25 radar bogor

RUU TPKS Darurat Sebab Kasus Kekerasan Seksual Meningkat

RUU TPKS
Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual melakukan aksi menuntut pengesahan RUU TPKS di depan kompleks parlemen, Rabu (23/12/2021). Dalam aksinya mereka mendesak DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sebagai RUU inisiatif DPR di awal 2022
RUU TPKS
Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual melakukan aksi menuntut pengesahan RUU TPKS di depan kompleks parlemen.

JAKARTA – RADAR BOGOR, Prevalensi kekerasan seksual mengalami penurunan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Meskipun begitu, Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) tetap perlu segera ditetapkan karena bersifat urgensi.

“Perlu undang-undang sehingga perlindungan bagi korban lebih bagus,” ujar Deputi Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nahar usai Rapat Tingkat Menteri (RTM) terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Anak, di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Rabu (12/1).

Baca Juga :RUU TPKS di Sempurnakan, Nasdem Harapkan Berjalan Mulus

Dia mengatakan, meski prevalensi kekerasan seksual terjadi dalam tiga tahun terakhir menurun, angka kasus tersebut masih tinggi. Bahkan, modus dan kasus kekerasan seksual semakin ekstrem dan mengerikan.

Oleh karena itu, menurutnya pengesahan RUU TPKS mampu menjawab hal tersebut sekaligus memberi perlindungan lebih bagi korban. “Sekarang itu, masih normatif sehingga perlindungan korban perlu ditingkatkan. Jadi kasus berubah dan itu perlu dijawab UU,” terang dia.

Adapun, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy menyampaikan bahwa pemerintah akan terus berkomitmen dalam memerangi dan mencegah kasus-kasus kejahatan seksual terhadap anak.

Pemerintah pun telah menetapkan berbagai peraturan perundang-undangan yang cukup, termasuk produk turunannya. Ia membeberkan, sejak 2018 sampai 2021 telah terjadi penurunan prevalensi kekerasan seksual sekitar 24 persen.

Meski begitu, secara absolut jumlahnya masih besar dan dampak terhadap korban masih belum tertangani dengan baik. “Yang sangat penting adalah implementasi dari peraturan dan perundangan yang ada serta komitmen dan koordinasi antar lembaga pemerintah pusat dan daerah serta penguatan dan unit-unit perlindungan yang terkait dengan perlindungan anak,” imbuh dia.

Baca Juga :Mentri PPPA Lakukan Diskusi,Jika RUU TPKS Dapat Penolakan

Dirinya pun memberikan penekanan, yakni kasus kekerasan seksual terhadap anak menjadi isu utama dalam pembangunan manusia dan kebudayaan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah mengarahkan kementerian atau lembaga bertanggungjawab segera memberikan langkah konkret dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada anak ini.

“Bapak Presiden memberikan arahan agar memprioritaskan aksi pencegahan kekerasan pada anak, mereformasi managemen penanganan kasus, dan layanan pendampingan bantuan hukum serta layanan rehabilitasi mental maupun sosial dan reintegrasi sosial,” papar dia.

Sementara di tingkat desa, peran desa dan pemerintah desa sangat strategis, terutama dalam upaya pencegahan dan penanganan kejahatan seksual terhadap anak melalui SDG’s Desa.

“Kita tahu bahwa ada 18 target SDG’s di antaranya adalah masalah desa ramah anak kemudian perlindungan terhadap kekerasan terhadap anak perempuan dan kekerasan terhadap anak secara umum,” tandas Muhadjir.(jpg)