25 radar bogor

Strategi Implementasi Satu Data Kependudukan (BPS dengan Dukcapil)

BPS

BPS

Oleh : Mohamad Abdul Azis (BPS Jakarta Pusat)

Pendahuluan

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan tegas menjamin hak setiap penduduk untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, memperoleh status kewarganegaraan, menjamin kebebasan memeluk agama dan memilih tempat tinggal di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

Para pemakai data kependudukan, khususnya para perencana, pengambil kebijaksanaan, dan peneliti sangat membutuhkan data penduduk yang berkesinambungan dari tahun ke tahun. Padahal sumber data penduduk yang tersedia hanya secara periodic.

Pada tahun 2022 Belanja Negara RAPBN 2022 diarahkan untuk Program Pemulihan Ekonomi (PEN) salah satu poinnya adalah optimalisasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada tahun 2022 yaitu  membangun pusat data nasional dan implementasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 39 Tahun 2019 Tentang Satu Data Indonesia.

Ini menjadi rujukan BPS dan Dirjen Dukcapil Kemendagri untuk mensingkronisasi kan Data Kependudukan dengan menghasilkan Data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan, serta mudah diakses dan dibagipakaikan antar instansi pusat dan instansi daerah.

Mengingat pentingnya data, hampir setiap instansi pemerintah di Indonesia membutuhkan data salah satunya data kependudukan. Data ini digunakan untuk kepentingan program dan kegiatan Instansi terkait.

Guna mengatasi kebutuhan data kependudukan, pemerintah melalui UU Statistik no 16 tahun 1997 telah menetapkan Badan Pusat Statistik sebagai lembaga yang bertanggungjawab untuk mengumpulkan dan mengolah data statistik kependudukan bagi keperluan pembangunan.

Namun, pemerintah melalui UU No 24 tahun 2013 juga mengamanatkan Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebagai penanggungjawab penyedia data kependudukan untuk perencanaan pembangunan.

UU ini juga secara tegas memerintahkan seluruh pemerintah daerah untuk menggunakan data hasil registrasi penduduk dan pencatatan sipil dalam penyusunan perencanaan pembangunan wilayah masing-masing.

Dengan munculnya kedua UU di atas menimbulkan kerancuan tentang data mana yang harus digunakan, dan apakah data yang ada dapat memenuhi kebutuhan seluruh perencanaan pembangunan.

Secara umum terdapat perbedaan mendasar antara data kependudukan yang dihasilkan BPS dan Ditjen Kependudukan & Pencatatan Sipil Kemendagri, khususnya dalam hal metode pengumpulan data, sehingga pemanfataannya pun harus tepat dan implementasi kebijakannya pun masih belum dilaksanakan secara maksimal.

DESKRIPSI MASALAH

Dukungan Data

Tabel 1. Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2020 dan  2021 (Dukcapil dan BPS)

Sumber/Source:   Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri dan BPS (2020-2021)

Dirjen Dukcapil Kemendagri Badan Pusat Statistik Selisih
TAHUN 2020 271.350.000 270.200.000 1.150.000
TAHUN 2021 273.870.000 272.248.500 1.621.500

 

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2020 yang dilakukan Badan Pusat Statistik Jumlah Penduduk Indonesia tahun 2020 tercatat sebanyak 270.200.000 jiwa, sementara hasil data registrasi yang dilakukan oleh Dukcapil Kemendagri pada tahun 2020 Jumlah Penduduk Indonesia tercatat sebanyak 271.350.000 jiwa.

Ada perbedaan atau selisih Jumlah Penduduk Indonesia yang tercatat berdasarkan perhitungan BPS dengan Dukcapil yaitu selisih 1.150.000 jiwa. Pada tahun 2021 data Jumlah Penduduk Indonesia menurut BPS tercatat 272.248.000 jiwa.

Sementara berdasarkan Registrasi Penduduk Dukcapil tercatat 273.870.000 jiwa, ada selisih Jumlah Penduduk Indonesia hasil pencatatan yang dilakukan BPS dengan Dukcapil yaitu 1.621.500 jiwa.

Efek Permasalahan

1. Syarat utama administrasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah adalah dokumen kependudukan. Dalam dokumen kependudukan ini maka ada data Nomor Induk Kependudukan (NIK)(De Jure), nama dan alamat bagi warga penerima bantuan sosial dari pemerintah. Karena perbedaan data yang cukup signifikan dengan data kependudukan BPS memungkinkan Masyarakat yang KTP nya bukan daerah tersebut dan termasuk warga kurang mampu memungkinkan tidak menerima BLT.

2. Kerancuan data Jumlah Penduduk Indonesia yang sudah di Vaksin Covid-19. Karena ketidak integrasian data Kependudukan BPS, Data Kependudukan Dukcapil Kemendagri dan Peduli Lindungi untuk menghasilkan data yang valid sehingga Masyarakat Diseluruh Indonesia dapat menerima Vaksin walaupun bukan berasal dari tempat tinggal mereka.

3. Masyarakat Pengguna Data (Akademisi, Peneliti, dll) Merasa bingung terkait kevalidan data kependudukan Indonesia antara Data Dukcapil dan BPS.

Akar Masalah

1. Dirjen Dukcapil menghitung penduduk berdasarkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) serta NIK yang ada (de jure) sedangkan BPS mencatat penduduk dengan melakukan pendataan lapangan sehingga data yang dihasilkan mengacu kepada hasil sebenarnya di lapangan (de facto) dalam kurun waktu tertentu;

2. Perbedaan referensi waktu dari angka mempresentasikan hasil Sensus Penduduk 2020 (SP2020) kondisi September 2020 dan Data Administrasi Kependudukan Semester II (posisi Desember 2020) (Khusus tahun 2020); dan

3. Perbedaan Data Kependudukan Level Provinsi:

a. Provinsi Kalimantan Utara, Jawa Barat, Banten, dan Kepulauan Riau data jumlah penduduk hasil SP2020 (September 2020) lebih banyak dibandingkan data Adminduk (Desember 2020). perbedaan terbesar terjadi di Jawa Barat. Di mana hasil SP2020 tercatat sebanyak 48,27 juta jiwa (angka estimasi Desember 2020 sebesar 48,43 juta jiwa), sedangkan catatan Adminduk adalah 47,14 juta jiwa. (selisih 1.13 Jt); dan

b. beberapa provinsi jumlah penduduk hasil SP2020 lebih kecil dibandingkan dengan data Adminduk semester II. Khusus Jakarta (Alih Fungsi Lahan dan Bangunan) dan Nusa tenggara (mengirim Migran).

Alternatif Solusi  Permasalahan

Merancang design rekonsiliasi data kependudukan perlu dilakukan secara Continius melalui penyempurnaan mekanisme pengumpulan data kependudukan di setiap jenjang pemerintahan. Inovasi dan kreatifitas dapat dilakukan beberapa daerah dengan menyediakan layanan kependudukan secara online, ini harus mendapatkan apresiasi tinggi.

Masyarakat dapat diberi akses yang lebih dalam mengikuti kegiatan perhitungan data kependudukann ,misalnya dengan kegiatan Aktif  seperti jemput bola ke masyarakat dan Reaktif seperti menerima informasi dari masyarakat khususnya BPS dan Dirjen Dukcapil Kemendagri dari kewenangan pelayanan administrasi terkecil hingga wilayah pusat.

Diperlukan data kependudukan secara de jure dan de facto dapat selaras pada tingkat RT, RW, Kel,…, Propinsi Hingga Administrasi Pusat. Parameter demografi seperti tingkat kelahiran, kematian, jenis kelamin, mobilisasi sosial dan migrasi dapat dihitung menggunakan data Adminduk, baru kemudian, upaya mewujudkan satu data kependudukan telah mencapai garis finish dan Indonesia dapat melaksanakan sensus metode registrasi, tanpa harus mencatat penduduk dari rumah ke rumah. (*)