25 radar bogor

Endang S Thohari Sampaikan Usulan Kebijakan Subsektor Hortikultura Untuk Tingkatkan Ekspor dan Kebutuhan Dalam Negeri

RADAR BOGOR, Tingkatkan ekspor dan kebutuhan dalam negeri pada subsektor hortikultura, anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Hj. Endang S Thohari (A-84) Dapil Jawa Barat III yang meliputi Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur, sampaikan beberapa usulan, Selasa (14/12/2021).

Baca juga: Horee..Guru dan Siswa Diperbolehkan Libur saat Nataru

Pertama, kata Hj. Endang, yang menghadiri secara langsung rapat panitia kerja (panja) Komisi IV DPR RI, meminta Direktorat Jenderal Hortikultura untuk memperhatikan peningkatan diversifikasi, nilai tambah, daya saing ekspor, dan pendapatan petani hortikultura.

Konsumsi buah dan sayur di Indonesia yang trendnya terus meningkat, membuka peluang besar untuk pemenuhan dalam negeri.

Juga perlunya intervensi dari pemerintah terkait transportasi, salah satunya ongkos angkut sehingga komoditas yang dikembangkan dapat terintegrasi, seperti halnya yang dilakukan oleh Thailand dan Vietnam.

Permasalahan yang masih terjadi di lapangan (berdasarkan hasil temuan anggota Komisi IV DPR RI di lapangan), seperti rendahnya produksi, produktivitas, kontinuitas, kualitas, pembinaankapasitas petani, dan pemanfaatan inovasi teknologi yang belum optimal.

“Direktorat Jenderal Hortikultura ke depan diharapkan segera memiliki Unit Pelaksana Teknis (UPT) di daerah, sebagai perpanjangan tangan kebijakan, program, dan kegiatan Direktorat Jenderal Hortikultura, dengan memanfaatkan BPTP yang ada di setiap Provinsi,” kata Hj Endang.

Ia melanjutkan, panitia kerja (panja) Komisi IV DPR RI mendukung upaya Direktorat Jenderal Hortikultura dalam usaha peningkatan ekspor hortikultura, melalui Pengembangan Kampung, Penumbuhan UMKM Hortikultura, dan Modernisasi Hortikultura.

“Perlu adanya bimbingan (bimtek) dan pendampingan teknis secara intensif dan berkelanjutan terkait tata cara atau aturan, dan persyaratan ekspor kepada para calon eksportir atau petani”. tutur Hj. Endang.

Poin selanjutnya, kata Hj. Endang, yaitu Direktorat Jenderal Hortikultura agar dapat bersinergi dengan berbagai stakeholder seperti KADIN INDONESIA untuk berbagai program, sebagaimana berikut ; Pembangunan Closed Loop, yaitu program yang bertujuan membangun jaringan yang kuat antara petani dan pasar, sehingga memberikan kepastian pasar dan harga (petani) dan pasokan (offtaker); Akademi Ekspor Hortikultura, sebagai suatu program yang berperan sebagai wadah pelatihan atau belajar segala hal mengenai ekspor bagi calon eksportir, seperti menyiapkan produk hortikultura mulai dari hulu sampai hilirnya; Pasar Hortikultura Berjejaring, program membangun pasar komoditas nasional di beberapa daerah dengan dilengkapi sistem pemutuan, sistem rantai dingin yang sudah diupayakan mulai dari lahan atau kebun petani dan adanya sistem pasar yang berjejaring secara online antar pasar.

Kajian analisis harga yang seimbang antara petani dengan konsumen juga, lanjut Hj. Endang, perlu dilakukan, agar terjadi distribusi keuntungan yang proporsional, serta adanya keterbukaan informasi khususnya terkait Early Warning System (EWS).

Dengan demikian, pemerintah dapat mengeluarkan intervensinya, misalnya pengaturan pola tanam dan pengendalian zat-zat yang berbahaya.

Bimbingan teknis (bimtek) untuk menghasilkan produk hortikultura yang berdaya saing, dengan sosialisasi manajemen pola tanam setiap bulan dan instrumen yang mengatur dinamika harga yang bergejolak dipersiapkan sebagai Early Waming System (EWS) tersebut.

Klaster kawasan komoditas dan kawasan olahan dapat dibangun dengan menetapkan beberapa produk utama hortikultura (misalnya 10 produk) dalam program atau kegiatannya.

Sehingga tidak perlu mengurusi semua produk dan terpilah potensi yang berorientasi ekspor.

Selanjutnya, Hj. Endang mengatakan, fokus pada produk-produk unggulan yang banyak diserap oleh pasar atau industri, yang dapat memberikan dampak besar untuk memenuhi permintaan pasar dalam dan luar negeri.

Untuk mengungkit peningkatan produktivitas, perlu ada subsidi kepada petani dalam bentuk insentif dan kebijakan impor yang tidak merugikan petani, dengan mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan dalam negeri dari produk dalam negeri, dan apabila terjadi kelebihan pasokan (over produksi) baru kemudian diekspor.

Kehadiran Pemerintah dapat difungsikan dalam memfasilitasi kerjasama atau kemitraan antara petani atau produsen dengan industri yang memproduksi produk lanjutan atau produk akhir berupa MoU dan memfasilitasi kerjasama dengan BUMN atau Lembaga non Pemerintah seperti Perhutani yang saat ini lahannya banyak kosong untuk petani hortikultura.

“Sebagaimana hasil kunjungan Panitia Kerja (panja) Komisi IV DPR RI ke Kabupaten Brebes yang lalu, bahwa salah satu cara mengatasi kelebihan produksi adalah dengan menyiapkan gudang penyimpanan yang memadai yang sesuai dengan karakteristik komoditas yang diproduksi, serta dilengkapi fasilitasi sarana dan prasarana pengolahan. Pemerintah agar memfasilitasi sistem sewa gudang untuk membantu tunda jual termasuk juga dukungan transportasi bagi petani,” bebernya.

Bantuan distribusi dari daerah yang produksinya surplus ke daerah minus merupakan salah satu program yang harus dikawal dengan baik, guna menjaga ketersediaan stok dan menjaga stabilitas harga.

Panja Komisi IV DPR RI telah meminta Kementerian Pertanian untuk menyusun kriteria dan persyaratan atas komoditas yang diperbolehkan untuk diterbitkan RIPH sesuai PP Nomor 05 Tahun 2021, antara lain seperti; komoditas hortikultura yang tidak mampu dihasilkan atau dibudidayakan oleh petani lokal dan mengacu kepada ketersediaan atau pasokan dalam negeri. Pemerintah juga diharapkan mereformulasi kebijakan impor produk hortikultura dari sejak penerbitan RIPH dan menerapkan sanksi yang tegas terhadap importir yang melanggar aturan.

Kebijakan di lapangan terkait wajib tanam bawang putih agar tetap diteruskan

Panitia kerja (panja) Komisi IV DPR RI menekankan kunci keberhasilan kebijakan pengembangan hortikultura adalah pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura agar dilaksanakan secara konsisten mendukung sistem pertanian yang berorientasi pada hulu (onfarm) dan hilir (off farm) berdasarkan permintaan pasar (market driven) khususnya untuk produk yang spesifik dan mudah rusak (perishable) bagi produk hortikultura.

Serta memastikan tercipta kontinuitas, kualitas, dan kuantitas dari produk hortikultura yang dihasilkan dan diserap oleh pasar. tandas Hj Endang. (*)