25 radar bogor

Manfaatkan Kultur Jaringan, Minaqu Kebut Jutaan Bibit Tanaman Hias

Minaqu
Seorang karyawan Minaqu Indonesia menunjukkan bibit tanaman hias yang sedang dalam proses kultur jaringan. (Foto: Sofyansyah/ Radar Bogor)

BOGOR-RADAR BOGOR, Minaqu Indonesia mulai menggarap produksi tanaman hiasnya melalui metode kultur jaringan. Bioteknologi itu mampu menghasilkan ribuan bibit dalam waktu yang relatif lebih singkat.

CEO Minaqu Indonesia Ade Wardhana Adinata mengungkapkan, ada dua laboratorium kultur jaringan yang digarap timnya. Salah satunya, berada di dalam wilayah Kota Bogor dan menghasilkan sekira 200 ribu bibit dari berbagai jenis tanaman hias.

Baca juga: Pemkab Bogor Kembali Gelar Seleksi Pemilihan Puteri Otonomi Daerah 2022

Diantaranya seperti Monstera, Anthurium, Homalomena, Alocasia, hingga Scindapsus. Bahkan, diantaranya bisa dengan mudah mengembangbiakkan tanaman hias dengan jenis variegata.

Menurut Ade, metode kultur jaringan itu sekaligus untuk menjawab tantangan terhadap kebutuhan bibit tanaman yanga sangat banyak. Tak hanya tanaman hias, kebutuhan untuk tanaman pangan dan hortikultura juga terbilang cukup banyak. Cara konvensional hanya bisa menghasilkan jumlah bibit yang sangat terbatas.

“Untuk mempercepat kapasitas produksi, salah satu yang terbaik dengan metode kultur jaringan. Kita juga untuk memenuhi produksi domestik dan juga suplai tanaman hias yang ada di beberapa negara Eropa dan Amerika,” jelasnya.

Saat ini, kapasitas produksi laboratorium Minaqu Indonesia mencapai kisaran 200 ribu bibit tanaman. Sekira 250 jenis tanaman telah dihasilkan dari kultur jaringan itu.

Minaqu juga berkolaborasi dengan laboratorium kultur jaringan lain untuk memenuhi kapasitas 7 juta bibit per tahun. Tentu saja, ke depannya kapasitas itu akan bertambah seiring dengan permintaan dari dalam negeri maupun mancanegara

“Kemungkinan nanti kita akan memperbesar space-nya (laboratorium) jika ada penambahan order. Apalagi, kultur jaringan itu juga menyuplai kebutuhan produsen tanaman hias, baik domestik maupun ekspor negara-negara Eropa dan Amerika,” tuturnya.

Produk tanaman hias dari kultur jaringan itu memang digemari untuk tujuan ekspor. Pasalnya, hasilnya dianggap terbebas dari potensi bakteri yang mengganggu pertumbuhan. Kapasitas pengiriman juga bisa lebih banyak.

Ade menegaskan, kualitas tanaman dari metode kultur jaringan sama sekali tidak berbeda dengan indukannya. Pemeliharaan bibit produk kultur jaringan bisa dilakukan secara konvensional.

“Saya melihat ada sebuah penyimpangan informasi (misinformasi), yang menganggap tanaman kultur jaringan itu rentan penyakit. Padahal, secara genetik, hasilnya sama saja dengan induknya. Tidak ada minusnya. Malah hasil kultur jaringan membuat harga tanaman hias juga bisa ditekan dan lebih affordable,” papar alumni IPB ini. (mam)