolahan lahan, kebutuhan tenaga kerja, dan mengatur penggunaan alat mesin untuk pengolahan lahan dan panen.
Prediksi waktu tanam yang akurat untuk 2−3 bulan sebelum waktu tanam diperlukan sehingga tersedia waktu yang cukup bagi pengambil kebijakan dan petani untuk menyusun manajemen produksi usaha tani padi yang menguntungkan pada musim tanam yang akan datang (Sumarni dan Syahbudin 2015).
Lalu terkait manajemen pemberian jumlah dan waktu aplikasi pupuk juga dapat digunakan dalam peningkatan produktivitas pertanian.
Pengaturan pemberian pupuk N berdasarkan informasi iklim dapat mengurangi pemupukan berlebih di musim panen rendah dan memungkinkan peningkatan margin kotor di musim-musim potensial dengan hasil tinggi.
Salah satu prediksi musiman yang digunakan dalam menentukan pengaturan pemberian pupuk adalah POAMA. Model ini diuji keterampilannya dan digunakan untuk pengambilan keputusan pemeberian pupuk N pada sabuk gandum Australia Barat.
Prakiraan curah hujan musiman POAMA Keterampilan ini menghasilkan sekitar $ 50/ha manfaat tambahan bila digunakan dalam pengelolaan N. Pengendalian pupuk dengan POAMA ini menngunakan prdiksi curah hujan sebagai patokan serta mengintergrasikannya dengan APSIM (simulator sistem produksi pertanian untuk gandum).
PSIM ini digunakan untuk menghasilkan simulasi laju N multifaktorial untuk jenis tanah yang berbeda-beda dengan menghitung produksi biomassa harian yang dapat dicapai berdasarkan intersepsi cahaya dan efisiensi penggunaan radiasi (Asseng et al. 2012).
Berdasarkan dengan skenario iklim yang telah diteliti oleh para peneliti, fenomena perubahan iklim dapat berpengaruh terhadap kestabilan sistem iklim di bumi yang akan berdampak pada seluruh sistem lainnya dan juga kehidupan makhluk di dalamnya.
Pertanian merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan manusia, penting untuk diperhatikan agar dapat menerapkan sistem pertanian yang resilien terhadap perubahan iklim.
Teknologi berbasiskan CSA antara lain pemanfaatan teknologi iklim dan cuaca yang mana dapat memprediksi musim, mengendalikan waktu tanam. Selain itu masih banyak lagi penerapan teknologi berbasis CSA untuk pertanian yang resilien terhadap perubahan iklim.
Konsep CSA dapat digunakan untuk membangun suatu bentuk pertanian di Indonesia yang bisa bertahan terhadap perubahan dan variabilitas iklim. Sudah berkenalan dengan konsep CSA, siapkah mengaplikasikannya untuk meningkatkan ketahanan pangan pertanian Indonesia yang resilien terhadap perubahan iklim?
Tulisan ini dibuat berdasarkan isi MK Climate Smart Agriculture (Pertanian Cerdas Iklim) dari PS KLI-IPB
Penulis :
Siti Nadia Nurul Azizah, mahasiswa pascasarja di Program Studi Klimatologi Terapan
Prof. Dr. Ir. Tania June, M.Sc adalah Guru Besar IPB University yang mengembangkan dan mengajar MK Climate Smart Agriculture di Program Studi Klimatologi Terapan
Afiliasi :
IPB University, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Geofisika dan Meteorologi