25 radar bogor

Dramaga-Cibungbulang Macet: Potret Buram Penataan Ruang dan Pembangunan Wilayah

Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Asep Wahyuwijaya
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Asep Wahyuwijaya

RADAR BOGOR – Masalah kemacetan arus lalu lintas di jalur Dramaga hingga Cibungbulang, dikeluhkan berbagai lapisan masyarakat. Masalah tersebut, menjadi perhatian serius Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Asep Wahyuwijaya.

Menurutnya, setidaknya ada dua hal yang secara fundamental layak untuk dikaji terkait dengan fenomena kemacetan lalu lintas pada ruas jalan arteri di wilayah Kabupaten Bogor bagian barat.

“Pertama, buruknya tata ruang. Kedua, amburadulnya implementasi pembangunan wilayah,” ungkap Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Jabar asal dapil Kabupaten Bogor itu.

Menurutnya, perencanaan tata ruang yang mencakup segala aspek pembangunan disusun dalam rentang periode waktunya di atas 20 tahun.

Ia menegaskan, rencana tata ruang bukan kepentingan sesaat namun harus dalam pertimbangan untuk kepentingan jangka panjang dan komprehensif.

“Mengapa? Karena rencana tata ruang itu mencakup nyaris semua urusan, mulai dari menentukan peruntukan dan pembangunan infrastruktur, seperti jalan, listrik, air minum, persampahan, air limbah, listrik, telepon, perumahan, perdagangan, dan semua aspek fisik pendukung lainnya,” ujar kang AW (sapaan akrab,red).

Kang AW mengungkapkan, proses pembangunannya pun harus dilakukan secara proporsional dimana faktor pembangunan yang satu dengan yang lain itu akan saling memberikan pengaruh dan dampaknya juga.

“Misal, terkait dengan masalah kemacetan, coba kita kalkulasikan dalam kurun 10 tahun ini saja, selain jalan lingkar Dramaga dan Galuga, ruas jalan mana lagi yang telah dibangunkan ketika perubahan status lahan basah menjadi lahan kering serta pemberian izin lokasi untuk membangun perumahan amat dimudahkan dan diberikan kepada para pengembang di wilayah Dramaga, Ciampea, Tenjolaya hingga ke Cibungbulang?,” paparnya.

“Hitung saja rasio panjang ruas jalan yang telah dibangun dengan puluhan ribuan unit rumah yang dibangun pada daerah pemukiman baru di sekitar itu, seimbang tidak? Pasti tak seimbang, makanya pada setiap pertigaan yang menuju ke arah jalan arteri nasional itu selalu menjadi penyebab utama kemacetan,” tambahnya.

Kang AW menjabarkan, bagi sebagian kalangan yang paham, fenomena kemacetan itu merupakan salah satu indikasi dari buruknya manajemen tata ruang.

Terkait dengan amburadulnya implementasi pembangunan kawasan, ia menilai persoalan kemacetan yang kerap terjadi mulai dari Dramaga hingga ke Cibungbulang tersebut bisa menjadi fenomena gunung es dari persoalan besar yang sesungguhnya sedang terjadi.

Pertama, kata dia, potensi pelanggaran atas tata ruang. Kedua, potensi berkurangnya lahan pertanian berkelanjutannya. Ketiga, tidak sinkronnya pembangunan sistem dalam tata ruang hingga pada potensi munculnya persoalan sampah di kemudian hari.

“Terus terang saja, jika implmentasi pembangunan wilayah di Kabupaten Bogor bagian barat ini hanya dilakukan secara sektoral yakni membangun kawasan perumahan saja tapi tak dibarengi dengan pembangunan sarana infrastruktur lainnya secara proporsional seperti misalnya membangun ruas jalan baru, maka saya khawatir jalan arteri nasional di wilayah barat ini akan terus mengalami over-capacity hingga akhirnya stuck,” tuturnya.

Ia khawatir, apabila melihat kondisi yang sudah terjadi saat ini, pelebaran jalan nasional saja tidak cukup.

“Jika, di Bogor Timur selalu digembar-gemborkan pembangunan jalan Puncak 2, menurut hemat saya, membangun ruas jalan baru di wilayah Bogor Barat pun tak kalah pentingnya, malah bisa jadi jauh lebih penting,” jelasnya.

“Kita baru bicara masalah jalan nih, yang ruas jalan dari Pasar lama Ciampea hingga Warung Borong saja memerlukan perbaikan segera, belum lagi kita bicara soal Pasar Leuwiliang, yang menurut hemat saya pun sudah semestinya untuk dilakukan revitalisasi. Kompleks kalau kita bicara soal penataan ruang hingga akhirnya kita pun memang harus amat jeli agar pembangunannya pun bisa berjalan dengan baik dan proporsional,” pungkasnya. (*/mg)