25 radar bogor

Lindungi Bahasa Daerah dari Pembiasaan Pelajar

LESTARIKAN BAHASA: Kegiatan revitalisasi bahasa daerah untuk penutur muda, di SMAN 3 Mataram, akhir November lalu.
LESTARIKAN BAHASA: Kegiatan revitalisasi bahasa daerah untuk penutur muda, di SMAN 3 Mataram, akhir November lalu.

MATARAM-RADAR BOGOR, Pemerintah coba melakukan sejumlah hal guna melestarikan bahasa daerah. Salah satunya dengan Kegiatan Revitalisasi Bahasa Daerah untuk Penutur Muda. ”Sasaran kami adalah pelajar,” jelas Kepala Kantor Bahasa NTB Umi Kulsum, (3/12).

Baca juga : Universitas Brawijaya Ungkap Cerita Lain Novia Widyasari Semasa di Kampus

Akhir bulan lalu kegiatan tersebut telah berlangsung di SMAN 3 Mataram. ”Kami menggelarnya selama tiga hari, tanggal 24, 25, dan 27 November,” imbuhnya.

Kegiatan melibatkan tiga nara sumber, mengikutsertkan 30 siswa SMAN 3 Mataram, dari berbagai latar belakang bahasa Ibu. Diantaranya; bahasa Sasak, Jawa, Bali, dan Bahasa Indonesia.

”Kegiatan ini sangat penting dilaksanakan sebagai dasar atau pondasi pembentukan kepribadian generasi muda. Agar mencintai bahasa daerahnya,” tegas dia.

Jika jumlah penutur menurun, turut mengancam keberadaan bahasa daerah itu sendiri. Umi bahkan memberikan warning terhadap minimnya penggunaan bahasa daerah pada kalangan anak muda. ”Lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris, jarang pakai bahasa daerah,” sorotnya.

Untuk itulah, revitalisasi bahasa daerah untuk penutur muda dilakukan. Tujuannya menumbuhkan kecintaan terhadap bahasa daerah, menambah wawasan kebahasaan, dan membangkitkan kebanggan siswa terhadap bahasa dan budaya daerah. ”Misalnya di Lombok ini, bangga dengan bahasa Sasak,” jelasnya.

Diterangkannya, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek mencatat, sedikitnya delapan bahasa daerah yang sudah punah. Diantaranya, bahasa Tandia di Papua Barat, bahasa Kajeli dan bahasa Palumata di Maluku.

”Menurut ahli bahasa, penyebab kepunahan tersebut antara lain karena kondisi masyarakat penuturnya yang bilingual atau bahkan multilingual,” kata Umi.

Penutur yang bilingual atau multilingual dapat menyebabkan tercampurnya bahasa daerah dengan beberapa bahasa yang penutur kuasai. Kemudian, faktor globalisasi mendorong penutur bahasa dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan penutur bahasa lain. ”Dengan membiasakan diri berbahasa daerah membuat anak tak hanya belajar tentang perbedaan, namun pemahaman tak ada yang salah dengan perbedaan. Selama ada rasa saling menghargai dan menghormati,” jelasnya.

”Untuk memaksimalkan perannya, sekolah perlu menyusun kurikulum yang dimuat dalam pelajaran muatan lokal, perihal pelestarian atau penggunaan bahasa daerah,” pungkas Umi.

Kepala Seksi Kurikulum Bidang Pembinaan SMP Dinas Dikbud Sumbawa Sudarli mengatakan, materi muatan lokal tidak memasukan materi bahasa daerah. Lantaran materi awal hanya fokus pada pengenalan budaya Samawa, dan didukung literatur yang sudah memadai. ”Meski begitu, kita juga tidak bisa menyampingkan bahasa daerah,” tegasnya. (yun/r9). (Jpg)