25 radar bogor

Presidensi G20 Menjawab Asa Negara – Negara Miskin

Presidensi G20
Diskusi media terkait Presidensi G20 yang digelar FMB9 di Jakarta, Senin (14/2/2022).
Presidensi G20
Diskusi media terkait Presidensi G20 yang digelar FMB9 di Jakarta, Senin (14/2/2022).

JAKARTA-RADAR BOGOR, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional, Wempi Saputra mengatakan, Presidensi G20 di Indonesia bertema “recover together, recover stronger.”

Baca Juga : Gelar Pertemuan Presidensial G20 Kemendag Dorong Kebijakan Perdagangan dan Investasi untuk Capai SDGs

Dari tema ini terlihat nanti bagaimana upaya penanganan pandemi global sebagai fokus dan pemerataan vaksinasi global juga menjadi isu penting.

Selain itu bagaimana forum Presidensi G20 ini berperan untuk negara-negara miskin dengan tingkat vaksinasi yang masih rendah. Hal tersebut disampaikan dalam diskusi media yang digelar FMB9 di Jakarta, Senin (14/2/2022).

Tema yang diusung, kata Wempy, adalah “Recover Together, Recover Stronger” ini akan membahas strategi baik jangka pendek maupun panjang.

“Jadi recover together tadi adalah suatu strategi dalam jangka menengah, sedangkan recover stronger adalah strategi jangka menengah dan panjang. Exit strategi ini adalah koordinasi kebijakan ekonomi jangka pendek,” jelas Wempi.

Yang menjadi sorotan adalah, dalam forum bergengsi ini pembahasan isu utang negara-negara miskin yang kian menumpuk dan masuk dalam topik kesinambungan utang (debt sustainability) untuk negara-negara miskin.

“Dalam Presidensi G20 kita dorong restrukturisasi utang negara-negara miskin hingga tercapai kesepakatan konsensus, yakni negara pemberi utang perlu memberikan restrukturisasi. Karena negara miskin utangnya banyak. Seperti utang untuk pembangunan. Negara-negara miskin ini mengalami peningkatan utang selama pandemi Covid-19 karena keterbatasan fiskal Jadi dalam forum Presidensi G20, negara maju yang menghutangi negara miskin tadi melakukan program restrukturisasi,” ujar Wempi.

Wempi mengatakan, dalam agenda tersebut juga membahas perbaikan luka akibat pandemi Covid-19 yang menyebabkan turunnya produktivitas orang yang sudah lama tidak bekerja karena PHK hingga tidak berfungsinya mesin pabrik.

Luka tersebut memang tidak mudah untuk dapat menumbuhkannya kembali, bahkan untuk dapat pulih akan membutuhkan waktu untuk melakukan penyesuaian pola kerja baru.

“Yang kedua investasi yang semakin menurun akibat pandemi. Lalu yang ketiga adalah banyaknya pengangguran, kondisi ini adalah salah satu contoh dari luka akibat pandemi yang harus dihadapi semua negara,” jelasnya.

Wempi melanjutkan, dalam pertemuan kali ini juga akan membahas sistem pembayaran di era digital. Dimana akan ada cross border payment transaksi internasional antarnegara dengan mengenalkan digital currency / mata uang digital bank sentral.

“Isu keempat terkait sustainable finance atau keuangan berkelanjutan. Fokusnya untuk transisi menuju ekonomi hijau agar bisa lebih adil dan terjangkau buat negara berkembang, mereka membutuhkan suatu transisi suatu framework menuju transisi ekonomi hijau dan bagaimana mengakses pasar terhadap investasi yang mengarah ke green economy,” paparnya.

Selain itu forum ini juga akan membahas inklusi keuangan atau bagaimana mengaktifkannya dalam membantu pembiayaan dari UMKM di era digital.

“Terakhir international taxation dan kita bicara pilar satu pilar dua inti pilar satu dan pilar dua adalah bagaimana kita melakukan formulasi hak pemajakan dari perusahaan multinasional,” pungkasnya.

Wempy menjelaskan, kepercayaan kepada Indonesia memegang Presidensi G20 2022 bisa dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mendorong sektor perdagangan, industri dan investasi melalui berbagai forum pertemuan yang akan digelar.

Presidensi G20 merupakan pasar yang besar karena menguasai 85 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dunia, 80 persen investasi global, dan 75 persen perdagangan global.

Wempi Saputra mengatakan, transformasi digital terutama soal sistem pembayaran, dimana pada pada forum ini, Indonesia akan mengenalkan suatu sistem pembayaran dalam era digital yang akan dapat di gunakan di negara-negara anggota Presidensi G20.

“Ini terkait dengan cross border payment, transaksi perdagangan antar negara, dan bagaimana kita mengenalkan digital currency dari mata uang bank sentral,” ujar Wempi.

Ditambahkan Wempi, hal tersebut penting untuk diangkat sebab transformasi digital yang terjadi saat ini cukup pesat di samping adanya pandemi covid 19.

Rangkaian Presidensi G20 dilaksanakan di Jakarta pada 15-18 Februari 2022. Pertemuan pertama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral anggota G20 di bawah presidensi Indonesia ini menjadi tantangan tersendiri karena digelar ketika Indonesia dan dunia sedang berjuang habis-habisan, menghadapi serangan Omicron, varietas Covid-19 yang lebih cepat menyebar dibanding varian lainnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, negara-negara di dunia sedang menghadapi ancaman. Risiko yang dimaksud adalah mulai dari tekanan inflasi, kebijakan normalisasi suku bunga oleh bank sentral, pertumbuhan ekonomi yang tak merata hingga potensi krisis di negara-negara berkembang.

Keberadaan Indonesia sebagai Presidensi G20 akan menjadi wasit dan mencatat semua masukan atau usulan dari negara-negara tersebut. (*)