25 radar bogor

SPKS Minta KPK Awasi Program Pertanian Kelapa Sawit

SPKS Minta KPK Awasi Program Pertanian Kelapa Sawit
SPKS Minta KPK Awasi Program Pertanian Kelapa Sawit

BOGOR-RADAR BOGOR, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mengajak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bersama sama mengawasi program-program pertanian kelapa sawit yang digulirkan pemerintah.

Baca Juga : Resmikan Green House Bojongkerta, Minaqu Siap Bantu Dongkrak Penghasilan Warga

Sekjen SPKS Mansuetus Darto mengatakan, realisasi program pemerintah untuk petani kelapa sawit di daerah saat ini masih sangat minim.

Untuk itu, pihaknya mengajak KPK untuk memperhatikan dan memperkuat istitusi agar ada proses pencegahan aspek-aspek korupsi kedepan.

Menurut Darto, lembaga yang mengelola dana program kelapa sawit saat ini belum terlalu kuat. Sebab, badan pengawas program tersebut berasal dari staf menteri sedangkan komite pengarahnya merupakan beberapa menteri.

“Uang negara dipungut dari pajak eksport kelapa sawit kurang lebih mencapai Rp100 triliun. Jadi gimana anak buah mengawasi menteri-menterinya sementara dana ini besar sekali,” ungkapnya.

Menurut Darto, KPK sejak dulu ikut berkontribusi memperbaiki tata kelola sawit melalui pembenahan beberapa regulasi.

“Luasan kebun sawit di Indonesia itu ada 16,3 juta hektar, dari 16,3 juta hektar itu ada kurang lebih 6,7 hektar perkebunan rakyat, dan ada banyak masalah soal sawit dalam kawasa hutan, masalah konflik dan itu mendorong siapapun pemangku kepentingan untuk memperbaiki tata kelola sawit,” paparnya.

Dalam keempatan itu, kata Darto, pihaknya memberikan legalitas lahan seperti Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) secara simbolik yang diberikan kepada petani kelapa sawit.

Hanya saja, belum ada dukungan penuh dari badan pengelola dana perkebunan sawit untuk mempercepat penerbitan STDB atau pun pengurusan setifikat lahan milik para apetani.

“Para petani sawit itu memang ada didalam kawasan hutan tapi tidak banyak, mestinya itu perlu ada pendataan secara menyeluruh sehingga bisa di identifikasi siapa yang dalam kawasan hutan dan siapa yang tidak,” ujarnya.

Semantara, Wakil Ketua KPK Dr. Lili Pintauli Siregar mengatakan,sejak tahun 2016 KPK telah memberikan beberapa catatan tentang lemahnya sistem pengendalian perizinan.

Menurut Lili, KPK memiliki Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA) namun sementara ini belum bisa diaktifkan kembali, tetapi program cegah dan minitoring sebenarnya masih tetap dilakukan.

“Memang kita fokus bagaimana membuat kebijakan suatu peta, dan peta itu hanya untuk 5 provinsi saja daintaranya Kalimantan Tengah, Riau, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat dan Papua,” tuturnya.

“Kenapa KPK minta ada kebijakan satu peta? karena KPK mengharapkan bisa menyelesaikan tumpang tindih (permasalahan tersebut), sebab ada orang dihutan antara kebun sawit dan tambang. Sehingga menjadi banyak kriminalisasi dilaporkan SPKS tentang bagaimana petani-petani sawit menjadi tersangka dan dipaksa untuk keluar,” sambung Lili.

Saat disinggung soal pajak, Dr. Lili mengatakan, tingkat wajib pajak baik badan maupun perseorangan mengalami penurunan.

Untuk itu, tak hanya peran KPK saja untuk melakukan monitoring, tetapi peran serta masyarakat termasuk SPKS dapat mengajak melalui diskusi dan melakukan kajian.

“Apakah Peraturan Menteri (Permen) atau aturan itu bisa benar atau tidak,” tukasnya.(ded)