25 radar bogor

Ketersediaan Air Secara Berkelanjutan dari Air Tanah dan Air Permukaan

Oleh : Prof. Hadi Susilo Arifin, Ph.D.

Ketua Program Magister Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana – IPB University

AIR adalah sumber kehidupan. Beragam kegiatan mahluk hidup, manusia, hewan, tumbuhan sampai dengan jasad renik, semua membutuhkan air. Sehingga ketersediaan sumberdaya air, baik air tanah maupun air permukaan perlu dikelola dengan baik, agar tetap berkelanjutan.

Hal ini sangat terkait dengan SDG’s khususnya pada Tujuan ke 6 (Air bersih dan sanitasi layak), tujuan ke 11 (Kota dan permukiman yang berkelanjutan), tujuan ke 14 (Ekosistem Lautan) dan tujuan ke 15 (Ekosistem daratan).

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (2015), bahwa potensi ketersediaan air di Indonesia mencapai 3,9 trilyun m3/tahun. Jumlah ini cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Tetapi pada kenyaataannya, sering kita hadapi saat di musim penghujan, di mana-mana banjir. Di lain pihak dipicu oleh perubahan lingkungan sedikit saja akibat adanya siklus hidrologi, misalnya di musim kemarau, di mana-mana terjadi kekeringan.

Kelentingan sumberdaya air (water resilient) sangat diperlukan untuk mendapatkan ketahanan air (water security). Ketahanan air adalah kemampuan masyarakat mengakses sumberdaya air baik secara kuantitas, kualitas serta kontinuitasnya.

Hal tesebut sangat penting untuk menjamin keberlanjutan kesehatan manusia, dan keberlanjutan ekosistem pada daerah tangkapan air.

Hasil riset di DAS Ciujung (sebagian Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kota Serang dan Kabupaten Bogor), diketahui ketersediaan air sebesar 36,57 m3/detik (1,153 milyar m3/tahun). Jumlah kebutuhan air di DAS Ciujung sebesar 38, 36 m3/detik (1,209 milyar m3/tahun).

Kebutuhan air meliputi untuk kegiatan perikanan tambak di pesisir pantai, untuk industri, untuk kebutuhan rumah tangga, perkotaan dan industri serta irigasi.

Kebutuhan air yang mendominasi adalah sektor irigasi yaitu sekitar 73,1% diikuti penggunaan air untuk perikanan yaitu sebesar 9,7% dari total kebutuhan air DAS Ciujung. Bahwa DAS Ciujung mengalami defisit sebesar 1,79 m3/detik (56,4 juta m3/tahun).

Neraca surplus-defisit tiap bulannya menunjukkan bahwa menjelang masa tanam yaitu bulan Juli sampai Oktober terjadi defisit, sedangkan Desember sampai Maret relatif terjadi surplus.

Dalam kasus seperti ini, solusinya adalah diperlukan adaptasi oleh petani dalam mementukan masa tanam (Kurniasari, Arifin, Purwanto, 2021).

Keberlanjutan dalam kontinum air perkotaan, dapat dinyatakan posisi kota pada: water supply city, sewerage city, drainage city, water way, water cycle, water sensitive city.

Masing-masing memiliki faktor penggeraknya (driver factors). Juga bisa dilihat “management response” nya pada setiap tahapan kontinum air perkotaan (Gambar 1).

Sebagai contoh (Gambar 2) dari hasil penelitian water sensitive city di Bogor Raya (Arifin et al, 2018), didapatkan hasil bahwa dicapai tingkat water supply city (67%), sewered city (67%), drained city (50%), waterway city (84%), water cycle city (19%) dan water sensitive city (0%). Dalam WSC terdapat 7 goals, dan 34 indikator.

Gambar 1. The Water State Continuum

Dari salah satu goal pada WSC adalah perbaikan kesehatan ekologis (improvement ecoligcal helath). Untuk mencapai goal tersebut, maka diperlukan empat pencapaian indikator.

Keempat indikator adalah: habitat yang sehat dan beraneka ragam, kualitas dan aliran air permukaan, kualitas dan pengisian air tanah; dan melindungi kawasan yang ada dengan nilai ekologis yang tinggi.

Gambar 2. Benchmarking peforma WSC
di Bogor Raya