25 radar bogor

Endang S Thohari Minta Sengketa Lahan PG Jatitujuh Segera Diselesaikan dengan Masyarakat

Endang S Thohari Minta Sengketa Lahan PG Jatitujuh Segera Diselesaikan dengan Masyarakat
Endang S Thohari Minta Sengketa Lahan PG Jatitujuh Segera Diselesaikan dengan Masyarakat

RADAR BOGOR, Hj. Endang S Thohari, Anggota Komisi IV DPR RI (A-84) Fraksi Partai Gerindra Dapil Jawa Barat III (Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur), melaksanakan kunjungan kerja spesifik Komisi IV DPR RI ke Pabrik Gula Jatitujuh di Majalengka.

Baca Juga : Optimalkan Potensi Bisnis Asia Timur, BRI Buka Kantor Cabang di Taiwan

untuk mendengarkan dan memberikan jalan keluar permasalahan sengketa di lahan Hak Guna Usaha (HGU) Pabrik Gula (PG) Jatitujuh, di Majalengka, Jawa Barat.

Merujuk kepada keputusan Mahkamah Agung ( MA ), PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) merupakan perusahaan induk dari PG Jatitujuh, yang memiliki hak pengolahan tanah.

Hj. Endang menegaskan bahwa PG Jatitujuh harus mengundang semua pihak, untuk menjelaskan pola kemitraannya dengan terbuka.

Didukung oleh data-data yang objektif dari Pemda yang sudah diklarifikasi dengan masyarakat setempat.

Menurut Hj. Endang, terjadinya ketidaksetaraan keadilan, karena hukum itu biasanya selalu tajam ke bawah, tumpul ke atas.

“Itu harus kita perbaiki bersama. KLHK harus berperan aktif, karena itu adalah hutan lindung yang sebetulnya masyarakat disitu sudah menikmati sangat lama, turun temurun, tinggal di situ, dan tiba-tiba ada pabrik gula Jatitujuh yang sekarang sudah masuk ke BUMN, yaitu Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), hal ini membuat kegelisahan masyarakat setempat, karena tidak ada keterbukaan dalam pola kemitraan,” tegas Hj. Endang.

Kehadiran Komisi IV DPR RI, katanya, untuk mendengar dan memberikan solusi secara langsung, terkait sengketa permasalahan tersebut, dengan menghadirkan semua pihak.

Sehingga semua pihak bisa terbuka menyampaikan permasalahannya. Diketahui juga, lanjut Hj. Endang, bahwa ada lahan yang sudah diperjualbelikan hak guna usahanya ke daerah lain.

“Dan kita harus luruskan, penegakan hukum di sini harus jelas, dan itu harus kita kroscek terlebih dahulu berdasarkan datanya, karena pola bagi hasilnya tidak transparan,” tambahnya.

Kehadiran negara dalan hal ini, kata Hj Endang sangat diperlukan. Untuk itu, perlu ada koordinasi yang baik antara KLHK, Kementan dan PUPR.

“Harapan saya, semua masyarakat harus dirangkul dengan baik, karena masyarakat juga merasa memiliki hutan tersebut yang sudah ditanami tebu, jadi harus ada keterbukaan managemen, dan pola bagi hasilnya harus jelas, paling ideal adalah dengan mendirikan koperasi,” sarannya.

Karena, masih kata Hj. Endang, ada Undang-undang koperasi yang memiliki peraturan yang jelas. Sehingga semua masyarakat dan petani tebu bisa bersama menjaga kelestarian hutan, dan kesejahteraan masyarakat setempat harus dijadikan prioritas utama.

Selain itu, kata dia, jalan dan tumpukan sampah menuju PG Jatitujuh, juga harus di perbaiki.

“Untuk menambah kepercayaan masyarakat, bahwa dengan adanya PG Jatitujuh, bisa menambah kepercayaan masyarakat dan kenyamanan bekerja di bidang lain,” pungkas Hj. Endang. (*)